Kamis, 04 Desember 2008 12:09 redaksi
BANJARMASIN - Dua lokasi tambang di Kecamatan Satui Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) di police line jajaran Dit Reskrim Polda Kalsel, Rabu (3/12). Bahkan, Kapolda Kalsel Brigjen Pol. Anton Bachrul Alam bersama pejabat dari Bareskrim Mabes Polri menggunakan helikopter, meninjau langsung lokasi, sekitar pukul 11.00 Wita.
Sejumlah aparat Brimob bersenjata lengkap, bantuan dari Polres Tanbu bekerja mengamankan puluhan alat berat yang berada di lokasi tambang, dengan jalan membentangkan pita garis polisi di sekeliling peralatan tambang batubara milik PT Satui Bara Tama (SBT) dan CV Aulia. Kebetulan, lokasi kedua perusahaan cukup berdekatan.
Sementara di latar belakang alat berat, di lokasi milik PT SBT di Desa Makmur Mulia Km 12 Sompul Kecamatan Satui, tampak danau air yang sangat luas, panjang sekitar 500 meter dan lebar mencapai 150 meter. Itu baru sebuah pit atau lubang tambang. Masih ada sejumlah lubang lain bekas galian batubara yang diduga telah merusak areal hutan industri milik PT Hutan Rindang Banua (HRB).
Tak tanggung-tanggung, lokasi penambangan yang dilakukan PT SBT diduga mencakup areal seluas 1.900 hektare. Luasan lahan eksploitasi milik PT SBT ini jauh lebih besar ketimbang milik CV Aulia yang hanya seluas 17 hektare.
Sementara alat berat milik SBT yang disita, adalah lima buah eksavator, tiga unit dozer, 10 buah dump truck serta kurang lebih 7.000 metrik ton batubara atau 8.500 metrik ton jika ditambah lokasi tumpukan satunya.
Kapolda yang datang bersama Wadir V Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol Subayang, didampingi Dir Reskrim Polda Kalsel Kombes Pol Machfud Arifin mengatakan, untuk kepentingan penyidikan, seluruh alat berat dan batubara milik PT SBT dan CV Aulia, di police line. "Demi kepentingan penyidikan, maka kedua perusahaan ini kami hentikan dahulu operasionalnya," tegas Brigjen Pol Anton seraya menerangkan, Par dari SBT dan Anm dari CV Aulia bakal menjadi tersangka.
Menurutnya, awal mula kasus ketika ada laporan dari PT HRB kepada pihaknya, tertuang dalam LP No Pol: LP/706/XII/2008/Siaga II tanggal 02 Desember 2008 bahwa PT SBT dan CV Aulia telah melakukan penambangan tanpa ada izin atau koordinasi dengan pihaknya selaku pemilik lahan tersebut.
"Di samping itu, setelah kita cek, ke Dinas Kehutanan Tanbu ternyata kedua perusahaan tidak memiliki izin Menteri Kehutanan. Izin pinjam pakai yang dimiliki kedua perusahaan tersebut hanya bersifat lokal," bebernya.
Pengaduan HRB tersebut, lanjutnya, disebabkan kedua perusahaan menambang tanpa terlebih dahulu ada koordinasi dengan HRB. Kedua perusahaan diduga telah melanggar pasal 78 ayat (2) jo pasal 50 ayat (3) huruf (a) dan (g) UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan atau pasal 170 sub pasal 406 jo pasal 55 ayat (1) KUHP.
"Sebagian lahan bahkan masih termasuk wilayah konservasi hutan yang semestinya harus terlebih dahulu mengantongi izin pinjam pakai dari Menhut sebelum melakukan penambangan," jelasnya seraya menjelaskan, areal PT SBT seluas 1.900 hektare, sedangkan CV Aulia sekitar 17 hektar.
Kawasan hutan
Ditambahkan Kombes Pol Machfud, kasus bermula dari laporan PT HRB ke Mabes Polri bahwa kedua perusahaan telah menambang tanpa izin di lokasi hutan yang dikelolanya. "Kemudian, Bareskrim Mabes Polri melimpahkan kepada kita untuk menindaklanjuti masalah ini," tukasnya.
Kasus tersebut, lanjutnya, berkaitan dengan tindakan menggunakan dan menduduki kawasan hutan secara tidak sah atau melakukan eksplorasi atau eksploitasi tambang tanpa izin yang sah.
"Kita telah memeriksa sekitar 16 orang saksi terkait kasus SBT, terdiri operator alat berat, empat orang sopir, pengawas dua orang, manajer tambang satu orang dan manajer pelsus satu orang.
Langkah yang akan dilakukan penyidik, antara lain akan memeriksa regulasi atau dokumen-dokumen perizinan yang dimiliki kedua perusahaan.
Selain itu, akan memintai keterangan pejabat terkait dari Distamben Tanbu, Distamben Kotabaru, Distamben Kalsel, bappeda Kotabaru, Dishut Kotabaru dan Dishut Kotabaru. Pasalnya, operasional SBT diduga bermula ketika wilayah tersebut masih masuk Kotabaru.
"Kita juga akan meminta keterangan dan pendapat juga dari ahli dari BPKH Wilayah V Banjarbaru, Bapplan Dephut RI, Departemen ESDM RI dan akademisi dari perguruan tinggi," paparnya.
Menurutnya, jika sudah terpenuhi segala unsur tindak pidana UU Kehutanan, kemungkinan Par dan Anm juga bakal dikenai penahanan. "Namun, kita masih harus memeriksa terlebih dahulu kedua bakal tersangka ini," cetusnya. adi/mb05
Sudah Lama Berlangsung
SEJUMLAH pertanyaan muncul kenapa penyegelan lokasi tambang di Desa Makmur Mulia Km 12 Satui itu dilakukan baru sekarang. Seolah-olah ada kesan, kalau langkah drastis itu hanya sebagai "unjuk gigi" petinggi kepolisian yang baru saja menjabat.
Padahal, dari isu yang beredar, PT SBT yang dimiliki Par, sudah melakukan penambangan sudah cukup lama, paling tidak lebih dari dua tahun.
Ironisnya, puluhan atau ratusan batang pohon akasia yang masih tampak muda, hampir tak kelihatan lagi di lokasi tambang SBT. Memang ada tersisa batang pohon akasia muda. Diakui penyidik Dit Reskrim Polda Kalsel, kalau areal itu masih kawasan hutan yang dikelola PT HRB.
Ketika hal itu ditanyakan kepada Jendral Pol Anton Bachrul Alam, orang nomor satu di Polda Kalsel ini mengatakan, memang laporan adanya keberatan dari HRB baru terjadi beberapa bulan lalu, sehingga pihaknya langsung melakukan penyelidikan di lapangan. "Saya kira, operasional perusahaan ini, sekitar dua tahun," akunya.
Kapolda menegaskan bahwa selama penyidikan, lokasi akan tetap ditutup dan terlarang untuk operasional. Hal itu tentu saja membuat sejumlah karyawan perusahaan PT SBT yang berjumlah 85 orang atau versi lainnya 150 orang itu, menjadi resah.
"Wah, kalau ditutup lama, kami tak memiliki pekerjaan lagi. Lalu bagaimana kami akan memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Kami berharap, ada kebijakan dari polisi, mengenai nasib kami ini. Bagaimana supaya perusahaan ini bisa beroperasi lagi," ungkap Purjono, satu karyawan.
Puluhan karyawan yang duduk bergerombol di dekat kantor PT SBT di lokasi tambang memang terlihat hanya duduk terpaku. Mereka tak bisa beraktivitas, karena areal tambang telah ditutup dan dijaga aparat bersenjata. Mereka cuma bisa memandangi kesibukan perwira menengah dan aparat bersenjata yang lalu-lalang.
Di samping itu, karyawan-karyawan ini turut dimintai keterangan atau kesaksiannya oleh penyidik Sat Krimsus Dit Reskrim Polda Kalsel yang telah menggelar penyidikan di lokasi, dua hari terakhir. adi/mb05