Rabu, 26 November 2008
Kepedulian perusahaan pertambangan batubara di Kecamatan Pengaron dinilai masyarakat masih sangat minim. Bahkan menurut warga sekitar tambang, aktivitas wajib seperti reklamasi yang dilakukan perusahaan kesannya lebih karena terpaksa.
Sapariyansyah, Martapura
Kondisi lingkungan di Kecamatan Pengaron kini memang makin memprihatinkan, maraknya kegiatan tambang batubara disana membuat kerusakan lingkungan yang dampaknya mulai dirasakan masyarakat.
“Kalau ini dibiarkan terus menerus, kami khawatir kondisi lingkungan di kampung kami semakin rusak. Sungai semakin dangkal. Kalau soal airnya keruh, itu sudah tidak bisa lagi diceritakan,” ujar Mukrani warga Desa Mangkaok Kecamatan Pangaron yang kemarin mendatangi redaksi Radar Banjarmasin bersama dua orang rekannya.
Memang katanya, dengan adanya aktivitas pertambangan di sana ada baiknya bagi masyarakat. Yang sebelumnya tidak memiliki sepeda motor, setelah ada pertambangan batubara jadi bisa membeli sepeda motor. Namun itu semua tidak sebanding dengan dampak yang terjadi akibat pertambangan batubara. Diantaranya sebut dia, cara pembuangan air limbah yang langsung mengalir ke sungai.
“Silahkan saja cek ke lapangan. Dasar sungai sekarang ini rata, tidak ada lagi istilah teluk atau bagian yang dalam. Semuanya rata dangkal. Apalagi kalau musim hujan begini, airnya sangat pekat. Itu semua akibat erosi dari tumpukan tanah akibat aktivitas pertambangan batubara,” ujarnya.
Belum lagi ungkapnya, di mana-mana asalkan di kawasan pertambangan pasti terlihat gundukan tanah bekas tambang yang menjulang tinggi. Itu menandakan tidak ada aktivitas reklamasi di areal tersebut. Bagi masyarakat, kondisi tersebut tentu saja sangat mengkhawatirkan. Terutama di musim seperti sekarang ini.
“Kalau tidak segera dilakukan reklamasi, kami sangat khawatir akan terjadi erosi dan longsor. Akibatnya, sawah dan ladang kami terganggu. Apalagi kejadian-kejadian seperti ini sudah banyak terjadi di daerah kami,” ujarnya yang diamini salah satu rekannya H Zulkifli.
Lebih jauh, tiga orang ini menghimbau agar para pelaku pertambangan bisa lebih arif lagi. Karena bagaimana pun, jika potensi batubaranya telah habis, maka yang menerima dampak selanjutnya hanya masyarakat di sekitar tambang.
“Coba kita sama-sama pikirkan jauh ke depan nantinya. Ketika tambang tidak ada lagi, maka apa yang kita harapkan. Sungai rusak, sawah ladang juga demikian. Nah, kalau sudah begini siapa yang bertanggung jawab. Sementara para penambangnya jelas pergi entah kemana?” himbaunya. ***