Wednesday, November 21, 2007

Warga Tolak Dilintasi Batu Bara

Rabu, 31-10-2007 | 21:56:01

* Khawatir Sumber Pencaharian Habis Terkena Proyek

RANTAU, BPOST - Setelah mendatangi rumah Kades Lawahan, Kecamatan Tapin Selatan, Kabupaten Tapin terkait rencana pembangunan jalan angkutan batu bara beberapa waktu lalu, Rabu (31/10) pagi warga mendatangi kantor DPRD Tapin.

Jika sebelumnya warga meminta ganti rugi lahan, kali ini warga menyampaikan sikap menolak pembangunan jalan angkutan khusus batu bara yang melintasi permukiman.

Sesuai rencana, Pemkab Tapin bersama perusahaan investor tambang berencana membangun jalan angkutan khusus batu bara. Sekitar tiga kilometer jalan melintasi Desa Lawahan, yaitu sebelah timur berbatasan dengan Desa Rumintin, Tapin Selatan dan sebelah barat dengan Desa Suka Ramai Kecamatan Tapin Tengah.

Warga khawatir lalu lalang angkutan akan mengancam kesehatan mereka yang tinggal di daerah lintasan. Bahkan bisa berdampak terhadap mata pencaharian karena lahannya habis terkena proyek.

Delapan orang yang datang ke DPRD kemarin mewakili 80 warga yang berdomisili di RT III dan IV Desa Lawahan. Mereka ke DPRD atas persetujuan hasil rapat yang digelar di Desa Lawahan pada Minggu (28/10) malam di rumah Ketua RT IV Hairul bersama warga desa itu.

Sekitar 15 menit menunggu wakil rakyat di kantor DPRD Tapin Jalan Hasan Baseri, Rantau, warga ditemui Ketua DPRD Tapin H Rasyid Ali dan anggota komisi III yang membidangi masalah pembangunan dan lingkungan hidup, M Fadli.

Saat berdialog di ruang komisi III DPRD Tapin, warga menuturkan, proyek pembangunan jalan angkutan batu bara yang melintasi lahan usaha tani masyarakat tidak pernah disosialisasikan kepada masyarakat pemilik lahan.

“Tahu-tahu sudah sampai pada tahap pembebasan lahan,” ujar Syaiful, juru bicara warga RT IV, Rabu (31/10). Karena itu, masyarakat pemilik lahan yang terkena proyek mengadakan musyawarah untuk membahas masalah ini.

Dalam musyawarah, dibuat keputusan bersama seluruh petani untuk menolak pembuatan jalan tersebut. “Debu batu bara yang akan diangkut melalui jalan tersebut akan mencemari lahan usaha pertanian berupa tanaman padi dan kolam ikan tradisional,” ucap Syaiful dibenarkan rekannya.

Selain itu, tambah Syaiful, bisa berdampak mempersempit lahan pertanian, karena lahan pertanian yang tercemar batu bara tidak produktif lagi dijadikan lahan usaha pertanian.

“Karena itu kami tegaskan lagi, pembuatan jalan ini tidak pernah mendapat izin pemilik lahan yang berhak yaitu kelompok tani,”tandasnya.

Perusahaan, bisa saja menerusknan pembangunannya. Tapi jika melewati desa kami proyek harus dibelokkan ke desa lain,” tambah Ketua Badan Perwakilan Desa (Baperdes) Lawahan, Syarifudin. ck2

Tiga Investor Ajukan Penawaran Untuk Bangun Jalan Tambang

Kamis, 18 Oktober 2007

BANJARMASIN ,- Rencana pembukaan jalan khusus armada tambang batubara dan perkebunan besar, mulai memasuki masa penjajakan. Setidaknya, ada tiga investor lokal yang tertarik untuk menamamkan dananya buat pembuatan akses jalan itu.

Sayangnya, akses jalan itu masih memihak ke salah satu perusahaan tambang, bukan diperuntukan bagi truk-truk batubara yang masih melintas di jalan publik itu.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Kalsel Djumadri Masrun mengungkapkan, tiga perusahaan yang sudah mengekspose rencananya di hadapan dewan adalah PT Antang Gunung Meratus dan BBC, PT Anugerah Tapin Sejahtera, serta PT Talenta.

Ketiga perusahaan ini juga bersedia membuat akses jalan yang menghubungkan Kabupaten Tapin ke Pelabuhan Stockpile Batubara di Banjarmasin.

Seperti PT Anugerah Tapin Sejahtera, beber Djumadri, menyatakan siap menginvestasikan dananya mencapai USD 35 ribu untuk pembuatan jalan sepanjang 20,735 km, lebar 50 meter, lebar badan jalan 20 meter, pelsus 50 hektare dengan luas lahan mencapai 150 ha. Sedangkan PT BBC membuat akses jalan sepanjang 71 km, dengan cakupan dari kawasan Sei Puting, hingga tembus ke Batola. Lalu, PT Talenta juga tak kalah seru, dengan membikin akses jalan yang menghubungkan beberapa daerah, hingga menuju Banjarmasin.

“Untuk PT BBC, mereka membuat jalan hanya untuk keperluan sendiri. Sebab, perusahaan ini merupakan gabungan dari beberapa perusahaan tambang. Akses jalan itu untuk mengangkut batubara mereka dari areal tambang, terutama milik PT Antang Gunung Meratus,” beber Djumadri kepada Radar Banjarmasin, kemarin.

Kondisi ini membuat dewan tak begitu sreg. Djumadri mengaku, dewan agaknya lebih condong memilih dua investor, yakni PT Talenta dan PT Anugerah Tapin Sejahtera. “Mereka ini sudah membebaskan lahan. Bahkan, sebagian lahan sudah dibayar oleh mereka,” kata politisi gaek PAN ini.

Bahkan, jelas Djumadri, empat kecamatan dan beberapa desa di Kabupaten Tapin sudah disosialisasikan oleh para investor soal pembuatan akses jalan. “Pembebasan juga hampir 90 persen, tinggal penyelesaian beberapa kawasan baru,” tambah Djumadri.

Untuk itu, Djumadri yakin dua investor ini akan memikat dewan. “Kita berharap, jalan khusus bisa segera dibangun, tidak perlu memakan waktu lama,” cetusnya.

Menurutnya, kompensasi selama 2 tahun bagi armada batubara melintas di jalan umum seperti tercantum dalam raperda angkutan batubara itu, bisa disiasati jika para investor ini sudah mengantongi persetujuan dari pemerintah daerah. “Akhirnya, jalan umum bebas dari angkutan batubara,” pungkasnya. (dig)

Saturday, November 03, 2007

Jalan Khusus Batu Bara Beroperasi 2009

Kamis, 01-11-2007 | 15:45:12

MARTAPURA, BPOST - Tahun 2009 nanti, masyarakat yang selama ini sangat terganggu dengan keberadaan truk pengangkut batubara, bakal terbebas dari debu dan macet. Pasalnya, pada tahun itu jalan khusus angkutan batubara sepanjang 42 kilometer dari Jalan Ahmad Yani Km 71, Kabupaten Banjar ke Barito Kuala sudah bisa dilewati.

Tidak tanggung-tanggung, untuk membuat jalan tol selebar 30 meter ini, diperlukan anggaran sekitar Rp 250 miliar. Anggaran itu disediakan pihak ketiga yang akan mendapat kompensasi dari penggunaan jalan dan pelabuhan batubara. Pelabuhan khusus batubara itu, rencananya akan dibangun di Marabahan, Barito Kuala.
Pelaksana Lapangan PT Talenta Bumi yang menggarap proyek pembangunan jalan tersebut, Ade M Yusuf mengatakan, anggaran itu masih merupakan perkiraan karena kemungkinan bisa lebih.
Dari 42 kilometer panjang jalan, sekitar 30 kilometer lahan sudah dibebaskan dari pemiliknya sejak tahun 2000 lalu. Tarif penggunaan jalan itu satu paket dengan penggunaan pelabuhan khusus batubara.
"Kita masih terus melakukan studi lapangan. Mengenai anggaran itu masih belum final, karena masih mempertimbangkan banyak faktor. Yang jelas, awal tahun depan, kita sudah harus mulai menggarap jalan itu. Kita berharap jalan itu sudah jadi sebelum 2009," kata Ade, Kamis (1/11) melalui ponselnya.
Menurutnya, Gubernur Kalsel pernah memberi toleransi kepada angkutan batubara untuk menggunakan jalan negara sampai tahun 2009 nanti. Artinya, sebelum tahun 2009 itu, sudah harus ada jalan alternatif untuk angkutan batu bara itu.
Kesulitan pembangunan jalan khusus batubara itu, kata Ade adalah banyaknya lahan yang berupa rawa-rawa. Hal itu, kata dia, akan menghabiskan biaya tinggi karena harus menguruknya dengan tanah agar menjadi keras.
"Untuk itulah, studi lapangan terus menerus kami lakukan. Pengerjaan lahan rawa itu yang diperkirakan memakan waktu agak lama," jelasnya.
Mengingat jalan ini adalah jalur khusus, maka masyarakat umum tidak diperbolehkan melewati jalur ini. Jalur ini, rencananya juga dibuka untuk angkutan hasil tambang lainnya dan angkutan hasil perkebunan seperti kelapa sawit.
Truk batubara yang ada saat ini (dumptruk) dengan kapasitas 8-10 ton, akan diganti dengan truk-truk yang lebih besar lagi kapasitasnya. Untuk satu hingga dua tahun pertama, dumptruk itu masih diperbolehkan beroperasi, setelah itu akan diganti.
Untuk diketahui, Pemprov Kalsel sudah lama mempunyai rencana untuk membuat jalur khusus angkutan batu bara ini. Sebelum proyek jalan ini, sebetulnya direncanakan dibuat kanal, tapi karena pertimbangan biaya dan pertimbangan lainnya, kanal itu dibatalkan dan diganti jalan tol ini. sig

Warga Tolak Dilintasi Batu Bara

Rabu, 31-10-2007 | 21:56:01

  • Khawatir Sumber Pencaharian Habis Terkena Proyek

RANTAU, BPOST - Setelah mendatangi rumah Kades Lawahan, Kecamatan Tapin Selatan, Kabupaten Tapin terkait rencana pembangunan jalan angkutan batu bara beberapa waktu lalu, Rabu (31/10) pagi warga mendatangi kantor DPRD Tapin.

Jika sebelumnya warga meminta ganti rugi lahan, kali ini warga menyampaikan sikap menolak pembangunan jalan angkutan khusus batu bara yang melintasi permukiman.
Sesuai rencana, Pemkab Tapin bersama perusahaan investor tambang berencana membangun jalan angkutan khusus batu bara. Sekitar tiga kilometer jalan melintasi Desa Lawahan, yaitu sebelah timur berbatasan dengan Desa Rumintin, Tapin Selatan dan sebelah barat dengan Desa Suka Ramai Kecamatan Tapin Tengah.
Warga khawatir lalu lalang angkutan akan mengancam kesehatan mereka yang tinggal di daerah lintasan. Bahkan bisa berdampak terhadap mata pencaharian karena lahannya habis terkena proyek.
Delapan orang yang datang ke DPRD kemarin mewakili 80 warga yang berdomisili di RT III dan IV Desa Lawahan. Mereka ke DPRD atas persetujuan hasil rapat yang digelar di Desa Lawahan pada Minggu (28/10) malam di rumah Ketua RT IV Hairul bersama warga desa itu.
Sekitar 15 menit menunggu wakil rakyat di kantor DPRD Tapin Jalan Hasan Baseri, Rantau, warga ditemui Ketua DPRD Tapin H Rasyid Ali dan anggota komisi III yang membidangi masalah pembangunan dan lingkungan hidup, M Fadli.
Saat berdialog di ruang komisi III DPRD Tapin, warga menuturkan, proyek pembangunan jalan angkutan batu bara yang melintasi lahan usaha tani masyarakat tidak pernah disosialisasikan kepada masyarakat pemilik lahan.
“Tahu-tahu sudah sampai pada tahap pembebasan lahan,” ujar Syaiful, juru bicara warga RT IV, Rabu (31/10). Karena itu, masyarakat pemilik lahan yang terkena proyek mengadakan musyawarah untuk membahas masalah ini.
Dalam musyawarah, dibuat keputusan bersama seluruh petani untuk menolak pembuatan jalan tersebut. “Debu batu bara yang akan diangkut melalui jalan tersebut akan mencemari lahan usaha pertanian berupa tanaman padi dan kolam ikan tradisional,” ucap Syaiful dibenarkan rekannya.
Selain itu, tambah Syaiful, bisa berdampak mempersempit lahan pertanian, karena lahan pertanian yang tercemar batu bara tidak produktif lagi dijadikan lahan usaha pertanian.
“Karena itu kami tegaskan lagi, pembuatan jalan ini tidak pernah mendapat izin pemilik lahan yang berhak yaitu kelompok tani,”tandasnya.
Perusahaan, bisa saja menerusknan pembangunannya. Tapi jika melewati desa kami proyek harus dibelokkan ke desa lain,” tambah Ketua Badan Perwakilan Desa (Baperdes) Lawahan, Syarifudin. ck2

baca juga:

Kurang Sosialisasi

Ketua DPRD Tapin, H Rasyid Ali dan M Fadli dari komisi III berjanji segera memanggil pihak perusahaan terkait dan Pemkab Tapin untuk memfasilitasi warga menyelesaikan masalah ini.
Pemkab Tapin menggandeng investor mencari alternatif jalan khusus angkutan batu bara agar lebih efisien membawa hasil tambangnya.
Sejauh ini truk batu bara harus melewati Jalan trans Kalimantan ke Banjarmasin sehingga menimbulkan kemacetan, terutama di jalur Banua Enam.
Jalan khusus direncanakan sepanjang 28 kilometer. Namun baru 7 kilo meter dibangun PT Anugerah Tapin Persada (ATP), perusahaan yang mengelola jalan dari Desa Suato Tatakan, Kecamatan Tapin Selatan menuju Desa Margasari, Kecamatan Candi Laras Utara itu .
“Kami akan menyampaikan kepada perusahaannya. Ini terjadi karena kurang sosialisasi saja,” kata Ketua DPRD Tapin, H Rasyid Ali, Rabu (31/10) usai dialog dengan warga. ck2

Izin Masih Sering Tumpang Tindih

Rabu, 31-10-2007 | 00:00:16

  • Untuk Sektor Perkebunan dan Pertambangan

JAKARTA, BPOST - Pemerintah mengakui pemberian izin pertambangan dan izin pekebunan di Indonesia banyak yang tumpang tindih. Seringkali izin pekebunan diberikan di lahan yang telah dialokasikan dan diberikan izin usaha pertambangan.

Menurut Direktur Budidaya Tanaman Tahunan Ditjen Perkebunan Deptan Mukti Sarjono, pemberian izin perkebunan di lahan yang telah diberikan izin pertambangan merupakan akibat dari pemda setempat yang kurang berkoordinasi.

"Kuncinya terdapat di pemda karena izin perkebunan yang menerbitkan adalah pemda. Bupati harusnya tidak memberikan izin, dari segi hukum hal ini tidak diperbolehkan," ujarnya menjawab keluhan pengusaha perkebunan di Seminar Nasional Pengembangan Bisnis Perkebunan di Jakarta, Selasa (30/10).

Mukti juga menjelaskan hal tersebut dapat menghambat target pemerintah untuk memperluas lahan sawit tahun 2010 menjadi seluas 1,5 juta hektar. Masalah ini juga merupakan masalah yang sulit diselsaikan.

"Ini masalah yang sulit karena pertambangan ada UU-nya, perkebunan juga ada UU-nya, jadi menyelesaikannya tidak semudah di atas meja. Memang orang menganggap apabila lahan tersebut sudah diberikan ke departemen pertambangan jika sudah selesai dipergunakan bisa ditanami perkebunan," jelasnya. dtc