Rabu, 31-10-2007 | 21:56:01
* Khawatir Sumber Pencaharian Habis Terkena Proyek
RANTAU, BPOST - Setelah mendatangi rumah Kades Lawahan, Kecamatan Tapin Selatan, Kabupaten Tapin terkait rencana pembangunan jalan angkutan batu bara beberapa waktu lalu, Rabu (31/10) pagi warga mendatangi kantor DPRD Tapin.
Jika sebelumnya warga meminta ganti rugi lahan, kali ini warga menyampaikan sikap menolak pembangunan jalan angkutan khusus batu bara yang melintasi permukiman.
Sesuai rencana, Pemkab Tapin bersama perusahaan investor tambang berencana membangun jalan angkutan khusus batu bara. Sekitar tiga kilometer jalan melintasi Desa Lawahan, yaitu sebelah timur berbatasan dengan Desa Rumintin, Tapin Selatan dan sebelah barat dengan Desa Suka Ramai Kecamatan Tapin Tengah.
Warga khawatir lalu lalang angkutan akan mengancam kesehatan mereka yang tinggal di daerah lintasan. Bahkan bisa berdampak terhadap mata pencaharian karena lahannya habis terkena proyek.
Delapan orang yang datang ke DPRD kemarin mewakili 80 warga yang berdomisili di RT III dan IV Desa Lawahan. Mereka ke DPRD atas persetujuan hasil rapat yang digelar di Desa Lawahan pada Minggu (28/10) malam di rumah Ketua RT IV Hairul bersama warga desa itu.
Sekitar 15 menit menunggu wakil rakyat di kantor DPRD Tapin Jalan Hasan Baseri, Rantau, warga ditemui Ketua DPRD Tapin H Rasyid Ali dan anggota komisi III yang membidangi masalah pembangunan dan lingkungan hidup, M Fadli.
Saat berdialog di ruang komisi III DPRD Tapin, warga menuturkan, proyek pembangunan jalan angkutan batu bara yang melintasi lahan usaha tani masyarakat tidak pernah disosialisasikan kepada masyarakat pemilik lahan.
“Tahu-tahu sudah sampai pada tahap pembebasan lahan,” ujar Syaiful, juru bicara warga RT IV, Rabu (31/10). Karena itu, masyarakat pemilik lahan yang terkena proyek mengadakan musyawarah untuk membahas masalah ini.
Dalam musyawarah, dibuat keputusan bersama seluruh petani untuk menolak pembuatan jalan tersebut. “Debu batu bara yang akan diangkut melalui jalan tersebut akan mencemari lahan usaha pertanian berupa tanaman padi dan kolam ikan tradisional,” ucap Syaiful dibenarkan rekannya.
Selain itu, tambah Syaiful, bisa berdampak mempersempit lahan pertanian, karena lahan pertanian yang tercemar batu bara tidak produktif lagi dijadikan lahan usaha pertanian.
“Karena itu kami tegaskan lagi, pembuatan jalan ini tidak pernah mendapat izin pemilik lahan yang berhak yaitu kelompok tani,”tandasnya.
Perusahaan, bisa saja menerusknan pembangunannya. Tapi jika melewati desa kami proyek harus dibelokkan ke desa lain,” tambah Ketua Badan Perwakilan Desa (Baperdes) Lawahan, Syarifudin. ck2