Saturday, June 27, 2009

2028 Giliran Arutmin Tutup

Sabtu, 30 Mei 2009 | 06:38 WITA

PELAIHARI, SABTU - Kurun waktu 20 tahun mendatang Tanahlaut benarbenar sepi dari ingar bingar tambang batu bara. Pasalnya, setelah PT Jorong Barutama Greston (JBG), giliran PT Arutmin Indonesia (AI) yang akan menutup usahanya.

Manajemen PT AI area tambang Asam Asam, Jumat (29/5), melakukan pra ekpose di lantai II Kantor Bupati Tala. Pertemuan dihadiri Sekda H Ahmad, Kadistamben M Ilyas, dan pejabat instansi terkait lainnya.

Pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam tersebut baru sebatas mencari masukan bagi penyusunan dokumen RBT (rencana penutupn tambang) PT AI. Selanjutnya setelah penyusunan dokumen selesai, manajemen perusahaan tambang multinasional itu akan menggelar ekpose di hadapan Bupati.

Sehari sebelumnya, Kamis (28/5), di tempat yang sama, manajemen PT JBG lebih dulu menggelar ekpose dokumen RBT yang disampaikan oleh Mine Head Ponsak Dejmark. Dihadiri Bupati Tala H Adriansyah.

Jika tambang JBG tutup pada 2018, maka Arutmin tutup pada 2028. Arutmin wilayah tambang Asam Asam sendiri saat ini masih membangun pelsus berkapasitas 3.000 ton per jam. Kontruksinya hampir selesai dan direncanakan Juni depan mulai uji coba.

Pelsus tersebut cukup megah, hampir serupa dengan NPLCT (nort Pulau Laut coal trading) Arutmin di Kotabaru yang namanya telah go international. Panjang pelsus sekitar satu kilometer.

Pada pra ekpose tersebut, terungkap tambang Arutmin di Asam Asam (BU 322) yang meliputi wilayah Kecamatan Jorong dan Kintap diperkirakan habis ditambang kurun waktu 20 tahun ke depan.

Tahun ini Arutmin bahkan memenangkan kontrak sebagai pemasok utama bahan baku (batu bara) untuk PLTU seluruh Indonesia hingga kurun waktu 10 tahun mendatang. Itu sebabnya produksi tahun ini ditingkatkan menjadi 10 juta ton per tahun dari semula hanya tiga juta ton.

Seperti halnya JBG, aktivitas tambang Arutmin juga melibatkan banyak karyawan, termasuk karyawan perusahaan kontraktor yang bermitra dengan Arutmin. Pascapertambangan, sebagian karyawan pun dipastikan bakal kehilangan pekerjaan.

Dihubungi via telepon bagian Kehumasan PT Arutmin Tambang Asam Asam Sensus mengatakan, dokumen RBT selanjutnya akan disusun setelah mendapat masukan dari Pemkab Tala. Ekpose dokumen RBT segera dilakukan jika penyusunan dokumen selesai.

Dirut Baratala Surati Gubernur

Jumat, 29 Mei 2009 | 06:02 WITA

PELAIHARI, JUMAT -Rencana pemberlakuan Perda 3/2008 tentang Larangan Angkutan Tambang dan Perkebunan Lewat di Jalan Umum membuat PD Baratala Tuntung Pandang gundah. Sebab kegiatan tambangnya selama ini sepenuhnya mengandalkan jalan umum.

Informasi diperoleh, saat ini petinggi Baratala sibuk mencari alernatif solusinya. Sejak beberapa hari lalu mereka sibuk berkomunikasi dan berkoodinasi dengan instansi terkait dan stakehouldernya.

Kabarnya petinggi Baratala berusaha meminta dispensasi. Pasalnya jika Perda 3/2008 tersebut diterapkan, kemungkinan eksistensi perusahaan milik Pemkab Tala itu akan goyah, karena selama ini hanya mengandalkan usaha dari tambang bijih besi.

Perda 3/2008 tersebut secara tegas melarang angkutan tambang (batu bara dan bijih besi) dan perkebunan melintasi jalan umum. Kecuali untuk kepentingan rumah tangga atau pengangkutan hasil perkebunan plasma. Ini pun melalui pengetatan tonasenya sesuai kelas jalan.

Padahal tambang bijih besi umumnya hanya bersifat spot atau terpencar-pencar lokasinya mengingat deposit bijih besi menyebar. Ini jauh berbeda dengan batubara yang depositnya mengelompok berupa lempengan besar dalam satu kawasan.

Lantaran depositnya menyebar itulah, menurut sejumlah pihak secara ekonomis pembuatan jalan khusus untuk kegiatan penambangan bijih besi tidak memungkinkan. Pasalnya, biaya pembangunan infrastrukturnya jauh lebih besar dibandingkan produksi yang didapat.

Tambang bijih besi milik Baratala terpusat di Kecamatan Pelaihari, sebagian besar berada di Desa Sungai Bakar Kecamatan Bajuin dan Desa Sumbermulya Kecamatan Pelaihari. Lokasi tambang ini dikitari jalan umum.

Mewakili Dirut Agung Prasetia H, Kepala Divisi Perencanaan Baratala M Riduansyah mengakui rencana penerapan Perda 3/2008 tersebut memaksa pihaknya berpikir keras mencari solusinya.

Antara lain langkah yang akan dilakukan yaitu menyurati Gubernur. "Ada beberapa pasal pada Perda 3/2008 itu yang masih belum jelas. Itu perlu dikonsultasikan kepada Gubernur," sebut Riduansyah.

Deposit Batubara Tinggal 10 Juta Ton

Jumat, 29 Mei 2009 | 06:09 WITA

PELAIHARI, JUMAT - Kabupaten Tanahlaut, Kalsel akan kehilangan salah satu investor besar di sektor tambang batu bara yakni PT Jorong Barutama Greston (JBG). Sekitar lima tahun lagi perusahaan penanaman modal asing itu akan hengkang.

"Pada 2014 kegiatan produksi kami akan berakhir," kata Mine Head PT JBG Pongsak Dejmark usai ekpose rencana penutupan tambang di lantai II kantor bupati, Kamis (28/5).

Pongsak mengatakan, kendati perusahaan yang dipimpinnya mengakhiri kegiatan produksi (penambangan), hingga tiga tahun selanjutnya JBG masih berdiri di Tala. Rentang waktu tersebut merupakan tahapan evaluasi dan monitoring sebagai bagian akhir dari penutupan tambang.

Kegiatan yang dilakukan pada rentang waktu tersebut di antaranya pembongkaran dan pengangkutan sarana/prasarana kerja, termasuk peralatan berat. Kegiatan lainnya yaitu menuntaskan reklamasi eks areal tambang dan pembuatan taman di sekitar stockpile dan pelsus di pesisir Pantai Jorong.

"Itulah konsep pascatambang yang akan kami laksanakan yaitu menghijaukan kembali areal tambang dan menyulap kawasan stockpile dan pelsus menjadi taman yang kelak bisa menjadi aset wisata bagi

Rencana penutupan tambang tersebut, jelas Pongsak, didasari telah menipisnya deposit batu bara yang ada di areal PKP2B perusahaannya. Sisa deposit yang ada saat ini hanya 10 juta ton. Dengan rata-rata produksi dua juta ton per tahun, maka tahun 1024 batu baranya akan habis sehingg pada tahun itu juga kegiatan produksi direncanakan akan dihentikan. Total produksi batubara hingga saat ini sebanyak 20 juta ton.

"Masyarakat tidak perlu kaget dengan rencana penutupan tambang kami. Ini adalah proses wajar dari sebuah usaha. Semua perusahaan tambang saat ini juga menyusun rencana penutupan tambang, karena ini wajib dibuat sesuai Kepmen ESDM nomor 18/2008," beber Pongsak.

Konsekuensi PHK (pemutusan hubungan kerja) diakuinya pasti terjadi. Namun itu akan dilakukan bertahap dalam beberapa tahun mendatang terutama pascatambang. Itu pun tidak seluruhnya di-PHK. Sebagian karyawan dipekerjakan di lokasi tambang grup PT ITM, seperti, di Kaltim dan Kalteng (Muarateweh).

Bupati Diduga Simpan Jatah Angkutan Adaro

Kamis, 28 Mei 2009 | 08:12 WITA

TANJUNG, KAMIS - Pernyataan Bupati Tabalong Rachman Ramsyi bahwa
jatah angkutan 1 juta metrik ton batu bara dari PT Adaro Indonesia untuk Tabalong tidak ada, dibantah anggita DPRD setempat.

"Menurut kami apa yang dikatakan bupati tidak benar. Dari beberapa kali rapat kerja dewan dengan Adaro, disebutkan bahwa yang dikerjakan Perusda TPM (Tanjung Puri Mandiri) selama ini adalah jatah angkutan batu bara yang dimaksud itu," kata anggota DPRD Tabalong dari PAN, Ario Ariadi, Rabu (27/5).

Anggota DPRD lainnya, Ampera Y Mebas mengakui, PT Adaro memang tidak menerbitkan surat secara resmi terkait jatah angkutan batu bara untuk Kabupaten Tabalong. "Faktanya, pembentukan perusda melalui Perda Tabalong Nomor 5/2003 itu, untuk mengelola jatah angkutan batu bara tersebut," kata anggota dari PKPB ini.

Selanjutnya, jelasnya, Djantera Kawi yang ditunjuk sebagai Dirut Perusda membuat surat ke PT Adaro untuk mengelola jatah angkutan itu. Karena perusda tidak punya armada angkutan, akhirnya bekerja sama dengan PT Cakrawala Putera Persada (CPP).

Kalau ternyata jatah angkutan batu bara itu diduga fiktif karena PT Adaro belum pernah menerbitkan surat resmi terkait jatah angkutan tersebut, kata Sugian Nor, itu hanya akal-akalan atau untuk menghilangkan jejak.

"Saya menilai ini ada upaya mengalihkan jatah angkutan batu bara dari PT Adaro tidak lagi untuk daerah. Tapi untuk kepentingan pihak lain atau pribadi," kata Sugian, mantan anggota DPRD Tabalong yang kembali terpilih melalui Partai Hanura.

Sugian mengaku memperoleh informasi, bahwa PT CPP sebagai perpanjangan tangan Perusda TPM yang mengelola jatah angkutan batu bara dari PT Adaro, masih beroperasi. "Tetap jalan (mengangkut). Hanya tidak lagi atas nama PT CPP tetapi sudah ganti nama (perusahaan). Orang- orangnya itu juga," ujarnya.

Kalau dikatakan tidak ada jatah angkutan batu bara dari PT Adaro, Sugian mempertanyakan soal dana yang disetor TPM ke kas daerah, senilai Rp 326,708,710 dari 2005-2008 (data Dispenda Tabalong).

"Perusda setor ke kas daerah itu dasarnya apa. Hasil dari mana kalau tidak dari mengelola jatah angkutan batu bara PT Adaro. Kemudian PT CPP kalau tidak melalui Perusda TPM, dasarnya apa bisa mengangkut batu bara PT Adaro," cecarnya.

Untuk itu, dia meminta kepada lembaga berwenang mengusutnya. Sebelumnya kasus ini telah dilaporkan ke Polres Tabalong, dengan dugaan jatah angkutan batu bara untuk daerah, digunakan untuk keuntungan pribadi.

Menurut Sugian, Bupati Tabalong seharusnya mencari potensi  daerah untuk pendapatan asli daerah (PAD). "Termasuk jatah angkutan batu bara dari Adaro yang bisa untuk PAD. Ini malah tidak dikelola dengan baik," tandasnya.

Buat Laporan Fiktif, Bupati Bekukan Perusda TPM

Rabu, 27 Mei 2009 | 08:00 WITA

TANJUNG, RABU  - Merebaknya informasi bahwa PT Adaro Indonesia memberikan jatah angkutan satu juta metrik ton batu bara terhadap Pemerintah Kabupaten Tabalong diduga fiktif.

Pasalnya, perusahaan tambang batu bara terbesar di wilayah utara propinsi Kalimantan Selatan itu tidak ada menerbitkan surat resmi terkait jatah angkutan emas hitam tersebut.

"Sampai sekarang tidak pernah dikeluarkan suratnya. Informasi jatah angkutan satu juta metrik ton dari PT Adaro untuk daerah Tabalong itu tidak ada," kata Bupati Tabalong Rachman Ramsyi di kantornya, Selasa (26/5).

Keterangan bupati itu menepis rumor tentang besarnya jatah angkutan batu bara PT Adaro Indonesia yang dikelola Pemkab Tabalong melalui Perusahaan Daerah (Perusda) Tanjung Puri Mandiri (TPM) sejak 2005 lalu.

Seperti diberitakan, Perusda TPM yang dibentuk berdasar Peraturan Daerah Tabalong Nomor 5/2003. Tujuannya, untuk mengelola jatah angkutan batu bara PT Adaro Indonesia yang jumlahnya diduga mencapai satu juta metrik ton per tahun.

Melalui Surat Keputusan Bupati Tabalong No 110/2003 semasa bupati Noor Aidi, ditunjuk Djantera Kawi sebagai Dirutnya.

Untuk mengelola jatah angkutan PT Adaro itu, Perusda TPM menjalin kerja sama dengan PT Cakrawala Putera Persada (CPP)

Namun, berdasar data Dispenda Tabalong untuk realisasi pendapatan asli daerah (PAD, sejak beroperasi 2005 sampai 2008 TPM hanya menyetorkan Rp 326,708,710. Alasannya, TPM hanya mendapat fee sebesar 2,5 persen dari kontrak PT CPP dengan PT Pama.

Dalam perkembangannya, Djantera Kawi yang ditunjuk sebagai dirut Perusda dilaporkan ke Polres Tabalong karena diduga melakukan korupsi pendapatan Perusda TPM. Namun, sampai saat ini belum jelas penyelesaian kasusnya.

Informasi diperoleh, Perusda TPM mampu mengelola angkutan sekitar 23 ribu metrik ton per bulan. Untuk setiap metrik ton batu bara yang diangkut, PT Pama memberikan ongkos Rp 38 ribu. Dipotong pajak, solar, sopir dan pekerja lainnya, total diterima sekitar Rp 25 ribu per ton.

Dengan demikian, total penerimaan PT CPP per bulan mengangkut batu bara dari PT Pama minimal sebesar Rp 575 juta atau Rp 6,9 miliar per tahun.

"Untuk itu, kepengurusan Perusda TPM telah kita bekukan dan sampai sekarang tidak ada kegiatan. Karena menurut informasi tidak pernah untung, rugi terus," jelas Rachman seraya mengatakan bahwa Djantera tidak lagi menjabat dirut Perusda TPM.

Tonase Angkutan Batubara Pernah Dibatasi, Tapi Tetap Ditabrak

Selasa, 26 Mei 2009
Mengatur angkutan batubara, terutama daya muat (tonase) bukan perkara mudah. Pemprov Kalsel misalnya, pada tahun 2007 pernah membuat regulasi pembatasan muatan angkutan batubara, tidak boleh melebihi 6 ton. Awalnya berjalan lancar karena diawasi ketat. Begitu longgar, aturan pun ditabrak. Karena tak bisa diatur itulah, akhirnya tercetus gagasan untuk melakukan pelarangan angkutan batubara menggunakan jalan umum. Maka, lahirlah Perda No 2/2008.

Fitrie Ansorullah, Banjarmasin

WAKTU menunjukkan pukul 15.00 sore. Konvoi truk batubara mulai bergerak dari stockpile di puluhan titik di Kabupaten Tapin dan Banjar. Ribuan jumlahnya. Satu persatu bergerak perlahan menuju pelabuhan untuk di-loading. Ada yang menuju pelabuhan khusus Sungai Puting (Tapin), ada pula yang menuju Banjarmasin.

Barisan truk batubara tersebut seperti tak pernah istirahat. Tiap hari, jalan negara sepanjang ratusan kilometer dari Kabupaten Tapin hingga Banjarmasin dilindas truk bermuatan di atas 10 ton.

Padahal, kekuatan jalan yang dibangun di bumi Lambung Mangkurat ini hanya bisa menahan maksimal 8 ton beban. Jalan rusak? Itu sudah pasti. Sepanjang tahun, jalan tersebut tak pernah mulus. Setiap tahun dilakukan perbaikan, belum seumur jagung jalan kembali rusak. Ratusan milyar uang negara musnah digilas truk batubara. Apa yang bisa dinikmati rakyat Kalsel?

“Itu salah satu kerugian daerah dan negara. Jalan yang dibangun dengan dana tak sedikit tak bisa berumur panjang. Sedangkan kontribusi atau royalti dari hasil batubara, setahun cuma Rp 85 miliar yang diterima Kalsel. Tak sebanding dengan kerusakannya. Belum lagi, keuntungan apa yang diterima rakyat di Kalsel terhadap angkutan batubara tersebut? Tak jelas, malah lebih banyak mudharatnya,” kata Gubernur Kalsel H Rudy Ariffin.

Tak cuma infrastruktur jalan, bahkan jembatan kembar di Kabupaten Banjar, Martapura I dan II, diduga terjadi retak pondasi karena berlebih-lebihannya angkutan batubara dalam hal tonase.

Gubernur Kalsel pada 2007 lalu pernah memberlakukan pembatasan tonase angkutan batubara. Tiap truk pengangkut batubara yang melintas di jalan umum, tidak boleh melebihi 6 ton.

Pada awalnya, karena dijaga ketat oleh tim terpadu, regulasi tersebut bisa berjalan baik. Begitu pengawasan mengendor, kembali para pengusaha batubara bikin ulah. Regulasi ditabrak, truk kembali mengangkut batubara dengan muatan berlebih-lebih.

“Kita seperti dipermainkan. Nah dari pada rakyat makin sengsara dan menderita, muncullah gagasan angkutan truk batubara tidak boleh lagi menggunakan jalan umum. Mereka harus bikin jalan khusus. Tapi, harus ada payung hukumnya agar mengikat. Maka, diajukanlah peraturan daerah ke DPRD Kalsel. Perda itu kemudian dikenal dengan Perda No 3/2008,” ujarnya.

Para pengusaha pertambangan batubara kaget. Keberanian Pemprov dan DPRD Kalsel yang melahirkan Perda tersebut bikin mereka tak karuan. Kembali, pemerintah daerah pun memberikan toleransi. Berdasarkan komitmen bersama semua pihak, para pengusaha diberi batas waktu 1,5 tahun untuk membangun jalan khusus. Batas akhirnya tanggal 23 Juli 2009.

Rencana pelarangan angkutan batubara menggunakan jalan umum ini akhirnya disambut suka cita, oleh hampir seluruh masyarakat di Kalsel. Mereka sudah tak sabar menanti tanggal tersebut.

Suasana aman dan nyaman berlalu lintas di sepanjang jalan antara Banjarmasin hingga Kabupaten Tabalong pun kembali menjadi mimpi warga yang akan terwujud. Maklumlah, sudah hampir 14 tahun, para pengguna ratusan kilometer jalan tersebut terganggu dengan aktivitas angkutan batubara. Mereka membayangkan, tak ada lagi debu hitam yang beterbangan, korban ditabrak truk ugal-ugalan, bising suara mesin diesel, dan jalan yang rusak parah. Akankah itu terwujud? Kita tunggu 23 Juli 2009. ***

Pelarangan Karena Aspirasi Masyarakat

Selasa, 26 Mei 2009
BANJARMASIN – Jalan khusus tambang batubara memang sudah sepatutnya diberlakukan, mengingat dampak negatifnya bagi kepentingan masyarakat luas bila tetap menggunakan jalan umum. Namun, ada pula pihak yang beranggapan jika pelarangan tersebut terlalu dipaksakan.

Anggota DPRD Kalsel SJ Abdis misalnya, menganggap Perda Nomor 3 Tahun 2008, terlalu dipaksakan penerapan perda tersebut. Mengapa? Ia menyebut, Perda tersebut dibuat bertentangan dengan UU Minerba. Perda tidak membolehkan mempergunakan jalan umum sebagai lintasan jalan tambang batubara tetapi UU Minerba tak memberikan ikatan kepada alat angkutan batubara untuk mempergunakan jalan umum.

Lalu, bagaimana solusinya? Agar Perda Nomor 3 Tahun 2008 tidak bersinggungan dengan UU Minerba, ada baiknya cetus Abdis, DPRD Kalsel bersama Pemprov Kalsel melakukan judicial review terhadap Perda Nomor 3 Tahun 2008 yang diajukan ke Mahkamah Konstitusional (MK).

“Kita ini negara hukum, sedangkan semua tahu bahwa undang-undang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada perda. Walaupun undang-undang baru saja disahkan dibandingkan perda yang lebih dulu pengesahannya, tetap saja lebih tinggi undang-undang. Lagian, kita belum tahu, apakah perda itu disetujui atau tidak pengesahannya oleh Mendagri. Kalau ingin menyelamatkan rakyat, caranya harus melakukan judicial review,” kata Abdis, kemarin.

Sekdaprov Kalsel Drs H Muchlis Gafuri yang dimintai tanggapannya berkenaan dengan pemberlakuan jalan khusus tambang batubara sebagai implementasi Perda Nomor 3 Tahun 2008 telah berlawanan UU Minerba, menerangkan, merunut dari pembentukan Perda Nomor 3 Tahun 2008 maka perda itu lahir karena keinginan masyarakat.

“Kalau kita berandai-andai, pemerintah terbagi dua yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah pusat harus memahami persoalan di daerah dengan tidak otoriter dan daerah punya otonomi,” katanya.

Dipaparkan, penerapan jalan khusus tambang batubara setelah Gubernur Kalsel bersama institusi terkait membaca situasi daerah. Penerapan bukan atas kemauan Gubernur Kalsel tetapi pemerintah.

Penafsirannya, Pemprov Kalsel juga telah mengingatkan pengusaha tidak menjadikan perda sebagai kambing hitam dan kepentingan sesaat tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat. Pengusaha harus menghormati masyarakat. Apalagi, pengusaha diberikan waktu panjang satu setengah tahun menyelesaikan pembuatan jalan khusus tambang batubara.

“Persoalannya, pemerintah seakan diadu dengan pengusaha. Ini keliru,” ujar Sekdaprov.

Lahirnya Perda Nomor 3 Tahun 2008, terjadi didasari komplain masyarakat. Perda mengatur kelancaran dan keselamatan masyarakat. Memandang UU Minerba, terlalu sempit menerapkannya di Kalsel yang mempunyai jalan dua arah dan space jalan terlalu kecil untuk lintasan khusus tambang batubara. Berbeda dengan Jakarta yang punya jalan tol. “Space jalan kita kecil dan menggunakan dua arah, berbeda jalan tol di Jakarta dengan jalan satu arah dan lebar. Tak mungkin kita terapkan UU Minerba. Kalau kita terapkan UU Minerba, bagaimana nanti kalau ada mobil angkutan batubara dengan ban sepuluh atau dua belas lewat di jalan Kalsel?. Kita lihat situasi didaerah, UU Minerba itu nasional,” kata Muchlis Gafuri.

Judicial Review Perda Nomor 3 Tahun 2008? Sekdaprov Kalsel menilai, boleh-boleh saja melakukannya karena itu hak masyarakat. Tapi, pemerintah tentu melihat situasi untuk melakukannya dan wewenang gubernur mendahulukan kepentingan masyarakat.

Rudy: Pengusaha Tak Siap, Silakan Istirahat Produksi

Jumat, 22 Mei 2009 | 20:19 WITA

BANJARMASIN, JUMAT - Sebanyak 70 pewakilan pengusaha mengikuti rapat koordinasi (rakor) Sosialisasi Implementasi Peraturan Daerah (Perda) Provinsi  Kalsel No3 tahun 2008.

Acara yang dihadiri 4 unsur muspida TNI/Polri dan instns lainya sekitar 200 orang dilaksanakan di Hotel Sultan, Jumat (22/5).

Dalam sambutanya Gubernur Kalsel H Rudy Ariffn mengatakan tujuan sosialisasi agar pengusaha dapat memahami dan tidak ada tawar menawar.

Rudy menegaskan, angkutan batu bara yang kedapatan lewat di jalan negara bisa kena sanksi 6 bulan penjara atau denda maksimal Rp50 juta.

Dalam sosialisasi Perda Tahun 2008 itu para pengusaha yang hadir masih berupaya menawar pelaksanaan yang dijadwalkan optimal pada 23 Juli 2009.

Mereka balasan belum siap, termasuk investor yang membangunn jalan.

Meski demikian Gubernur Kalsel tetap bergeming. "Kalau tidak siap ya monggo, istirahat produksi dulu. Pasalnya kita tetap proteksi rakyat," kata Rudy.

Rudy: Pokoknya Angkutan Batu Bara Dilarang!

Jumat, 22 Mei 2009 | 06:14 WITA

BANJARMASIN, JUMAT  - Keputusan Gubernur Kalsel Rudy Ariffin melarang angkutan batu bara menggunakan jalan negara per 23 Juli 2009 sudah bulat. Siapapun yang mengemudikan angkutan bermuatan batu bara di jalan raya akan ditangkap dan diproses hukum.

Bahkan, pemprov rela mengeluarkan ratusan juta rupiah untuk sosialisasi kepada para pengusaha pertambangan. Sosialisasi digelar di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (22/5).

Selain ratusan pengusaha, turut diundang mendampingi gubernur yakni Pangdam VI Tanjungpura Mayjen Tono Suratman, Kapolda Kalsel Brigjen Untung Rajab, Danrem 101 Antasari Kolonel Heros Paduppai, para kapolres dan tentu saja bupati serta wali kota di seluruh Kalsel.

"Ya kita akan sosialisasikan kepada mereka bahwa kebijakan ini sudah tidak bisa ditawar lagi. Selama ini kalau kita undang para pengusahanya tidak pernah datang dengan alasan direksinya di Jakarta. Karena itu lokasi acara kita pilih di Jakarta untuk mendekatkan dengan para direksi perusahaan pertambangan itu," jelas Rudy usai peringatan Harkitnas, Rabu lalu.

Rudy menegaskan pertemuan dengan para pengusaha itu sekadar sosialisasi dan pemberitahuan. Sebab mereka tetap harus melaksanakan peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah Kalsel tersebut.

"Pokoknya per 23 Juli nanti tidak ada lagi angkutan batu bara yang lewat jalan umum. Sudah lama kita menderita. Sekarang kita pilih selamatkan masyarakat atau orang per orang. Sementara tidak sebanding dengan royalti per tahun yang cuma Rp 8 miliar," tandas Rudy.

Keputusan tersebut, menurut Rudy, sesuai dengan Perda Nomor 3 Tahun 2008 tentang Penggunaan Jalan Khusus untuk Angkutan Barang Tambang dan Perkebunan Besar. Pelaksanaannya akan dikawal aparat tim terpadu yang beranggotakan personel TNI, Polri dan unsur muspida lainnya.

Saat ditanya dampaknya terhadap suplai ke PLTU Asam Asam, Rudy menyatakan permasalah justru makin kompleks karena PT PLN yang sudah punya kontrak dengan PT Jorong Barutama Greston (JBG) tapi masih membeli dari truk-truk kecil yang meminta dispensasi lewat jalan umum. Padahal kualitas batu bara dari truk-truk kecil itu tidak terjamin sehingga dapat menyebabkan PLTU harus sering menjalani perawatan.

"Tidak ada alasan minta dispensasi. PLN sudah ada JBG, kalau tidak cukup mau beli dari Adaro juga tidak apa karena bisa diangkut pakai tongkang. Kalau minta dispensasi nanti semua minta," kata Rudy.

Selama ini angkutan batu bara menimbulkan polusi, kemacetan hingga kecelakaan. Selain itu membuat jalan cepat rusak. Rudy menjelaskan klasifikasi jalan di Kalsel cuma 3B yakni hanya mampu menahan beban sekitar delapan ton. Sedangkan angkutan batu bara yang kerap melintasi lebih dari 20 ton.

Dikaitkan dengan UU Minerba yang tidak melarang angkutan batu bara melintas di jalan umum, Rudy mengatakan pemerintah daerah  berhak membuat aturan sesuai kondisi daerah.

Dia pun menyatakan tidak keberatan bila Perda Nomor 3 Tahun 2008 diuji materil. Alasannya, peraturan seharusnya dibuat untuk kepentingan rakyat.

Pengamat Ekonomi Unlam, Syahrituah Siregar, mendukung langkah tegas Pemprov Kalsel memberlakukan Perda Nomor 3 Tahun 2008. Namun, dia mengingatkan pemerintah daerah agar jangan sampai disetir pengusaha. Soalnya selama pemerintah daerah tidak punya posisi tawar yang baik. Sosialisasi di Jakarta sebagai salah satu buktinya.

"Masa mereka yang keruk kekayaan alam di sini tapi tidak peduli. Sampai-sampai pemprov yang harus datang ke Jakarta," ujar Syahrituah. Dia juga mengingatkan agar pertemuan itu menjadi ajang tawar-menawar ulang.

Dari sisi ekonomi, Syahrituah mengatakan larangan angkutan batu bara melalui jalan umum justru membuat usaha rakyat lebih lancar. Soalnya tidak ada lagi kemacetan dan kerusakan jalan.

Puluhan Gadis Cantik Serbu PT Arutmin

Kamis, 21 Mei 2009 | 14:17 WITA

PELAIHARI, KAMIS - Untuk pertama kalinya, para duta lingkungan Kabupaten Tanahlaut (Tala) yang baru saja terpilih melalui ajang pemilihan beberapa hari lalu, turun ke lapangan guna mengaktualisasikan kecintaan mereka pada lingkungan.

Pagi tadi mereka yang berjumlah sekitar 50an orang bertolak ke peusahaan tambang batu bara PT Arutmin di Desa Asam-asam Kecamatan Jorong. Agenda tesebut difasilitasi Badan Lingkungan Hidup Tala.

Stockpile, Sekali Tutup Tetap Tutup!

Kamis, 21 Mei 2009 | 08:50 WITA

BANJARMASIN, KAMIS  - Stockpile yang berada di wilayah Kota Banjarmasin nasib bakal benar-benar berakhir. Wali Kota H Achmad Yudhi Wahyuni tetap pada pendiriannya tidak akan memberikan dispensasi untuk izin penampungan batu bara itu.

Stockpile di Kota Banjarmasin    terbanyak berada di tepian Sungai Barito terutama di Kelurahan Pelambuan, Kecamatan Banjarmasin Barat.

Dengan berakhirnya izin stockpile, menurut Yudhi, berarti keberadaannya ilegal dan itu sudah merupakan kewenangan pihak kepolisian.

Yudhi menegaskan, telah mengambil keputusan untuk tidak memperpanjang lagi perizinan stockpile di Pelambuan. "Tutup ya tutup! Izinnya berakhir, tidak akan diperpanjang. Bila tetap beroperasi, ilegal! Selanjutnya, untuk pelaksanaan pengamanan, menjadi kewenangan polisi," kata Yudhi, (20/5).

Sikap tegas Yudhi itu sejalan dengan rencana Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan yang melarang angkutan batu bara melewati jalan negara yang diberlakukan mulai 23 Juli 2009.

Disinggung beredarnya kabar ada pengusaha mengajukan izin dispensasi hingga 23 Juli, wali kota mengatakan, dirinya menerima permohonan itu.

"Saya sudah setop, ya setop tidak perpanjang lagi. Izin operasional stockpile adalah HO. Bila HOnya tadi tidak diperpanjang maka sama halnya itu ilegal," tandasnya.

Anggota Komisi I DPRD Banjarmasin, Gt Fauziadi, mengatakan karena izin operasionalnya sudah berakhir, semestinya perusahaan tidak boleh lagi melakukan bongkar muat di stockpile.

"Mesti ada sikap tegas Pemko, apakah ditutup ataukah diperpanjang. Kalau ditutup, juga mesti cepat keputusannya sehingga ada alternatif solusi," katanya.

Kebijakan Baru Perusahaan Pertambangan

Jumat, 15 Mei 2009 | 06:22 WITA

BANJARMASIN, JUMAT - Untuk menjaga kelestarian alam, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan memberlakukan kebijakan baru terkait persetujuan komitmen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) oleh perusahaan pertambangan.

Perusahaan pertambangan --khususnya pemegang izin PKP2B-- yang mengajukan izin Amdal baru, harus menandatangai komitmen pemanfaatan lubang bekas galian setelah ditambang.

Melalui kebijakan tersebut, pemprov ingin mendapatkan jaminan dari perusahaan agar tidak meninggalkan lubang-lubang dalam bekas galian yang telantar dan malah berpotensi menimbulkan bencana alam.

Hal itu disampaikan Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kalsel, Rachmadi Kurdi, Kamis (14/5). Menurut Rachmadi saat ini perusahaan pertambangan besar yang sedang mengajukan izin Amdal baru adalah PT Adaro Indoneia.

"Lubang-lubang di tambang milik PT Adaro harus bisa digunakan atau dimanfaatkan sebelum ditinggalkan. Misalnya untuk hydropower, irigasi atau air PDAM. Itu harus dilaksanakan Adaro. Kalau tidak, maka Amdal baru yang diajukan Adaro tidak disetujui pemerintah," katanya.

Selama ini, lanjut Rachmadi, lubang-lubang bekas galian pertambangan belum dikelola optimal. Kalau Adaro memenuhi syarat itu, dibolehkan meningkatkan produksi 45 juta ton per tahun.

Saat ini Adaro memiliki empat lubang, kedalamannya rata-rata 200 meter dengan total luas 15 kilometer.

"Dulu bentuknya komitmen saja. Sekarang harus ada MoU atau perjanjian hitam di atas putih yang diteken Menteri Lingkungan Hidup, gubernur, dan kepala daerah setempat," tambahnya.

Kebijakan itu tidak cuma untuk Adaro, tapi perusahaan pertambangan besar lainnya di Kalsel seperti PT Arutmin maupun Jorong Barutama Greston (JBG). Jika terealisasi, maka kebijakan tersebut akan menjadi percontohan daerah lainnya di Indonesia.

Rachmadi juga menyebutkan, beberapa waktu lalu BLH Kalsel melakukan penelitian di sejumlah perusahaan pemegang kuasa pertambangan (KP), dua di Tanahlaut, dua di Tanahbumbu, empat di Banjar dan tiga di Tapin.

Hasil pantauan, ternyata sebagian besar pengelola KP belum menjalankan kaidah operasional pertambangan dengan benar. Di antaranya air limbah tidak diolah dengan benar dan tidak ada revegetasi.

Karena BLH tidak berwenang mencampuri secara langsung, sehingga kebijakan dikembalikan ke pemerintah daerah masing-masing. Untuk itu BLH merekomendasikan kepada bupati yang di wilayahnya ada KP untuk memberikan teguran atau peringatan kepada perusahaan yang melanggar.