Saturday, July 29, 2006

Truk Batu Bara Dikawal

Sabtu, 29 Juli 2006

Pungutan Liar Bisa Mencapai Rp 80.000 per Kendaraan

Banjarmasin, Kompas - Sekitar 1.000 truk yang mengangkut batu bara di Kalimantan Selatan terpaksa dikawal aparat kepolisian dan prajurit TNI dalam perjalanan menuju tempat penampungan akhir di dekat Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin.

Pengawalan yang berlangsung semalaman, hingga Jumat (28/7) dini hari, itu dilakukan untuk mencegah pungutan liar yang belakangan ini marak di jalan.

Perjalanan dengan pengawalan tersebut berlangsung aman. Tidak satu orang pun mengajukan pungutan liar. Meski demikian, petugas menyita beberapa meja dan kursi di beberapa lokasi pungutan liar. Perabotan itu biasanya diletakkan di tengah jalan, tempat pemungut liar beroperasi.

Kepolisian Kota Besar Banjarmasin mencatat ada 16 pos pungutan liar atau portal. Pos tersebut berada di sepanjang Jalan Gubernur Soebarjo—juga dikenal dengan nama Jalan Lingkar Selatan—hingga Jalan Pangeran M Noer di Kelurahan Pelabuan.

Pos pungutan liar kebanyakan berupa gardu lengkap dengan penerangan listrik, meja, kursi, dan televisi. Akan tetapi, ada juga yang membuat tempat penyetopan dengan cara meletakkan drum atau ban bekas yang diberi lampu pengatur lalu lintas kendaraan.

Besarnya pungutan bervariasi, mulai dari Rp 1.000 sampai Rp 5.000 per truk. Pungutan liar seperti itu membuat setiap sopir harus mengeluarkan Rp 16.000 hingga Rp 80.000 per truk per perjalanan.

Kalau setiap malam 1.000 truk pengangkut batu bara melintas menuju Pelabuhan Trisakti, berarti jumlah pungutan liar sedikitnya Rp 16 juta per hari.

Kepala Kepolisian Kota Besar Komisaris Besar Djoko Prastowo mengatakan, pengawalan yang dilakukan aparat keamanan itu untuk memastikan tidak ada lagi pungutan liar di jalan-jalan.

Sudah diberi tahu

Dua pekan sebelumnya, imbauan agar pungutan liar dihentikan sudah disampaikan. "Sebelumnya, seluruh polisi juga sudah diberi peringatan tidak lagi melakukan pungutan ilegal di sepanjang jalan tersebut. Jadi, kalau tidak ada yang ditangkap bukan karena operasi bocor, melainkan sudah diberi tahu sebelumnya," kata Djoko.

Pungutan dilakukan atas nama warga setempat dengan alasan warga dirugikan akibat debu kendaraan atau alasan lainnya. Namun, kenyataannya hal itu tidak sepenuhnya benar.

Kegiatan ilegal tersebut, menurut Djoko, sudah pernah ditertibkan, tetapi kembali bermunculan. "Ironisnya lagi, pungutan itu hanya untuk segelintir orang. Pemerintah daerah sendiri tidak pernah memberi izin atau persetujuan untuk kegiatan tersebut. Kalaupun ada pungutan, saya minta nantinya hanya satu pintu dan itu resmi ada izin dari pemerintah daerah setempat. Tidak seperti selama ini, seenaknya melakukan pungutan di jalanan," kata Djoko.

Ia juga mengungkapkan, polisi menemukan adanya kasus pungutan parkir kendaraan yang dilakukan oknum Dinas Perhubungan Kota Banjarmasin. Untuk masalah ini, Djoko sudah mengimbau agar hal tersebut segera dihentikan. (FUL)

Portal Batubara Ditertibkan

Radar Banjarmasin; Jumat, 28 Juli 2006

Tak Ada Aksi Perlawanan Warga
BANJARMASIN – Untuk merespon keluhan mayoritas pengusaha batu bara terhadap pungutan liar (pungli), Jajaran Poltabes Banjarmasin berkerja sama dengan Dinas Perhubungan, TNI dan Pemkot, tadi malam bergerak serentak menertibkan portal-portal liar di kawasan Banjarmasin Barat dan Selatan. Penertiban itu direncanakan sampai pagi ini.

Sebelum penertiban ini, persoalan portal sudah pernah beberapa kali dirundingkan dengan warga setempat. Dari persoalan jumlah portal yang boleh memungut sampai uang pungutan itu sendiri selalu saja mengalami kebuntuan. Kalau pun muncul kesepakatan acap kali terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh warga yang mengadakan portal itu. Menanggapi itu, Kapoltabes Banjarmasin Kombes Pol Drs Djoko Prastowo mengajak semua instansi terkait untuk berupaya menertibkan semua portal-portal tak resmi. Dari 16 portal yang ada di kawasan Banjarmasin Barat dan Selatan hanya ada 1 portal yang resmi dan tidak ditutup.

Sejak sore kemarin, petugas sudah berada di titik-titik portal-portal liar. Dari pantauan di lapangan, tepat pada pukul 20.22 truk angkutan pertama batu bara masuk wilayah Banjarmasin Barat. Terlihat truk-truk tersebut dikawal petugas dari TNI, Polisi, DLAJ dan Satpol PP. Untungnya, sampai tadi malam, walaupun terlihat banyak warga yang biasanya melakukan pungutan tetap duduk di sekitar portal-portal yang ditertibkan, namun penertiban itu tetap berlangsung aman.

Menurut Kapoltabes Banjarmasin melalui Kapolsekta Banjarmasin Barat AKP Toetoes SW, portal itu adalah bentuk premanisme yang harus diberantas. “Karena portal liar itu sama dengan bentuk premanisme maka sudah saatnya untuk diberantas,” ujarnya. (dla)

Rel Batubara Masih Mimpi!

Radar Banjarmasin - Jumat, 28 Juli 2006

BANJARMASIN - Kendati tetap memberikan kontribusi ke kas daerah dalam bentuk landrent (iuran tetap) dan royalti (iuran eksplorasi dan iuran eksplotasi), tetap saja pertambangan batubara menimbulkan permasalahan di Kalsel.

Tak hanya berkaitan dengan dampak lingkungan, soal tambang batubara ini juga bermasalah pada sektor transportasinya. Kendati diharuskan membuat jalan tambang sendiri dari areal pertambangan hingga lokasi stockfile, nyatanya hingga kini truk batubara tetap saja melintasi jalan umum. Kendati waktu melintasi dibatasi, tetap saja truk-truk besar ini dikeluhkan pengguna jalan lain. Lihat saja setiap pukul 17.00 hingga pukul 06.00, angkutan batubara ini melewati Jl A Yani Km 26,900, Jalan Lingkar Selatan, menuju kawasan Pelabuhan Trisakti.

Pemprov Kalsel pun terlihat tak dapat berbuat banyak. Meski pada perusahaan Kontrak Karya dan PKP2B serta KP diwajibkan membuat jalan tambang, namun di sisi lain tidak ada satu pun peraturan yang melarang angkutan bahan galian melalui jalan umum.

Mimpi indah sebenarnya pernah dilontarkan Pemprov Kalsel, dengan merencanakan pembangunan rel khusus kereta api pengangkut baru. Pembangunan rel kereta api ini sinergis dengan Trans Borneo Mindanao Railway Network. Kendati telah dilakukan ekspose pada awal tahun 2006 lalu, nyatanya rel kereta api itu masih tak jelas kapan dibangun hingga seakan-akan sebatas mimpi saja.

Secara tersirat, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kalsel Ir Sukardhi pun tak dapat memastikan kepastian rel kereta api tersebut akan direalisasikan. "Wacana rel batubara sudah awal tahun lalu, namun semua itu tergantung dengan kemampuan investor," ujarnya seusai Pembukaan "Seminar Ilmiah Solusi Transportasi Pertambangan Kalsel di Politeknik Negeri Banjarmasin", kemarin.

Kendati begitu, mimpi rel kereta api tersebut tetap terus diwujudkan Dinas Pertambangan dan Energi. Bahkan, saat ini Sukardhi mengungkapkan bahwa investor sedang melakukan kajian kelayakan. "Namun kapan pastinya, tentu saja tergantung investor," ujarnya yang mengaku lupa nama investor tersebut.

Diakui pria yang pernah dipercaya Gubernur Sjachriel Darham sebagai Penjabat Bupati Tanah Bumbu ini, pembangunan rel khusus kereta api batubara tersebut merupakan solusi terbaik sistem transportasi batubara di Kalsel, karena sama sekali tak akan melintasi fasilitas milik publik. "Itu sebenarnya sistem transportasi jangka panjang, apalagi cadangan batubara di Kalsel masih banyak," tegasnya. Dari data Dinas Pertambangan dan Energi, cadangan batubara di Kalsel mencapai 5.600.000.000 Metrik Ton.

Dijabarkan Sukardhi, Dinas Pertambangan dan Energi tetap saja tak tinggal diam dengan sistem transportasi batubara di Kalsel dengan menawarkan pola jangka pendek. Caranya, dengan melakukan sosialiasi ke daerah-daerah penghasil batubara agar merangkul perusahaan batubara berskala kecil untuk membentuk konsersium. Dengan pola seperti ini, diharapkan perusahaan ini dapat bersama-sama membangun jalan tambang baru. "Kalau perusahaan berskala kecil ini sendiri-sendiri, tentu saja sangat terasa berat," tandasnya.

Lagi-lagi Dinas Pertambangan dan Energi ini terbentur dengan otonomi daerah. Dijabarkan Sukardhi, wewenang pembentukan pola bersama itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab Bupati/Walikota. "Kami ini sekadar memberi sosialiasi saja," tandasnya.

Sementara itu, Ketua PERHAPI (Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia) Pusat Abdul Latif Baley mengungkapkan, potensi yang dimiliki Kalsel sangat memerlukan keberadaan prasarana dan sarana transportasi yang andal efesien dan efektif untuk pengembangan dan pengelolaannya. Pada makalahnya, Abdul Latif mengungkapkan bahwa batubara Kalsel memiliki kira-kira 30 persen dari total persedian Indonesia dan diharapkan tahun 2010, persedian batubara sebanyak 30,6 juta ton akan meningkat pada tahun 2020 menjadi 50,4 juta ton. "Batubara yang diangkut menggunakan truk dan kapal sepantasnya berganti dengan jalur kereta api," katanya.

PERHAPI kemudian mengungkapkan rencana infrastruktur baru transportasi batubara di Kalsel dengan menggunakan seleksi terminal batubara yang terbagi 4 pelabuhan. Yakni, terminal batubara Pulau Laut Utara/NPLCT yang telah ada, Terminal Besar Indonesia (IBT), dan 2 pelabuhan baru di Pelabuhan Tanjung Selatan dan Pelabuhan Tanjung Baru. "Pelabuhan Tanjung Selatan berletak di ujung selatang Kalsel untuk menangani konsesi pertambangan bagian barat dan porsi konsesi bagian selatan. Sementara Pelabuhan Tanjung Baru terletak di wilayah utara pada Teluk Klumpang di Timur Laut Kalsel untuk menangani konsesi di wilayah timur laut," ujarnya. (pur)

Friday, July 28, 2006

10.444 Ha Lahan Tambang Tidak Direklamasi

Jumat, 28 Juli 2006

Banjarmasin, Kompas - Pada April 2006 pihak Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah mencatat, 10.444 hektar dari 12.944 hektar areal tambang batu bara yang selesai dieksploitasi belum direklamasi.

Sebagian besar lahan itu dibiarkan menganga berupa lubang besar atau danau karena sudah terisi air hujan. Data itu dikemukakan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kalimantan Selatan (Kalsel) Rahmadi Kurdi, Kamis (27/7) di Banjarmasin.

"Areal bekas tambang batu bara yang tidak direklamasi ada di kawasan penambangan ilegal dan legal," ujar Rahmadi. Sesuai perjanjian awal, penambang legal berkewajiban mereklamasi sampai izin berakhir.

Tuntutan untuk mereklamasi sulit diterapkan pada penambangan tanpa izin (peti) karena mereka bermodal kecil. Luas bukaan tambang peti mencapai 2.944 hektar (ha).

Lubang tambang yang tak direklamasi ada di Kabupaten Kotabaru, Tanahbumbu, Tanahlaut, Banjar, Tapin, dan Hulu Sungai Selatan. Reklamasi akhirnya menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten karena mereka sendiri yang lalai melakukan pengawasan.

Banyak petugas Pembina dan Pengawasan Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) tidak diaktifkan sebagaimana mestinya.

15 perusahaan

Rahmadi menjelaskan, sekitar 15 perusahaan berizin Perjanjian Kuasa Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) dan perusahaan pemegang izin kontrak karya (KK) membuka tambang seluas 10.000 ha. Sekitar 2.500 ha di antaranya sudah direklamasi dan 1.100 ha sudah ditanami.

Lahan tambang PKP2B dan KK yang belum direklamasi ada di Kabupaten Kotabaru, Tanahbumbu, Tanahlaut, Banjar, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Balangan, Tabalong, dan Kota Banjarbaru.

Menurut Rahmadi, Pemerintah Provinsi Kalsel kesulitan memantau penggunaan dana royalti yang ada di perusahaan, terutama dana reklamasi yang sudah disetorkan perusahaan atau yang masih disimpan karena tidak ada laporannya.

Di Kalsel ada 326 perusahaan pertambangan yang memiliki izin kuasa pertambangan (KP) yang dikeluarkan enam bupati. Sekitar 300 izin KP itu lokasi tambangnya tumpang tindih dengan kawasan kehutanan, perkebunan, pertanian, areal pertambangan milik PKP2B, dan dengan pemegang KP lainnya.

"Kondisi ini harus menjadi perhatian serius karena tidak saja merugikan negara, tetapi juga menyebabkan ancaman kerusakan lingkungan makin sulit dikendalikan," kata Rahmadi.

Kepala Dinas Pertambangan Kalsel Soekardi mengakui, ratusan pemilik izin KP tersebut tidak pernah melaporkan jumlah produksi dan pembayaran royalti.

"Yang ironis, kebanyakan mereka tidak memiliki kepala teknik tambang, sedangkan pihak pemerintah kabupaten setempat tidak memiliki inspektur pengawas tambang," ucap Soekardi. (FUL)

Memperbaiki Lahan Bekas Tambang dengan Mikroorganisme

Radar Banjarmasin; Rabu, 26 Juli 2006

Oleh : Dindin H. Mursyidin, S.Si*

Kecamatan Cempaka merupakan salah satu daerah di Kalimantan Selatan yang sebagian wilayahnya telah rusak akibat penambangan batubara. Berdasarkan survei tim reklamasi Kota Banjarbaru (2001), kerusakan lahan di Kecamatan Cempaka akibat kegiatan penambangan batubara telah mencapai ±10 ha. Namun demikian upaya perbaikan lahan (reklamasi) di wilayah tersebut masih minim dilakukan. Kalaupun ada, upaya tersebut masih terbatas pada tahap perencanaan.

Sebenarnya, upaya perbaikan lahan bekas tambang batubara di Kecamatan Cempaka telah dilakukan masyarakat setempat dan pemerintah kota Banjarbaru, yaitu dengan menanam sejumlah pohon, seperti akasia dan petai. Namun upaya tersebut belum membuahkan hasil yang optimal dalam perbaikan lahan. Hidayati dkk. (1995) melaporkan bahwa untuk membantu keberhasilan reklamasi dengan tanaman, aplikasi mikroorganisme juga perlu diterapkan.

Tulisan ini akan menelaah tentang aplikasi mikroorganisme, terutama jamur (fungi) dalam perbaikan lahan bekas tambang, khususnya tambang batubara.

Sekilas tentang Tambang Batubara di Kalimantan Selatan

Kalimantan Selatan merupakan salah satu wilayah yang kaya akan lahan tambang, salah satunya batubara. Sampai saat ini produksinya dapat mencapai 10% dari produksi total batubara nasional. Batubara sendiri merupakan sumber energi mineral yang dapat diandalkan, karena produksinya relatif besar (? 36 miliyar ton) dengan biaya produksinya relatif rendah disamping mutunya cukup baik. Batubara dapat juga digunakan secara langsung sebagai bahan bakar pada pembangkit listrik tenaga uap, industri semen, ketel uap atau sebagai briket dalam rumah tangga.

Pada umumnya penambangan batubara di Kalimantan Selatan dilakukan dengan teknik penambangan terbuka (open pit), yaitu dengan membuka lahan (land clearing), mengupas tanah pucuk (stripping top soil), mengupas dan menimbun tanah penutup (over burden stripping), serta membersihkan dan menambang batubara. Sehingga dengan teknik ini, telah menyebabkan kerusakan kondisi fisik, kimia, dan biologis tanah tambang. Sudiana (2002), menyatakan bahwa lahan bekas tambang termasuk kedalam jenis lahan kritis, yaitu suatu lahan yang tidak produktif ditinjau dari penggunaan pertanian. Oleh karena itu kegiatan perbaikan pasca penambangan batubara mutlak diperlukan untuk mengembalikan produktivitas lahan tersebut.

Bekas Tambang dan Perbaikannya

Lahan bekas tambang merupakan lahan sisa hasil proses pertambangan baik berupa tambang emas, timah, maupun batubara. Pada lahan pasca tambang biasanya ditemukan lubang-lubang dari hasil penambangan dengan lapisan tanah yang mempunyai komposisi dan warna berbeda. Misalnya, ada lapisan tanah berpasir yang berseling dengan lapisan tanah liat, tanah lempung atau debu. Ada pula lapisan tanah berwarna kelabu pada lapisan bawah, berwarna merah pada bagian tengah dan berwarna kehitam-hitaman pada lapisan atas.

Degradasi pada lahan bekas tambang meliputi perubahan sifat fisik dan kimia tanah, penurunan drastis jumlah spesies baik flora, fauna serta mikroorganisme tanah, terbentuknya kanopi (area tutupan) yang menyebabkan suatu tanah cepat kering dan terjadinya perubahan mikroorganisme tanah, sehingga lingkungan tumbuh menjadi kurang menyenangkan. Dengan kata lain, bahwa kondisi lahan terdegradasi memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan struktur tanah yang kurang baik.

Reklamasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki lahan pasca penambangan. Reklamasi adalah kegiatan pengelolaan tanah yang mencakup perbaikan kondisi fisik tanah overburden agar tidak terjadi longsor, pembuatan waduk untuk perbaikan kualitas air masam tambang yang beracun, yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan revegetasi. Revegetasi sendiri bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik, kimia dan biologis tanah tersebut. Namun upaya perbaikan dengan cara ini masih dirasakan kurang efektif, hal ini karena tanaman secara umum kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan ekstrim, termasuk bekas lahan tambang. Oleh karena itu aplikasi lain untuk memperbaiki lahan bekas tambang perlu dilakukan, salah satunya dengan mikroorganisme.

Memanfaatkan Mikroorganisme

Fungi atau jamur merupakan salah satu mikroorganisme yang secara umum mendominasi (hidup) dalam ekosistem tanah. Mikroorganisme ini dicirikan dengan miselium berbenang yang tersusun dari hifa individual. Hifa-hifa tersebut mungkin berinti satu, dua atau banyak, bersekat atau tidak bersekat. Berkembangbiak secara aseksual dengan membentuk spora atau konidia. Secara umum fungi ini diklasifikasikan menjadi Phycomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes dan fungi Imperfecti.

Berikut ini adalah contoh beberapa genus fungi yang paling umum dijumpai di dalam tanah, meliputi: Acrostalagmus, Aspergillus, Botrytis, Cephalosporium, Gliocladium, Monilia, Penicillium, Scopulariopsis, Spicaria, Trichoderma, Trichothecium, Verticillum, Alternaria, Cladosporium, Pullularia, Cylindrocarpon, dan Fusarium.

Aspergillus merupakan genus fungi yang mempunyai sebaran dan keanekaragaman yang luas. Raper dan Fennel (1965) dalam monografinya menyampaikan sedikitnya terdapat 150 spesies Aspergillus yang terbagi kedalam 18 kelompok, dengan sebaran yang luas baik di daerah kutub maupun tropik, atau pada setiap substrat dengan spora berhamburan di udara maupun tanah.

Saat ini beberapa jenis fungi telah dimanfaatkan untuk mengembalikan kualitas/kesuburan tanah. Hal ini karena secara umum fungi mampu menguraikan bahan organik dan membantu proses mineralisasi di dalam tanah, sehingga mineral yang dilepas akan diambil oleh tanaman. Rao (1994) melaporkan bahwa beberapa genus tertentu seperti Aspergillus, Altenaria, Cladosporium, Dermatium, Cliocladium, Hewlminthosporium, dan Humicoli menghasilkan bahan yang mirip humus dalam tanah dan karenanya penting dalam memelihara bahan organik tanah.

Beberapa fungi juga mampu membentuk asosiasi ektotropik dalam sistem perakaran pohon-pohon hutan yang dapat membantu memindahkan fosfor dan nitrogen dalam tanah ke dalam tubuh tanaman.Yulinery dkk. (2001), menyarankan bahwa paling tidak tiga kelompok fungi tanah, yaitu Aspergillus, Euphenicillium dan Penicillium disertakan dalam usaha perbaikan lahan, hal ini karena akan membantu mempercepat proses perbaikan lahan tersebut.

Kesimpulan

Upaya perbaikan lahan bekas tambang merupakan hal yang sangat mendesak dilakukan. Hal ini karena sistem perbaikan (reklamasi) lahan yang sudah ada masih dilaksanakan secara konvensional, yaitu dengan menanami areal bekas tambang tersebut dengan tumbuhan. Upaya perbaikan dengan cara ini dirasakan kurang efektif, hal ini karena tanaman secara umum kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan ekstrim, termasuk bekas lahan tambang.

Teknologi alternatif perbaikan lahan bekas tambang menggunakan mikroorganisme terutama jamur (fungi) merupakan hal yang sangat menarik dan penting dilakukan. Hal ini karena jamur memiliki keistimewaan, selain adaptif terhadap berbagai kondisi tanah juga kemampuannya dalam menguraikan bahan organik dan membantu proses mineralisasi di dalam tanah, atau dengan kata lain.***

*) Dosen Biologi FMIPA UNLAM E-mail : dindinhm@yahoo.co.id

Hentikan Penambangan

Jumat, 28 Juli 2006 00:58:56

Pelaihari, BPost - Kalangan anggota DPRD Tanah Laut mendesak direksi Perusahaan Daerah Baratala menghentikan aktivitas penambangan (bijih besi). Pasalnya, administrasi menyangkut perjanjian dengan pihak ketiga dinilai kacau.

"Hentikan kegiatan penambangan untuk sementara waktu. Benahi dulu administrasinya. Setelah tertib, silakan menambang lagi," tukas HM Djadi dan Ihwan Wahyudi, anggota DPRD Tala, Kamis (27/7).

Djadi yang juga Ketua Fraksi Golkar mengatakan, dirinya banyak menerima laporan masyarakat yang menyebut tidak beresnya administrasi di perusahaan daerah. Terutama menyangkut kontrak kerja penambangan bijih besi dengan perusahaan swasta.

"Kabarnya, SPK (surat perintah kerja) yang diterbitkan perusda banyak yang beranak pinak. Pemegang SPK bisa mengesubkontrakkan lagi ke pihak lain. Begitu seterusnya. Ini kan tidak boleh, karena menyebabkan ketidakjelasan siapa yang bertanggungjawab jika terjadi dampak akibat aktivitas penambangan," sebut Djadi.

Ihwan meminta direksi PD Baratala membenahi kontrak dengan mengatur hal-hal teknis secara jelas. "Misalnya, siapa yang bertanggungjawab memperbaiki jalan jika terjadi kerusakan akibat angkutan bijih besi."

Anggota dewan lainnya, H Aus Al Ansyari, mempertanyakan keberanian direksi merekrut karyawan. "Direksi Baratala yang ada saat ini kan hanya pelaksana tugas (plt). Artinya, mereka tidak bolah mengambil kebijakan, seperti, merekrut tenaga kerja."

Aus yang juga ketua komisi III (bidang pembangunan dan keuangan) ini mengatakan tugas Plt hanya sebatas mempersiapkan administrasi untuk pejabat definitif.

Dikonfirmasi via telepon selular, Plt Dirut PD Baratala Agung Prasetia H menerangkan tenaga yang direkrut adalah tenaga administrasi. Tenaga administrasi sangat kami butuhkan untuk memulai operasional.

Mengenai keinginan dewan untuk menghentikan penambangan, Agung mengatakan hal itu sulit dilakukan. "Jika tambang ditutup, pasti akan muncul gejolak sosial. Kan selama ini masyarakat di sekitar tambang tidak semuanya menerima uang ganti rugi lahan, tapi sebagian hanya menerima fee dari penambang. Selain itu, para penambang juga pasti akan resah," ucap Agung.

Ia mengakui administrasi yang ada--pelimpahan dari PD AUMB--memang kurang tertib. "Ini sedang kami tertibkan. Daftar pemegang SPK 30-an, tapi yang aktif hanya 10-15. Yang tidak aktif ini akan saya tertibkan," tandas Agung. roy

Gua Marmer Dijamin Aman

Senin, 24 Juli 2006 01:03:19

Pelaihari, BPost - Begitu mendengar penambangan bijih besi menjamah kawasan wisata Gua Marmer, direksi Perusahaan Daerah Baratala langsung mengirim staf mengecek lokasi.

"Saya terkejut saat mendengar berita itu. Ini masalah yang harus segera ditangani," kata Plt Dirut PD Baratala Agung Prasetia H saat dihubungi BPost via telepon selular, pekan tadi.

Agung menegaskan perusahaan yang dipimpinnya konsisten untuk melaksanakan usaha pertambangan bijih besi secara profesional dan ramah lingkungan. Termasuk turut memproteksi tempat atau kawasan yang dilindungi daerah.

"Kami sangat dan selalu mendukung program pemerintah, termasuk sektor pariwisata. Atlet saja kita bina menjadi tenaga kerja. Apalagi objek wisata, sudah pasti akan kami amankan dari aktivitas penambangan," tandas Agung yang baru sebulan menahkodai PD Baratala.

PD Baratala adalah pemegang izin kuasa pertambangan (KP) bijih besi untuk wilayah Kecamatan Pelaihari. Perusahaan milik Pemkab Tala ini menerbitkan surat perintah kerja (SPK) kepada sejumlah perusahaan tambang untuk melakukan eksploitasi bijih besi.

Seperti telah diwartakan aktivitas penambangan bijih besi di Desa Sungai Bakar, Kecamatan Pelaihari mulai menjamah kawasan objek wisata Gua Marmer. Pintu masuk ke objek wisata yang berdekatan dengan air terjun Bajuin ini ditutup dengan portal oleh penambang. Jalan berupa tanah menuju Gua Marmer bahkan telah rusak ditambang.

Rombongan Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Tala Drs HM Syamsul Fajerie MM MSi dan Kadishut Tala Ir Aan Purnama MP yang bermaksud meninjau Gua Marmer, pekan lalu, bahkan sempat terhambat. Penjaga tambang bijih besi setempat sempat melarang mereka masuk karena menilai masuk tanpa izin.

Kepada BPost Syamsul berharap PD Baratala turun tangan agar pintu masuk menuju Gua Marmer dibuka kembali. "Bagaimana agar semuanya berjalan dengan baik. Objek wisata tidak terganggu, dan tambang bisa jalan."

Mengenai permintaan itu, Agung menjamin akan melakukannya. "Ya. Tentu jalan menuju gua marmer itu bisa dibuka kembali. Masalah ini sedang kami tangani."

Gua Marmer merupakan salah satu objek wisata khas di Tala. Keberadaannya selama ini memang kurang terawat. Jika tidak diproteksi secara ketat, dikhawatirkan objek wisata itu akan rusak, karena dikhabarkan di bawah gua tersebut tersimpan deposit bijih besi yang cukup banyak. roy

Penambangan Rambah Goa Marmer

Jumat, 21 Juli 2006 01:36:50

Pelaihari, BPost - Objek wisata Goa Marmer di Desa Sungai Bakar, Kecamatan Pelaihari dalam bahaya. Aktivitas penambangan bijih besi telah menjamah kawasan wisata tersebut sejak beberapa pekan lalu.

Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Tala Ir H Syamsul Fajeri MM MSi mengeryitkan keningnya. Pejabat eselon II di Bumi Tuntung Pandang ini lalu berkata, "Kami bahkan sempat dilarang masuk oleh penjaga tambang di sana (goa marmer)."

"Mereka sempat menahan kami, karena katanya kami masuk tanpa izin. Tapi, setelah kami jelaskan kedatangan kami untuk meninjau objek wisata Goa Marmer, baru mereka mengerti," tandas Syamsul. Kamis, (20/7).

Itu pun pihaknya harus menempuh jalan memutar untuk mencapai Goa Marmer. Ini karena, jalan utama berupa badan jalan tanah menuju objek wisata tersebut rusak akibat ditambang. Sebuah portal juga membentang di situ.

Objek wisata Goa Marmer terletak di pegunungan yang berdekatan dengan objek wisata air terjun Bajuin. Jaraknya sekira 13 kilometer dari Kota Pelaihari. Objek wisata ini nyaris tidak terkelola lagi sejak beberapa tahun silam sehingga kondisinya semrawut diselimuti semak perdu di sekitarnya.

Pekan lalu, Syamsul Fajeri bersama Kadishut Ir Aan Purnama MP beserta beberapa orang staf meninjau Goa Marmer. Menyusul adanya informasi yang menyebutkan Goa Marmer rusak karena aktivitas penambangan bijih besi.

"Alhamdulillah Goa Marmer masih utuh. Penambangan bijih besi belum sampai menjamah bibir gua. Perusahaan Daerah sudah memajang plang besar di situ yang berisi larangan bagi penambang menjamah Goa Marmer," jelas Syamsul.

Perusahaan daerah milik Pemkab Tala--dulu PD AUMB, sekarang sektor tambang diambil alih PD Baratala--adalah pemegang izin kuasa pertambangan bijih besi di wilayah Kecamatan Pelaihari. Mereka selanjutnya menerbitkan surat perintah kerja (SPK) kepada perusahaan tambang untuk melakukan eksploitasi bijih besi, termasuk penambangan di Desa Sungai Bakar.

Syamsul mengatakan, Goa Marmer adalah objek wisata khas di Tala yang harus dilindungi. Karena itu, dia telah melapor kepada Bupati Drs H Adriansyah terkait adanya aktivitas penambangan bijih besi yang mulai menjamah kawasan objek wisata itu.

"Kami berharap jalan masuk ke Objek Wisata goa marmer dibuka kembali, tidak ditambang. roy

Tata Steel Paling Berpeluang

Kamis, 20 Juli 2006 02:22:43

Jakarta, BPost - PT Krakatau Steel (KS) menjajaki kerjasama dengan lima investor yang merupakan produsen baja terkemuka di dunia untuk membangun industri baja hulu yang terintegrasi di Kalsel.

"Sekarang KS sedang menyiapkan untuk mengundang 5-6 calon investor. Mereka akan diundang satu per satu," kata Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka (ILMTA) Anshari Bukhari di Jakarta, Rabu (19/7).

Lima calon investor yang diajak kerjasama itu antara lain MCC dari China, Essar dari India, Tata Steel, Mittal dan Trans Asia. "Nanti KS akan memilih. KS sudah makin maju. Bahkan KS sudah berbicara intensif dengan pemerintah kabupaten di Kalsel untuk mendapat kepastian bahan baku," katanya.

Anshari mengatakan penjajakan calon investor untuk kerjasama membangun industri baja hulu memang harus intensif karena untuk membangunnya membutuhkan modal besar dan waktu yang lama.

"Saya dengar dari pihak KS, Tata Steel calon investor untuk pembangunan pabrik bijih besi di Kalsel," katanya.

Ia berharap KS dapat segera menemukan mitra investasi yang tepat sehingga pembangunan pabrik baja di Kalsel bisa segera terealisasi.

Menanggapi soal kondisi industri baja nasional, Anshari mengatakan pada kuartal pertama 2006 pertumbuhan industri baja mencapai 1,28 persen lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencatat hasil negatif. "Artinya, itu suatu perbaikan," katanya.

Lebih jauh ia mengatakan rencana penambahan kapasitas produksi baja nasional yang dilakukan KS maupun produsen lain tidak akan mempengaruhi pasar baja dunia, terutama China, karena kapasitas produksi baja di Indonesia kecil hanya sekitar dua juta ton per tahun.

"Tapi sebaliknya apa yang dibuat China sangat berpengaruh besar terhadap kita," ujarnya mengingat produksi baja di China mencapai sekitar 300 juta ton per tahun.

Oleh karena itu, ia berharap produksi China yang besar itu sepenuhnya digunakan untuk kepentingan pembangunan di negeri itu.

"Yang dikhawatirkan saat mereka mulai membuang produksinya ke luar negeri secara tiba-tiba. Misalnya China buang 10 persen dari total produksinya ke Indonesia saja, yakni 30 juta, mati kita," ujarnya.

Untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk, pemerintah, kata dia, telah memiliki perangkat yang tidak bertentangan dengan WTO untuk melindungi industri baja di dalam negeri yaitu kebijakan tarif, anti dumping, dan safeguard, dan SNI (Standar Nasional Indonesia). klc/ant

Usut Fee Tambang

Senin, 17 Juli 2006 02:47:24

Martapura, BPost - Adanya fee Rp100 juta per bulan di sejumlah Desa Sungai Pinang yang berada dekat lingkungan tambang membuat Bupati Banjar HG Khairul Saleh geram. Pasalnya, pembangunan di sejumlah desa yang diduga menerima fee seolah jalan di tempat.

"Dana sebesar itu ternyata tidak membawa perubahan berarti di sejumlah desa itu. Semestinya, kualitas bangunan mushalla, jalan dan fasilitas umum lainnya termasuk kehidupan ekonomi warga meningkat. Tetapi, kondisinya sama saja meski ada fee dari subkontraktor Baramarta yang nilainya sangat besar," ujar Khairul, Jumat (14/7).

Menurut informasi, setiap desa tertentu memperoleh fee Rp100 juta/bulan. Hal itu sudah berlangsung lama, jalan lima tahun ini. Semestinya, kalau dana tersebut benar-benar dipergunakan untuk kemajuan desa akan terlihat.

Perekonomian warga juga semestinya lebih baik, karena fee itu bisa digunakan untuk modal usaha warga ekonomi lemah.

"Saya curiga, dana itu hanya dinikmati segelintir aparat desa setempat untuk kepentingan pribadi," paparnya.

Khairul menegaskan, fee yang diterima sejumlah desa tersebut sama sekali bukan dana community development (CD).

Dana CD sama sekali tidak ada kaitannya dengan fee ini. Fee ini kabarnya diambil dari produksi batu bara, yakni Rp1.000/ton.

Orang nomor satu di Kabupaten Banjar ini berharap, pihak yang berwajib menelisik dugaan penyimpangan peruntukan dana fee tersebut.

"Kalau memang ada oknum aparatur desa sekitar tambang yang positif menggelapkan dana fee supaya diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Penyimpangan ini jelas-jelas sangat menyengsarakan warga sekitar tambang di Kecamatan Sungai Pinang.

"Semestinya, warga yang sedikit banyaknya terkena dampak penambangan bisa menikmati fee tersebut secara adil dan merata," sesalnya. adi

Areal HPH Dicaplok

Friday, 14 July 2006 01:43:55

Tanjung, BPost - Masuknya 13 kuasa penambangan (KP) di Tabalong menimbulkan reaksi di berbagai kalangan. Di satu sisi keberadaan perusahaan pertambangan berdampak positif dengan terbukanya lowongan kerja sehingga menambah pendapatan daerah.

Di sisi lain, masuknya perusahaan pertambangan dikhawatirkan bakal merusak hutan. Bahkan PT Aya Yayang Indonesia (AYI), salah satu pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) juga merasa ‘dirugikan’. Pasalnya dari 8.241 hektare areal yang dimiliki, beberapa kawasan dicaplok alias tumpang tindih dengan perusahan pertambangan.

Apalagi dari 13 izin KP yang dikeluarkan Bupati Tabalong, empat pemegang KP sudah membuat analisi dampak lingkungan (Amdal). Artinya, jika Amdal rampung dilanjutkan tahap uji coba eksploitasi.

Kepala Dinas Kehutanan Tabalong Ir Saepudin mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan ke Bupati Tabalong soal tumpang tindih lahan antara pemilik KP dengan lahan PT AYI. Begitu pula usulan penciutan luasan lahan KP yang masuk ke dalam kawasan maupun hutan lindung.

Saepudin juga membenarkan empat KP yang sudah mempersiapkan Amdalnya, masing-masing PT Bangun Mandiri Jaya Makmur, PT Tabalong Makmur, PT Tamiang Jaya dan PT Bara Meratus.

Meski Amdal rampung, jika belum ada izin dengan pemegang konsesi sebelumnya (PT AYI, Red), maka tidak bisa dilakukan kegiatan eksploitasi. Apalagi dari 8.241 hektare lahan milik PT AYI, sekitar 21.798 hektare di antaranya merupakan hutan lindung. Sisanya 34.201 hektare hutan produksi terbatas dan 31.242 hektare hutan produksi tetap.

"Walau peraturan memperbolehkan hutan lindung dialihfungsikan menjadi areal pertambangan, namun kita tetap memberikan masukan ke bupati berkaitan dengan izin KP yang tumpang tindih dengan areal PT AYI," tambah Saepudin.

Sementara Ir Udiansyah, dosen Fakultas Kehutanan Unlam menyatakan keberatan jika hutan Tabalong yang saat ini sudah mengalami penurunan kualitas diubah menjadi kawasan tambang. Apalagi jika kawasan tersebut merupakan hutan lindung.

Hal senada dilontarkan Muryadi SHut dari LSM Rajawali, pemberian izin KP oleh bupati harus benar-benar memperhatian dampak negatifnya. mia

Pabrik Baja Pasti Di Tala

Friday, 14 July 2006 01:43:42

Pelaihari, BPost - Masyarakat Bumi Tuntung Pandang boleh berbangga diri. Manajemen PT Krakatau Steel (KS) telah menyatakan minat besarnya berinvestasi di Tanah Laut (Tala).

Hasrat tersebut, Kamis (13/7) siang, disampaikan Direktur Perencanaan dan Teknologi PT KS Satya Graha kepada Bupati Tala Drs H Adriansyah dalam pertemuan di ruang Sarantang Saruntung lantai dua Kantor Bupati.

Dalam pertemuan tersebut, Satya tak datang sendiri. Ia didampingi dua petinggi PT Krakatau Industrial Estate (anak perusahaan PT KS) yakni Ali Munawar (dirut) dan Sutar Julah (direktur Operasional dan Komersial).

Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut pasca penandatanganan memorandum of understanding (MoU) pembangunan pabrik baja di Kalsel antara PT KS dan sejumlah kabupaten di Kalsel, awal Juni lalu.

Ketika itu, daerah yang menandatangani MoU yaitu Tanah Laut, Tanah Bumbu, Kotabaru, dan Balangan. Daerah ini memiliki deposit bijih besi (bahan baku baja).

Data di Dinas Pertambangan Kalsel, deposit terbanyak berada di Tanah Bumbu, namun dari sisi kualitas besi (fe) yang tertinggi.

Kepada wartawan usai pertemuan dengan Bupati, Satya belum bisa mengatakan dimana pabrik baja akan dibangun. Apakah di Tala, Tanbu, atau Kotabaru. "Yang pasti, kami diberi target (oleh pemerintah, red) pabrik sudah harus terbangun dua bulan mendatang."

Meski begitu, Satya mengatakan Tala punya potensi yang cukup baik untuk pengembangan bijih besi. "Ya, kira-kira 90 persen investasi kami di sini (Tala)."

Dikatakannya saat ini pihaknya masih perlu melakukan studi kelayakan yang lebih komprehensif dalam menjajaki rencana investasi di Tala. Antara lain yang penting yaitu mengetahui deposit bijih besi di Tala, apakah cukup untuk tenggat waktu 10-20 tahun mendatang.

Pembangunan pabrik baja, jelas Satya, adalah usaha yang bersifat jangka panjang. Karena itu deposit bijih besi menjadi salah satu parameter penting untuk diukur. Selain itu, kondisi sarana penunjang infrastuktur.

Satya mengatakan Tala memiliki beberapa kelebihan. Diantaranya izin kuasa pertambangan dipegang oleh perusahaan daerah. Ini memudahkan dalam kemitraan usaha yang akan dijalankan.

Dibeberkannya kebutuhan bijih besi PT KS selama ini sebanyak 1,5 juta ton. Bahan baku ini diimpor dari Amerika Latin. "Dan, nanti kami pasti akan melibatkan peran serta masyarakat lokal ketika sudah memulai usaha," jelas Satya.

Terpisah Bupati Tala Drs H Adriansyah menegaskan pemerintahannya siap memberi kemudahan bagi investasi PT KS di Bumi Tuntung Pandang. Ia optimis PT KS tidak salah jika memilih daerahnya karena berbagai fasilitas yang dibutuhkan telah dan bisa dipenuhi.

Infrastruktur, misalnya, cukup baik karena seluruh kecamatan telah terjamah jalan beraspal bahkan hingga ke sejumlah perdesaan. Pelabuhan khusus batu bara juga banyak tersedia yang langsung berada di pesisir laut Jawa. roy

Gunakan Lahan Pertambangan

Monday, 05 June 2006 00:40:01

* Kalsel kembangkan bibit jarak
* Percontohan di empat kabupaten

Banjarmasin, BPost - Untuk pengembangan tanaman jarak di Kalsel, pemerintah akan mempersiapkan areal bekas tambang batu bara atau emas dan lahan tidak produktif seperti Riam Kanan.

Menurut Kepala Dinas Perkebunan Kalsel, Ir Haryono tanaman jarak yang akan diolah menjadi bioenergi pengganti bahan-bakar minyak (BBM) sangat tepat ditanam di areal tersebut sebagai sarana reklamasi lahan. Sebab tidak dipanen dengan cara dipotong, melainkan diambil buahnya saja.

"Kita lihat tahun 2007 dananya ada tidak, baru kita kembangkan," katanya dihubungi lewat telpon, kemarin (4/7).

Namun, papar Haryono, rencana pengembangan itu tidak bisa dilaksanakan secepatnya, pasalnya bibit unggul tanaman jarak belum ada di daerah ini.

"Berdasarkan informasi dari Pusat Penelitian dan Perkebunan, Kalsel memiliki agroclimate yang mendukung. Hanya saja kita belum dapat menyediakan bibit unggulnya. Jadi belum ada pengembangan secara resmi di Kalsel," kata Haryono.

Kalau sekarang ada perkebunan Jarak di Kalsel yang belum diketahui keberadaannya, lanjutnya, itu dipastikan belum menggunakan bibit yang direkomendasikan unggul. Sebab, pihaknya baru berencana membuka lahan percontohan untuk ditanami Jarak Pagar bibit unggul pada tahun 2006 ini.

Rencananya Deplop atau kebun percontohan itu seluas 6 hektar yang dikembangkan di kabupaten Tanah Laut, Tanah Bumbu, Banjar dan Tabalong. Untuk pengadaan bibit, Disbun sudah memesan dari Pusat Penelitian Perkebunan Asembagus di Jatim yang dikirim November nanti.

"Kebijakan kita pertama adalah partisipasi swasta. Kalau ada yang ingin mengembangkan jarak silakan tapi dengan modal sendiri. Selain itu pendirian pabrik harus membangun industri hulu dan hilir, termasuk jaminan pembelian hasil panen dari masyarakat," tandasnya.

Mengenai pengembangan kelapa sawit, papar Haryono, total lahan yang tersedia di Kalsel mencapai 200.000-400.000 hektar (ha), baik lahan kering atau basah. Namun saat ini yang telah tergarap baru mencapai 173.000 ha.

Berdasarkan data terakhir Dinas Perkebunan tahun 2005, kawasan perkebunan terluas ada di Kotabaru mencapai 108.000 ha, Tanah Bumbu 43.000 ha, Tanah Laut 33.000 ha, Tabalong 5.000 ribu ha dan Balangan 2.200 ha.

Dari sejumlah lahan tersebut umumnya dikelola perusahaan besar seperti Astra, Intramas dan Minamas. Sedangkan perkebunan yang dikelola pengusaha kecil atau perkebunan rakyat hanya sekitar 27.000 ha atau 15 persen saja.

"Untuk sementara produk yang dihasilkan hanya CPO saja yang diolah di 13 unit pengolahan CPO di Kotabaru dan Tanah Bumbu. Kapasitas produksinya mencapai 580 ton per TBS (tandan buah segar) per jam, se-Kalsel," katanya dihubungi via telepon, Selasa (4/7).

Selama ini produk CPO yang dihasilkan unit pengolahan di Kalsel tidak bertujuan dibuat biodisel, melainkan ada yang langsung diekspor seperti ke Malaysia tapi ada pula yang masuk ke grup perusahaannya untuk dibuat minyak goreng seperti di Jawa dan Medan. nda

Pabrik Bijih Besi Diblokir

Sunday, 02 July 2006 01:53

Banjarmasin, BPost - Investasi perusahaan modal asing (PMA) di Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) kembali bermasalah. Diduga, karena keliru memberikan uang ganti rugi lahan tambang, aktivitas produksi pabrik bijih besi PT Yiwan Mining di Desa Mekar Sari, Batulicin, diblokir warga.

Pemblokiran oleh ratusan warga itu terjadi sejak, Kamis (29/6), dan hingga kemarin masih berlangsung. Warga menimbun batu di ruas jalan angkutan PT Yiwan Mining di Km14, Jalan Kodeco, Batulicin.

Mereka menuntut perusahaan membayar uang pergantian lahan warga seluas 500 hektare yang digunakan perusahaan sebagai tambang bijih besi dengan nilai sebesar Rp1,5 miliar.

Menurut warga setempat yang enggan disebutkan identitasnya, sebenarnya pihak perusahaan sudah membayar ganti rugi, namun, uang diduga diterima oleh sekelompok warga.

Padahal, lahan itu adalah lahan milik warga Desa Mekar Sari secara keseluruhan. "Karena berdasarkan cerita para tetuha desa setempat, sejak dulu lahan itu tidak pernah dibuka warga baik untuk ladang atau berkebun," ujarnyanya.

Namun, tanpa sepengetahuan warga, sekitar tujuh bulan lalu, lahan seluas 500 Ha itu justru dibuatkan segel sebanyak 250 lembar oleh sekelompok warga untuk jaminan PT Yiwan membayar ganti rugi lahan seharga Rp3 juta per-hektare.

Kapolres Tanbu AKBP Hersom Bagus Pribadi dikonfirmasi melalui Kasatreskrim AKP Endang Agustina, Sabtu (1/7), mengakui penutupan jalan angkutan bijih besi milik PT Yiwan Mining itu dilakukan oleh ratusan warga Desa Mekar Sari itu.

"Sampai kemarin aksi itu masih berlangsung. Cuma tidak sampai terjadi hal-hal yang anarkis. Mereka menuntut masalah ganti rugi lahan," jelasnya. mdn

Sumbangan Bara Masih Minim

BPost; Kamis, 25 Mei 2006 01:59:30

Martapura - Sumbangan pihak ketiga yang dipatok Pemkab Banjar tahun 2006 sebesar 2006 dari perusahaan batu bara terancam tak tercapai. Awal triwulan kedua (Mei) dana yang masuk sebesar Rp2,9 miliar (29,92 persen).

Perusahaan batu bara yang menyumbang ke kas pemkab meliputi PT Gunung Sambung, PT Rahmat Bara Utama, CV Intan Karya Mandiri, Makmur Berseri dan Dasar Karya.

"Berdasarkan data yang kita miliki, dana yang terkumpul saat ini dari para pengusaha batu bara di Kabupaten Banjar baru berkisar 29,92 persen saja," kata Kepala Dispenda Hasanuddin, Rabu (24/5).

Disebutkan, sumbangan pihak ketiga ke kas daerah ini merupakan salah satu realisasi dari amanat Perda Nomor 06 Tahun 2005 tentang Penerimaan Sumbangan dari Pihak Ketiga yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2006 lalu.

Sebelumnya, Kadis Pertambangan Banjar Ir Ali Muzani yang dikonfirmasi via ponselnya tak membantah mengenai masih minimnya jumlah sumbangan pihak ketiga dari para pengusaha batu bara.

Pihaknya optimis, target sebesar Rp10 miliar itu masih realistis dan bisa tercapai. Masih minimnya pendapatan dari sektor sumbangan pihak ketiga ini lebih disebabkan oleh faktor musim hujan.

"Sumbangan dari batu bara masih minim karena kendala musim hujan, sehingga operasional batu bara belum optimal. Namun jika musim hujan telah berlalu, produksi batu bara akan kembali normal dan target sumbangan pihak ketiga akan tercapai," ungkapnya.

Khairul Saleh beberapa waktu lalu berjanji akan meningkatkan PAD hingga Rp23 miliar dari sebelumnya Rp13 miliar. Caranya, melakukan terobosan menerima sumbangan pihak ketiga, utamanya perusahaan batu bara.

Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) mengenai sumbangan pihak ketiga itu ditandatangani Desember 2005 lalu dan berlaku efektif mulai awal 2006. Selanjutnya, para pengusaha batu bara akan memberikan sumbangannya sebesar Rp2.000/ton batu bara yang diproduksinya.

"Kalau total produksi batu bara seluruh perusahaan mencapai 5 juta ton setahun, maka diproyeksikan penerimaan dari sumbangan pihak ketiga ini mencapai Rp10 miliar," jelas Bupati Khairul Saleh saat itu. mmi

Tunggakan Royalti Dibayar Juni
Banjarmasin Mendapat Jatah Sisa Rp2 M

Radar Banjarmasin; Sabtu, 20 Mei 2006

BANJARMASIN - Tahun 2006 ini, kas Pemkot Banjarmasin dipastikan bertambah lagi. Sisa bagi hasil royalti batubara di tahun 2005 lalu rencananya bakal disetorkan Departemen Keuangan RI pada pertengahan Juni nanti.

Di tahun 2005 silam, seharunya Kota Banjarmasin kecipratan royalti batubara berupa bagi hasil sebesar Rp8 miliar. Namun demikian, Departemen Keuangan baru menyetorkannya Rp6 miliar. "Jadi setoran Departemen Keuangan yang rencananya ditransfer pertengahan Juni nanti adalah tunggakan pembayaran di tahun 2005 lalu. Tahun itu kita baru menerima bagi hasil royalti Rp6 miliar," ujar Kepala Dinas Pendapatan Kota Banjarmasin Drs H Djajadi Asnawie kepada wartawan koran ini, kemarin.

Tunggakan uang debu batubara (karena Kota Banjarmasin tak memiliki lahan pertambangan) yang bakal disetorkan di pertengahan bulan depan itu sebesar Rp2 miliar atau tepatnya Rp2.109.556.121,30. Nantinya, tunggakan yang ditransfer Departemen Keuangan RI itu dimasukkan ke pos belanja langsung bagi hasil APBD tahun 2006.

"Uang bagi hasil royalti itu untuk membiayai pembangunan. Karenanya masuk ke kas pemkot, tepatnya akan dimasukkan ke pos belanja langsung bagi hasil dalam APBD tahun 2006," terang Djajadi.

Seperti diketahui, hasil pertambangan batubara di Kalsel diambil oleh pusat. Kemudian royaltinya dibagikan. Dari data tunggakan bagi hasil royalti Departemen Keuangan yang bakal dibayarkan pertengahan Juni nanti, untuk Kalsel besaran jumlahnya Rp63.286.683.638,97. Jumlah tersebut dibagi secara tak merata kepada 13 kabupaten/kota, termasuk Pemprov Kalsel yang paling besar mendapatkan bagian, yakni Rp12.657.336.727,79.

Untuk kabupaten/kota yang paling tinggi dijatah bagi hasil royalti adalah Kabupaten Tanah Laut sebesar Rp13.126.446.714,90, disusul Kotabaru Rp9.430.903.562,59. Kemudian Tanah Bumbu sebesar Rp5.024.982.413,65, Kabupaten Banjar Rp3.394.702.343,80, HSS Rp2.713.716.591,35, Tapin Rp2.171.702.435,79, dan Kabupaten Batola, HST, HSU, Tabalong, Balangan, Kota Banjarmasin dan Banjarbaru masing-masing Rp2.109.556.121,30.(yha)