Radar Banjarmasin - Jumat, 28 Juli 2006
BANJARMASIN - Kendati tetap memberikan kontribusi ke kas daerah dalam bentuk landrent (iuran tetap) dan royalti (iuran eksplorasi dan iuran eksplotasi), tetap saja pertambangan batubara menimbulkan permasalahan di Kalsel.
Tak hanya berkaitan dengan dampak lingkungan, soal tambang batubara ini juga bermasalah pada sektor transportasinya. Kendati diharuskan membuat jalan tambang sendiri dari areal pertambangan hingga lokasi stockfile, nyatanya hingga kini truk batubara tetap saja melintasi jalan umum. Kendati waktu melintasi dibatasi, tetap saja truk-truk besar ini dikeluhkan pengguna jalan lain. Lihat saja setiap pukul 17.00 hingga pukul 06.00, angkutan batubara ini melewati Jl A Yani Km 26,900, Jalan Lingkar Selatan, menuju kawasan Pelabuhan Trisakti.
Pemprov Kalsel pun terlihat tak dapat berbuat banyak. Meski pada perusahaan Kontrak Karya dan PKP2B serta KP diwajibkan membuat jalan tambang, namun di sisi lain tidak ada satu pun peraturan yang melarang angkutan bahan galian melalui jalan umum.
Mimpi indah sebenarnya pernah dilontarkan Pemprov Kalsel, dengan merencanakan pembangunan rel khusus kereta api pengangkut baru. Pembangunan rel kereta api ini sinergis dengan Trans Borneo Mindanao Railway Network. Kendati telah dilakukan ekspose pada awal tahun 2006 lalu, nyatanya rel kereta api itu masih tak jelas kapan dibangun hingga seakan-akan sebatas mimpi saja.
Secara tersirat, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kalsel Ir Sukardhi pun tak dapat memastikan kepastian rel kereta api tersebut akan direalisasikan. "Wacana rel batubara sudah awal tahun lalu, namun semua itu tergantung dengan kemampuan investor," ujarnya seusai Pembukaan "Seminar Ilmiah Solusi Transportasi Pertambangan Kalsel di Politeknik Negeri Banjarmasin", kemarin.
Kendati begitu, mimpi rel kereta api tersebut tetap terus diwujudkan Dinas Pertambangan dan Energi. Bahkan, saat ini Sukardhi mengungkapkan bahwa investor sedang melakukan kajian kelayakan. "Namun kapan pastinya, tentu saja tergantung investor," ujarnya yang mengaku lupa nama investor tersebut.
Diakui pria yang pernah dipercaya Gubernur Sjachriel Darham sebagai Penjabat Bupati Tanah Bumbu ini, pembangunan rel khusus kereta api batubara tersebut merupakan solusi terbaik sistem transportasi batubara di Kalsel, karena sama sekali tak akan melintasi fasilitas milik publik. "Itu sebenarnya sistem transportasi jangka panjang, apalagi cadangan batubara di Kalsel masih banyak," tegasnya. Dari data Dinas Pertambangan dan Energi, cadangan batubara di Kalsel mencapai 5.600.000.000 Metrik Ton.
Dijabarkan Sukardhi, Dinas Pertambangan dan Energi tetap saja tak tinggal diam dengan sistem transportasi batubara di Kalsel dengan menawarkan pola jangka pendek. Caranya, dengan melakukan sosialiasi ke daerah-daerah penghasil batubara agar merangkul perusahaan batubara berskala kecil untuk membentuk konsersium. Dengan pola seperti ini, diharapkan perusahaan ini dapat bersama-sama membangun jalan tambang baru. "Kalau perusahaan berskala kecil ini sendiri-sendiri, tentu saja sangat terasa berat," tandasnya.
Lagi-lagi Dinas Pertambangan dan Energi ini terbentur dengan otonomi daerah. Dijabarkan Sukardhi, wewenang pembentukan pola bersama itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab Bupati/Walikota. "Kami ini sekadar memberi sosialiasi saja," tandasnya.
Sementara itu, Ketua PERHAPI (Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia) Pusat Abdul Latif Baley mengungkapkan, potensi yang dimiliki Kalsel sangat memerlukan keberadaan prasarana dan sarana transportasi yang andal efesien dan efektif untuk pengembangan dan pengelolaannya. Pada makalahnya, Abdul Latif mengungkapkan bahwa batubara Kalsel memiliki kira-kira 30 persen dari total persedian Indonesia dan diharapkan tahun 2010, persedian batubara sebanyak 30,6 juta ton akan meningkat pada tahun 2020 menjadi 50,4 juta ton. "Batubara yang diangkut menggunakan truk dan kapal sepantasnya berganti dengan jalur kereta api," katanya.
PERHAPI kemudian mengungkapkan rencana infrastruktur baru transportasi batubara di Kalsel dengan menggunakan seleksi terminal batubara yang terbagi 4 pelabuhan. Yakni, terminal batubara Pulau Laut Utara/NPLCT yang telah ada, Terminal Besar Indonesia (IBT), dan 2 pelabuhan baru di Pelabuhan Tanjung Selatan dan Pelabuhan Tanjung Baru. "Pelabuhan Tanjung Selatan berletak di ujung selatang Kalsel untuk menangani konsesi pertambangan bagian barat dan porsi konsesi bagian selatan. Sementara Pelabuhan Tanjung Baru terletak di wilayah utara pada Teluk Klumpang di Timur Laut Kalsel untuk menangani konsesi di wilayah timur laut," ujarnya. (pur)