Jumat, 28 Juli 2006
Banjarmasin, Kompas - Pada April 2006 pihak Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah mencatat, 10.444 hektar dari 12.944 hektar areal tambang batu bara yang selesai dieksploitasi belum direklamasi.
Sebagian besar lahan itu dibiarkan menganga berupa lubang besar atau danau karena sudah terisi air hujan. Data itu dikemukakan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kalimantan Selatan (Kalsel) Rahmadi Kurdi, Kamis (27/7) di Banjarmasin.
"Areal bekas tambang batu bara yang tidak direklamasi ada di kawasan penambangan ilegal dan legal," ujar Rahmadi. Sesuai perjanjian awal, penambang legal berkewajiban mereklamasi sampai izin berakhir.
Tuntutan untuk mereklamasi sulit diterapkan pada penambangan tanpa izin (peti) karena mereka bermodal kecil. Luas bukaan tambang peti mencapai 2.944 hektar (ha).
Lubang tambang yang tak direklamasi ada di Kabupaten Kotabaru, Tanahbumbu, Tanahlaut, Banjar, Tapin, dan Hulu Sungai Selatan. Reklamasi akhirnya menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten karena mereka sendiri yang lalai melakukan pengawasan.
Banyak petugas Pembina dan Pengawasan Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) tidak diaktifkan sebagaimana mestinya.
15 perusahaan
Rahmadi menjelaskan, sekitar 15 perusahaan berizin Perjanjian Kuasa Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) dan perusahaan pemegang izin kontrak karya (KK) membuka tambang seluas 10.000 ha. Sekitar 2.500 ha di antaranya sudah direklamasi dan 1.100 ha sudah ditanami.
Lahan tambang PKP2B dan KK yang belum direklamasi ada di Kabupaten Kotabaru, Tanahbumbu, Tanahlaut, Banjar, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Balangan, Tabalong, dan Kota Banjarbaru.
Menurut Rahmadi, Pemerintah Provinsi Kalsel kesulitan memantau penggunaan dana royalti yang ada di perusahaan, terutama dana reklamasi yang sudah disetorkan perusahaan atau yang masih disimpan karena tidak ada laporannya.
Di Kalsel ada 326 perusahaan pertambangan yang memiliki izin kuasa pertambangan (KP) yang dikeluarkan enam bupati. Sekitar 300 izin KP itu lokasi tambangnya tumpang tindih dengan kawasan kehutanan, perkebunan, pertanian, areal pertambangan milik PKP2B, dan dengan pemegang KP lainnya.
"Kondisi ini harus menjadi perhatian serius karena tidak saja merugikan negara, tetapi juga menyebabkan ancaman kerusakan lingkungan makin sulit dikendalikan," kata Rahmadi.
Kepala Dinas Pertambangan Kalsel Soekardi mengakui, ratusan pemilik izin KP tersebut tidak pernah melaporkan jumlah produksi dan pembayaran royalti.
"Yang ironis, kebanyakan mereka tidak memiliki kepala teknik tambang, sedangkan pihak pemerintah kabupaten setempat tidak memiliki inspektur pengawas tambang," ucap Soekardi. (FUL)