Sabtu, 29 Juli 2006
Pungutan Liar Bisa Mencapai Rp 80.000 per Kendaraan
Banjarmasin, Kompas - Sekitar 1.000 truk yang mengangkut batu bara di Kalimantan Selatan terpaksa dikawal aparat kepolisian dan prajurit TNI dalam perjalanan menuju tempat penampungan akhir di dekat Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin.
Pengawalan yang berlangsung semalaman, hingga Jumat (28/7) dini hari, itu dilakukan untuk mencegah pungutan liar yang belakangan ini marak di jalan.
Perjalanan dengan pengawalan tersebut berlangsung aman. Tidak satu orang pun mengajukan pungutan liar. Meski demikian, petugas menyita beberapa meja dan kursi di beberapa lokasi pungutan liar. Perabotan itu biasanya diletakkan di tengah jalan, tempat pemungut liar beroperasi.
Kepolisian Kota Besar Banjarmasin mencatat ada 16 pos pungutan liar atau portal. Pos tersebut berada di sepanjang Jalan Gubernur Soebarjo—juga dikenal dengan nama Jalan Lingkar Selatan—hingga Jalan Pangeran M Noer di Kelurahan Pelabuan.
Pos pungutan liar kebanyakan berupa gardu lengkap dengan penerangan listrik, meja, kursi, dan televisi. Akan tetapi, ada juga yang membuat tempat penyetopan dengan cara meletakkan drum atau ban bekas yang diberi lampu pengatur lalu lintas kendaraan.
Besarnya pungutan bervariasi, mulai dari Rp 1.000 sampai Rp 5.000 per truk. Pungutan liar seperti itu membuat setiap sopir harus mengeluarkan Rp 16.000 hingga Rp 80.000 per truk per perjalanan.
Kalau setiap malam 1.000 truk pengangkut batu bara melintas menuju Pelabuhan Trisakti, berarti jumlah pungutan liar sedikitnya Rp 16 juta per hari.
Kepala Kepolisian Kota Besar Komisaris Besar Djoko Prastowo mengatakan, pengawalan yang dilakukan aparat keamanan itu untuk memastikan tidak ada lagi pungutan liar di jalan-jalan.
Sudah diberi tahu
Dua pekan sebelumnya, imbauan agar pungutan liar dihentikan sudah disampaikan. "Sebelumnya, seluruh polisi juga sudah diberi peringatan tidak lagi melakukan pungutan ilegal di sepanjang jalan tersebut. Jadi, kalau tidak ada yang ditangkap bukan karena operasi bocor, melainkan sudah diberi tahu sebelumnya," kata Djoko.
Pungutan dilakukan atas nama warga setempat dengan alasan warga dirugikan akibat debu kendaraan atau alasan lainnya. Namun, kenyataannya hal itu tidak sepenuhnya benar.
Kegiatan ilegal tersebut, menurut Djoko, sudah pernah ditertibkan, tetapi kembali bermunculan. "Ironisnya lagi, pungutan itu hanya untuk segelintir orang. Pemerintah daerah sendiri tidak pernah memberi izin atau persetujuan untuk kegiatan tersebut. Kalaupun ada pungutan, saya minta nantinya hanya satu pintu dan itu resmi ada izin dari pemerintah daerah setempat. Tidak seperti selama ini, seenaknya melakukan pungutan di jalanan," kata Djoko.
Ia juga mengungkapkan, polisi menemukan adanya kasus pungutan parkir kendaraan yang dilakukan oknum Dinas Perhubungan Kota Banjarmasin. Untuk masalah ini, Djoko sudah mengimbau agar hal tersebut segera dihentikan. (FUL)