Kamis, 20 Juli 2006 02:22:43
Jakarta, BPost - PT Krakatau Steel (KS) menjajaki kerjasama dengan lima investor yang merupakan produsen baja terkemuka di dunia untuk membangun industri baja hulu yang terintegrasi di Kalsel.
"Sekarang KS sedang menyiapkan untuk mengundang 5-6 calon investor. Mereka akan diundang satu per satu," kata Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka (ILMTA) Anshari Bukhari di Jakarta, Rabu (19/7).
Lima calon investor yang diajak kerjasama itu antara lain MCC dari China, Essar dari India, Tata Steel, Mittal dan Trans Asia. "Nanti KS akan memilih. KS sudah makin maju. Bahkan KS sudah berbicara intensif dengan pemerintah kabupaten di Kalsel untuk mendapat kepastian bahan baku," katanya.
Anshari mengatakan penjajakan calon investor untuk kerjasama membangun industri baja hulu memang harus intensif karena untuk membangunnya membutuhkan modal besar dan waktu yang lama.
"Saya dengar dari pihak KS, Tata Steel calon investor untuk pembangunan pabrik bijih besi di Kalsel," katanya.
Ia berharap KS dapat segera menemukan mitra investasi yang tepat sehingga pembangunan pabrik baja di Kalsel bisa segera terealisasi.
Menanggapi soal kondisi industri baja nasional, Anshari mengatakan pada kuartal pertama 2006 pertumbuhan industri baja mencapai 1,28 persen lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencatat hasil negatif. "Artinya, itu suatu perbaikan," katanya.
Lebih jauh ia mengatakan rencana penambahan kapasitas produksi baja nasional yang dilakukan KS maupun produsen lain tidak akan mempengaruhi pasar baja dunia, terutama China, karena kapasitas produksi baja di Indonesia kecil hanya sekitar dua juta ton per tahun.
"Tapi sebaliknya apa yang dibuat China sangat berpengaruh besar terhadap kita," ujarnya mengingat produksi baja di China mencapai sekitar 300 juta ton per tahun.
Oleh karena itu, ia berharap produksi China yang besar itu sepenuhnya digunakan untuk kepentingan pembangunan di negeri itu.
"Yang dikhawatirkan saat mereka mulai membuang produksinya ke luar negeri secara tiba-tiba. Misalnya China buang 10 persen dari total produksinya ke Indonesia saja, yakni 30 juta, mati kita," ujarnya.
Untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk, pemerintah, kata dia, telah memiliki perangkat yang tidak bertentangan dengan WTO untuk melindungi industri baja di dalam negeri yaitu kebijakan tarif, anti dumping, dan safeguard, dan SNI (Standar Nasional Indonesia). klc/ant