Rabu, 27 Mei 2009 | 08:00 WITA
TANJUNG, RABU - Merebaknya informasi bahwa PT Adaro Indonesia memberikan jatah angkutan satu juta metrik ton batu bara terhadap Pemerintah Kabupaten Tabalong diduga fiktif.
Pasalnya, perusahaan tambang batu bara terbesar di wilayah utara propinsi Kalimantan Selatan itu tidak ada menerbitkan surat resmi terkait jatah angkutan emas hitam tersebut.
"Sampai sekarang tidak pernah dikeluarkan suratnya. Informasi jatah angkutan satu juta metrik ton dari PT Adaro untuk daerah Tabalong itu tidak ada," kata Bupati Tabalong Rachman Ramsyi di kantornya, Selasa (26/5).
Keterangan bupati itu menepis rumor tentang besarnya jatah angkutan batu bara PT Adaro Indonesia yang dikelola Pemkab Tabalong melalui Perusahaan Daerah (Perusda) Tanjung Puri Mandiri (TPM) sejak 2005 lalu.
Seperti diberitakan, Perusda TPM yang dibentuk berdasar Peraturan Daerah Tabalong Nomor 5/2003. Tujuannya, untuk mengelola jatah angkutan batu bara PT Adaro Indonesia yang jumlahnya diduga mencapai satu juta metrik ton per tahun.
Melalui Surat Keputusan Bupati Tabalong No 110/2003 semasa bupati Noor Aidi, ditunjuk Djantera Kawi sebagai Dirutnya.
Untuk mengelola jatah angkutan PT Adaro itu, Perusda TPM menjalin kerja sama dengan PT Cakrawala Putera Persada (CPP)
Namun, berdasar data Dispenda Tabalong untuk realisasi pendapatan asli daerah (PAD, sejak beroperasi 2005 sampai 2008 TPM hanya menyetorkan Rp 326,708,710. Alasannya, TPM hanya mendapat fee sebesar 2,5 persen dari kontrak PT CPP dengan PT Pama.
Dalam perkembangannya, Djantera Kawi yang ditunjuk sebagai dirut Perusda dilaporkan ke Polres Tabalong karena diduga melakukan korupsi pendapatan Perusda TPM. Namun, sampai saat ini belum jelas penyelesaian kasusnya.
Informasi diperoleh, Perusda TPM mampu mengelola angkutan sekitar 23 ribu metrik ton per bulan. Untuk setiap metrik ton batu bara yang diangkut, PT Pama memberikan ongkos Rp 38 ribu. Dipotong pajak, solar, sopir dan pekerja lainnya, total diterima sekitar Rp 25 ribu per ton.
Dengan demikian, total penerimaan PT CPP per bulan mengangkut batu bara dari PT Pama minimal sebesar Rp 575 juta atau Rp 6,9 miliar per tahun.
"Untuk itu, kepengurusan Perusda TPM telah kita bekukan dan sampai sekarang tidak ada kegiatan. Karena menurut informasi tidak pernah untung, rugi terus," jelas Rachman seraya mengatakan bahwa Djantera tidak lagi menjabat dirut Perusda TPM.