Kamis, 23-10-2008 | 05:31:06
BANJARBARU, BPOST - Pengusaha tambang batu bara pemegang kuasa pertambangan (KP) di Kabupaten Tanah Bumbu sepakat menolak telah menunggak pembayaran royalti. Mereka bahkan sempat hendak walk out saat pertemuan dengan BPK RI Perwakilan Banjarmasin, Rabu (22/10).
Dalam pertemuan yang dilaksanakan di Kantor BPK RI Perwakilan Banjarmasin di Jalan A Yani Km 32, Banjarbaru tersebut, para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Pemegang KP Tanah Bumbu langsung membacakan pernyataan sikap.
"Selama tahun 2006 dan 2007, kami selalu membayar royalti. Kalau sekarang kami diminta membayar tunggakan royalti di tahun tersebut jelas kami menolak," ujar juru bicara sekaligus Advocat Asosiasi Pengusaha Tambang Pemegang KP Tanbu, Solikin dalam forum.
Alasan mereka menolak, karena pembayaran royalti selama dua tahun tersebut telah berdasarkan data sesungguhnya. Di dalam Surat Edaran (SE) Dirjen Geologi dan Sumberdaya Mineral Nomor 008.E/84/DJG/2004 juga tidak disebutkan besaran angka royalti.
"Dengan persepsi hitungan royalti yang kita bayarkan selama dua tahun tersebut juga tidak pernah ada teguran dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat bahwa terlalu rendah. Tiba-tiba sekarang kita diminta membayar tunggakan, siapa yang salah," ujarnya.
Usai membacakan pernyataan sikap tersebut Solikin bersama 45 orang anggota Asosiasi Pengusaha Pemegang KP Tanbu tersebut hendak bergegas meninggalkan ruang pertemuan. Namun oleh pimpinan rapat, Kepala BPK RI Perwakilan Banjarmasin, Sri Murtini mereka diminta bertahan.
Diakui tataran BPK RI Perwakilan Banjarmasin adalah mengaudit lingkup penggunaan dana APBD. Sedangkan audit terhadap pengelolaan Pertambangan Batubara di Kalsel langsung dilakukan unit dari BPK RI Pusat.
Audit tersebut dilakukan karena adanya surat dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD) RI asal Kalsel yang mempertanyakan kecilnya penerimaan royalti batu bara di Kalsel. Karena itu BPK Ri langsung turun tangan.
Pertemuan yang berlangsung kurang lebih satu setengah jam tersebut intinya menyampaikan kepada para pengusaha pemegang KP untuk menyampaikan data harga penjualan batu bara selama dua tahun secara sebenar-benarnya.
Yang membuat pengusaha kelabakan karena deadline penyampaian data tersebut pagi ini, Kamis (24/10). Pasalnya, hari ini tim pemeriksa dari BPK RI Pusat dijadwalkan datang ke Banjarmasin dan menggelar pertemuan dengan pengusaha pemegang KP.
Informasi diperoleh, pengusaha batu bara dalam pemberian royalti kepada negara berdasarkan harga Rp 20.000 per ton di mulut tambang. Harga tersebut dinilai tidak realistis karena harga batu bara di pasaran sangat tinggi.
"Angka Rp20.000 ton itu adalah laba bersih kami untuk batu bara kalori rendah setelah dipotong biaya kontraktor dan lain-lain. Kalau dihitung harga jual tentu pengusaha akan tekor," ujar Ketua Asosiasi Pengusaha pemegang KP Tanbu, Jahrian.
Sayangnya, Kepala BPK RI Perwakilan Banjarmasin, Sri Murtini ketika mintai komentarnya menegaskan, perhitungan berapa tunggakan dari para pengusaha pemegang KP belum final. Karena pengusaha diminta menyampaikan data sebenarnya. "Belum tahu berapa, inikan baru dihitung," ujarnya singkat seraya terkejut kegiatan tersebut tercium wartawan.
Disinggung tentang acuan pemberian royalti dengan Rp 20.000 per ton terlalu kecil, Murtini hanya mengatakan, berdasarkan pada aturannya, untuk royalti sudah ada aturan hitungannya.
"Saya tidak mengatakan pengusaha pemegang KP dalam memberikan royalti tidak mengikuti rumus di dalam ketentuan yang ada, tetapi menurut kami kemungkinan ada data yang belum disampaikan oleh pengusaha. Makanya mereka kita undang ke sini untuk menyampaikan data harga penjualan masing-masing," tegasnya seraya tidak ingin berpanjang lebar.