Selasa, 26 Agustus 2008 | 17:36 WIB
Lubang-lubang seluas lapangan sepak bola bekas penambangan batu bara ilegal di Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, menjadi bukti parahnya kerusakan lingkungan akibat tak terkendalinya penambangan batu bara tanpa izin di daerah ini.Setelah didesak berbagai pihak untuk mempertegas kewajiban memasok ke dalam negeri, pemerintah akan mengeluarkan kebijakan baru soal batu bara. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral akan mengeluarkan keputusan soal kewajiban memasok kebutuhan batu bara di dalam negeri dan penetapan harga. Kewajiban memasok ke dalam negeri (domestic market obligation/DMO) sebenarnya sudah disebutkan di dalam kontrak karya pertambangan batu bara.
Kontrak dengan perusahaan tambang batu bara generasi I, misalnya, berbunyi bahwa, dalam kondisi tertentu, pemerintah bisa meminta kontraktor untuk menjual seluruh produksi batu bara di dalam negeri dengan harga mengikuti harga terendah dari kontrak yang ada atau rata-rata harga batu bara Australia.
Kontrak generasi II menyatakan bahwa kontraktor wajib mengutamakan pasokan batu bara untuk dalam negeri, dengan harga tidak lebih dari harga batu bara internasional. Adapun kontrak generasi III mengatakan bahwa pemerintah dapat melarang ekspor batu bara dari kontraktor dengan alasan untuk kepentingan nasional.
Namun, kewajiban itu tidak pernah direalisasikan ke dalam aturan teknis. Pemakaian batu bara untuk keperluan pembangkit listrik dan industri-industri strategis di dalam negeri dibiarkan berjalan dalam mekanisme bisnis biasa. Pemerintah juga memilih menerima masukan dalam bentuk tunai hasil penjualan ketimbang mengambil produksi batu bara yang menjadi bagiannya dalam bentuk barang.
Rancangan keputusan menteri tentang penetapan harga batu bara antara lain menyebutkan bahwa perusahaan pertambangan batu bara harus menjual batu bara yang dihasilkan dengan harga yang wajar, sesuai dengan harga yang berlaku umum di pasar internasional.
Perusahaan bisa kena sanksi
Perusahaan harus menyampaikan pemberitahuan dan meminta persetujuan Dirjen Mineral Batu Bara dan Panas Bumi dalam menetapkan harga jual batu bara baik dalam penjualan spot maupun kontrak jangka panjang. Perusahaan batu bara yang menjual di bawah harga yang wajar wajib membayar kekurangannya. Perusahaan bisa dikenai sanksi pembekuan apabila melakukan kesalahan yang sama sampai tiga kali.
Sebagai patokan harga batu bara, pemerintah menyatakan akan mengacu pada publikasi mengenai harga batu bara yang telah diakui secara internasional, termasuk Indonesian Coal Index (ICI). ICI merupakan publikasi mengenai perkiraan harga batu bara yang dikeluarkan PT Coalindo Energy bekerja sama dengan PT Argus Media Limited. Dibandingkan dengan indeks yang sudah diakui dunia, seperti Barlow Jonker, Platts, ataupun indeks batu bara di Jepang, ICI masih tergolong baru. ICI mulai diluncurkan tahun 2007.
ICI dibentuk dari harga rata-rata yang ditentukan oleh panel dan harga rata-rata yang dirilis oleh Argus Singapura. Pembobotannya masing-masing 50 persen. Pembentukan harga panel sendiri didapat dari harga rata-rata yang disampaikan 25 panelis. Mereka terdiri atas perusahaan tambang sebagai produsen, konsumen, dan perusahaan yang mendukung, seperti jasa angkutan.
Tahun 2008, tercatat ada 10 anggota yang berasal dari produsen, 10 konsumen, dan lima perusahaan jasa pendukung.
Sejak dirilis pada tahun 2007, Coalindo telah mengeluarkan empat kategori indeks yang disebut ICI I-IV yang masing-masing menunjukkan ekspektasi harga untuk batu bara kalori 6.500, 5.800, 5.000, dan 4.200.
Batu bara kalori 5.800-6.500 tergolong dalam kalori tinggi, kalori 5.000 termasuk sedang, kalori 4.200 termasuk rendah.
Saat dipaparkan dalam Indomining Conference, pertengahan Agustus 2008, mekanisme pembentukan harga tersebut banyak mendapat pertanyaan. Pertanyaan terutama ditujukan pada kredibilitas data ICI. Dari terbitan indeks ICI terlihat sebagian besar panelis memasukkan prediksi harga yang persis sama sampai ke titik koma dalam tiga minggu berturut-turut. Sementara, apabila mengacu pada harga internasional, seharusnya panelis mengetahui kondisi pasar secara aktual.
Selain itu, estimasi harga yang diajukan produsen dan konsumen rentangnya sangat jauh. Sebagai contoh, untuk prediksi harga di minggu kedua Agustus, untuk batu bara kalori 4.200, konsumen mengajukan perkiraan harga terendah 35 dollar AS, sementara produsen mengajukan harga 70 dollar AS.
Konsumen besar seperti PLN dan industri semen meragukan data tersebut. Wakil Direktur PT Perusahaan Listrik Negara Rudiantara mengatakan, pihaknya tidak akan menggunakan ICI sebagai patokan. Alasannya, ICI hanya merepresentasikan ekspektasi produsen dan konsumen atas harga. "Sama sekali tidak mencerminkan kondisi pasar, apalagi untuk batu bara kalori rendah yang pasarnya belum terbentuk," ujar Rudiantara.
Patokan harga yang kredibel untuk batu bara kalori rendah sangat penting bagi PLN dan industri semen. Dengan beroperasinya pembangkit-pembangkit listrik yang masuk dalam program percepatan kelistrikan, konsumsi batu bara untuk pembangkit PLN akan naik empat kali lipat dibandingkan dengan saat ini, menjadi sekitar 80 juta ton di tahun 2010.
Baru bara untuk efisiensi
Asosiasi Semen Indonesia memperkirakan penggunaan batu bara akan naik 1,5 kali lipat menjadi 10,9 juta ton pada 2011. Sama halnya dengan pembangkit, industri semen juga mengincar batu bara kalori rendah untuk menekan biaya energi. Di luar kekurangan yang harus dibenahi, keluarnya peraturan tentang DMO tetap harus diapresiasi.
Pengamat kebijakan energi dari Institut Teknologi Bandung, Oetomo Tri Winarno, dalam kajian naskah akademiknya menyebutkan, konsekuensi dari kebijakan ini adalah adanya aturan penetapan harga yang membuat seluruh penjualan batu bara sesuai kualitasnya akan relatif seragam.
Pemerintah tidak perlu lagi menetapkan harga terendah ekspor untuk batu bara yang dipasok ke dalam negeri sehingga memasok ke dalam negeri akan sama menariknya dengan ekspor. Kebijakan memurahkan harga batu bara domestik dibandingkan dengan ekspor berlawanan dengan kebijakan optimalisasi pendapatan negara.
Apabila konsumen domestik, khususnya PLN, merasa harga tersebut terlalu mahal, maka yang disubsidi adalah PLN, bukan dengan cara memurahkan harga batu bara domestik. Sanksi berupa larangan melakukan kegiatan produksi akan dikenakan kepada perusahaan apabila rencana kerja anggaran dan biaya tidak memenuhi persentase minimal penjualan batu bara dalam negeri.
Selain itu, perusahaan yang tidak dapat memenuhi persentase minimal penjualan batu bara dalam negeri akan didenda sebesar kekurangan volume penjualan untuk memenuhi persentase minimal dikalikan harga patokan batu bara yang berlaku.
Persentase minimal penjualan batu bara dalam negeri akan ditetapkan melalui Surat Keputusan Dirjen Mineral Batu Bara dan Panas Bumi, dikeluarkan sekali setahun, setiap bulan Juni. Penetapan persentase itu dengan masukan dari Departemen Perindustrian, asosiasi industri pemakai batu bara, asosiasi produsen, dan asosiasi trader.
Sanksi bagi perusahaan yang menjual batu bara di bawah harga yang wajar atau di bawah harga patokan adalah membayar kekurangan kewajiban pembayaran kepada pemerintah, baik dalam bentuk penerimaan pajak maupun penerimaan negara bukan pajak. (Doty Damayanti/Kompas)