Monday, August 04, 2008

Solar Industri Kewajiban atau Pilihan

Kamis, 24-07-2008 | 01:10:40

Beberapa waktu terakhir, di Kalimantan Selatan antrean kendaraan bermotor terlihat menumpuk di sejumlah SPBU. Truk batu bara pun ikut antre hingga berjam-jam untuk mendapatkan bahan bakar minyak berupa solar.

Oleh: Andi Riharto

Permasalahan yang selalu menjadi perbicangan di setiap sudut kantor pemerintahan, kampus sampai ke akar rumput masyarakat tentang kemacetan akibat antrean truk-truk pengangkut batu bara sudah lazim dan bukan lagi menjadi berita yang bisa mengagetkan masyarakat.

Yang selalu menjadi pertanyaan publik, kenapa antrean panjang untuk mendapatkan BBM bisa terjadi dan sampai kapan keadaan yang mengganggu ini terselesaikan.

Pengalihan jalur truk angkutan batu bara menuju Pelabuhan Trisakti pada 2009 agaknya cukup membantu sebagian permasalahan kemacetan di ruas jalan. Akan tetapi apakah antrean panjang truk batu bara di SPBU bisa terselesaikan, sementara angkutan umum dalam/antarkota dan truk pengangkut sembako terpaksa gigit jari melihat betapa berkuasanya truk angkutan batu bara yang menyedot solar bersubsidi?

Sebenarnya untuk siapa solar bersubsidi? Pertamina yang merupakan kepanjangan tangan pemerintah sejak lama telah memberikan subsidi BBM untuk masyarakat. Hal ini diberlakukan untuk mengurangi beban masyarakat terhadap angkutan umum dan menekan kenaikan sembilan bahan pokok akibat faktor pengiriman.

Perlu kita ketahui, bahwa kuota solar bersubsidi Kalimantan berdasarkan data Pertamina saat ini telah melampaui 20 persen dari kuota tahun 2008 sebanyak 747.714.000 liter. Nampaknya Pertamina menangkap permasalahan ini dengan cukup bijak dan mulai menggulirkan kebijakan beroperasinya 10 SPBU untuk melayani solar industri di Kalimantan. Di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan masing-masing empat buah, sedang di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah masing-masing satu unit SPBU.

Truk batu bara rela antre berjam-jam di SPBU karena adanya disparitas harga solar bersubsidi dan industri yang mencapai Rp 7.300/liter. Perbandingannya, volume 1 liter solar industri sama dengan 2,33 liter solar bersubsidi.

Jika dalam 1 unit truk angkutan batu bara muatan menengah mengisi tangki BBM nya dengan membeli solar bersubsidi 60 liter (fulltank), maka sebenarnya truk tersebut telah menggunakan subsidi pemerintah sebanyak 34.22 liter solar.

Bayangkan dengan lalu lintas harian rata-rata truk batu bara di seluruh Kalimantan Selatan yang mencapai kisaran lebih dari 3.000 unit/hari, solar yang dibagikan lebih dari 102.660 liter per hari yang dinikmati oleh para pemain industri batu bara dengan gratis.

Sementara di tiap sudut wilayah di Indonesia, masyarakat miskin berebut Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah sebagai imbal balik kenaikan BBM. Apabila penyalahgunaan solar bersubsidi dapat ditekan, tentunya masih banyak lagi warga miskin yang akan tertolong melalui BLT.

Berbagai alternatif telah diambil berbagai pihak, sekarang adalah waktunya bersama-sama seluruh komponen masyarakat Banua untuk memunculkan semboyan Waja Sampai Kaputing dalam menekan penyalahgunaan solar bersubsidi ini.

Pemerintah Provinsi tidak boleh sekedar menunggu untuk mendapatkan petunjuk ataupun perundang-undangan pusat yang mengatur petunjuk pelaksanaan pencegahan penyalahgunaan solar bersubsidi.

Kebijakan Pertamina dalam penunjukan SPBU solar non-subsidi patut didukung penuh dan diberikan akses lebih bahkan digalakkan dan dipermudah perizinan pembuatan SPBU khusus yang menyediakan solar industri terutama di daerah/kabupaten penghasil batu bara.

Aparat kepolisian daerah sebagai pengayom masyarakat beserta dinas perhubungan juga wajib membantu penegasan dengan mengadakan pemantauan di lokasi sekitar SPBU dan menindak tegas truk pengangkut batu bara yang mengisi solar di SPBU bersubsidi.

Hal ini tentunya bisa berjalan optimal apabila SPBU non subsidi juga mudah dijangkau lokasinya di setiap daerah industri.

Para tokoh agama serentak melakukan sosialisasi kepada masyakat bagaimana mulianya manusia di sisi Tuhan bila menghindari mengambil hak orang teraniaya (BLT berasal dari BBM) dan bagaimana murkanya Tuhan bila manusia mengambil yang bukan haknya (solar bersubsidi digunakan untuk industri).   

Dengan peranan tokoh agama dan alim ulama diharapkan akan mampu menembus grass root di seluruh lapisan masyarakat. Mampu membangkitkan jiwa untuk berlomba-lomba menuju kebaikan dengan menghindari penyalahgunaan solar bersubsidi.

Setelah itu semua dilakukan, akankah tercetus dalam pikiran kita solar industri merupakan kewajiban atau hanya sekedar pilihan!

Penulis: Karyawan PT Kalimantan Prima Persada (contractor & mining developer)
Email: civil.hjur@pamapersada.com