12 August, 2008 06:07:00
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kalsel Subardjo
PEMERINTAH Provinsi Kalimantan Selatan menuntut pemerintah pusat segera menerbitkan peraturan yang mengatur tata niaga batubara agar tidak diperjualbelikan secara bebas.
Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kalsel Subardjo dalam pertemuan dengan anggota Komisi VI DPR di Banjarmasin, Selasa.
Menurutnya, saat ini perdagangan batubara, khususnya di Kalsel, belum diatur alias masih diperjualbelikan secara bebas, sehingga pemerintah sulit untuk mengakses data secara riil berapa besar produksi batubara dari Kalsel.
Kondisi ini bila terus dibiarkan, akan sangat membahayakan sumber daya alam di Kalsel, karena batubara terus dikeruk sementara pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan.
Dikhawatirkan, produksi sumber daya alam batubara tersebut akan habis dalam waktu singkat seperti yang terjadi pada kayu dan sumber daya alam lainnya.
Apalagi dengan adanya peraturan baru yang membolehkan setiap warga negara berusaha di sektor pertambangan ini secara bebas. "Ketentuan tata niaga batubara dan pertambangan lain, mutlak harus segera diterbitkan, sebagai pedoman untuk pengawasan," katanya.
Diungkapkannya, saat ini pemerintah hampir tidak memiliki akses untuk mengetahui secara pasti tata niaga batubara yang setiap tahun produksinya terus meningkat.
Sekda Kalsel Muchlis Gafuri mengungkapkan, dari data yang ada ekspor batubara Kalsel tiap tahunnya mencapai 70 juta ton dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 90 juta ton pada 2008 ini. Tingginya produksi batu bara ini, di satu sisi cukup menggembirakan, tetapi juga sangat mengkhawatirkan, karena banyak yang justru merugikan daerah, kaerna kendali pengawasan dan aturan masih di tangan pemerintah pusat.
Dia mencontohkan, seperti kayu, beberapa tahun lalu, Kalimantan di kenal dengan surganya kayu, sehingga tidak sedikit pengusaha yang kaya karena produksi kayu tersebut.
"Bahkan dapat diistilahkan, dulu warga Kalimantan Timur karena kayanya oleh kayu, melinting rokok juga dengan uang, namun sekarang kenyataannya, tidak satupun industri kayu yang sehat," tambahnya.
Hal tersebut terjadi, karena kebijakan pusat yang tidak melakukan kajian mendalam untuk jangka panjang, yang ada hanya menebang tanpa melakukan pembaharuan.
"Proyek pembukaan lahan sejuta hektar, sangat memukul daerah, karena sejuta lahan dibabat diambil kayunya, sementara lahannya tidak ada yang digarap, sehingga daerah babak belur," katanya.
Jangan sampai, kondisi tersebut juga terulang pada sektor batubara, yang hingga kini terus ditambang, sementara tidak dilakukan reklamasi.
Kekhawatiran yang sama juga disampaikan beberapa anggota Komisi VI yang diketuai oleh Muhidin Said. Menurut Said, seluruh persoalan yang mencuat di daerah akan segera diperjuangkan di pemerintah pusat.
"Kita cukup terkejut dengan persoalan-persoalan di daerah, terutama tambang, permasalah ini akan terus kita perjuangkan di pusat," pungkas Said. an/mb07