15 August, 2008 06:18:00
JAKARTA - Pemerintah akan meneliti semua kontrak batubara untuk mencari penyelesaian kisruh royalti dan pajak perusahaan tambang batubara. Penyelesaian difokuskan pada kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
"Pokoknya kita sedang fokus menyelesaikan yang di PKP2B kalau mereka minta kepastian hukum, ya kita kembalikan ke kontrak, di kontrak itu disebutkan apa yang kita ikuti. Kalau dia suatu kontrak yang sifatnya nail down (sistem pajak tetap selama kontrak) artinya mereka harus hormati sampai selesai. Kita akan melihat keseluruhan inti yang ada dalam kontrak itu," kata Menkeu Sri Mulyani.
Hal itu diungkapkan Menkeu yang juga merangkap sebagai Menko Perekonomian usai acara penyampaian RAPBN 2009 dan nota keuangan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di DPR, gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat.
"Kalau ada perubahan itu berarti peraturan perundang-undangan tidak apply atau tidak, akan kita lakukan untuk kontrak tersebut. Namun tetap kontrak itu sendiri punya konsekuensi karena rezim pajaknya berbeda dengan rezim pajak yang sekarang," lanjut Menkeu.
Yang jelas, lanjut Menkeu, pemerintah berharap ada pembayaran dari kewajiban perusahaan itu.
Pemerintah saat ini sedang mencari mekanisme agar para pengusaha batubara mendapat perlakuan khusus dari PP No 144 tahun 2000. Sengketa ini diharapkan dapat selesai dalam minggu ini.
Pemerintah sepakat akan membuat formula reimbursement terkait PP No 144 tahun 2000 agar PP ini tidak dikenakan ke pengusaha batubara yang menandatangi kontrak PKP2B generasi pertama.
Pemerintah sendiri telah melakukan pencekalan terhadap sejumlah perusahaan besar batubara karena masih menunggak pembayaran pajak dan royaltinya.
Bahkan ditjen imigrasi telah mengeluarkan daftar cekal untuk direksi di perusahaan batubara yang bermasalah seperti PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro, dan PT Berau Coal selama enam bulan mulai Agustus 2008 sampai Januari 2009. ir/mb07