Wednesday, March 04, 2009

Formula Royalti Batu Bara Tak Adil

Rabu, 14 Januari 2009 | 02:40 WITA

BANJARMASIN - Kedatangan 19 anggota DPR RI ke Kalimantan Selatan (Kalsel) menjadi ajang keluh kesah gubernur perihal penambangan batu bara. Gubernur Kalsel Rudy Ariffin mengeluhkan tidak adanya formula khusus menyangkut perimbangan keuangan daerah untuk Kalsel sehubungan dengan kecilnya royalti batu bara yang diterima.

Selama ini, Kalsel merupakan produsen batu bara nomor dua se-Indonesia, namun hanya mendapatkan bagi hasil sebesar Rp 85 miliar setahun. Padahal, banyak dampak dari aktivitas eksploitasi tambang batu bara yang ditimbulkan yang memerlukan biaya untuk perbaikan lingkungan.

Rudy mengungkapkan, selama ini dari sekitar 170 juta ton batu bara yang menjadi produksi nasional sepertiganya, atau sekitar 70 juta ton disuplai Kalsel. Akan tetapi, apa yang didapat di daerah ini sangat minim.

“Bayangkan dengan batubara yang kita hasilkan setahunnya kita hanya mendapatkan Rp 85 miliar. Ini tentu tidak sebanding,” cetusnya, Selasa (13/1).

Dibandingkan dengan tambang minyak bumi yang berlangsung di Kaltim ada sharing royalti yang didapat di daerah, tambang batubara tidak disamakan. Menurutnya, tambang batu bara ada kondisi eksperimental yang memerlukan perbaikan-perbaikan karena sistem tambang yang diterapkan dengan open pit (tambang terbuka).

“Ada perbaikan lingkungan yang mesti dilakukan karena eksploitasi batubara dilakukan dengan sistem terbuka yang masih memerlukan adanya reklamasi, revegetasi dan kegiatan lainnya. Karena itu, kita minta ada keadilan menyangkut bagi hasil royalti ini,” cetus gubernur.

Gubernur mengatakan, Brunei dengan tambang minyak buminya dibandingkan Kalsel tidak ada apa-apanya. Mereka hanya punya minyak bumi, sedangkan Kalsel punya tambang batubara, biji besi serta perkebunan.

Tetapi, yang terjadi regulasi tambang batubara masih belum berpihak terhadap daerah penghasil sehingga kekayaan berupaya batubara yang dimiliki daerah ini tidak begitu besar pengaruhnya untuk kemakmuran bagi daerah.

Dengan nada kesal, Rudy pun mengancam, bahwa seandainya dilakukan moratorium batu bara ia yakin Jawa Bali pasti akan gelap. Karena ia tahu betul, kontrak pembelian jangka panjang batubara perusahaan-perusahaan besar seperti Adaro dikirim ke luar negeri sedangkan untuk pembangkit didapat dari tambang-tambang kecil. (wid)