Thursday, 08 January 2009 09:28 redaksi
BANJARMASIN - Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dimotori LSM Kesatuan Aksi Peduli Penderitaan Rakyat (Kappera) menyambangi Dit Reskrim Polda Kalsel. Mereka melaporkan dugaan korupsi pada kegiatan pungutan terhadap angkutan batubara, Rabu (7/1) siang.
Pada pengaduan itu, tampak Ketua Kappera Kalsel Syafrian Noor HB alias Yayan, dan sejumlah perwakilan dari LSM Komunitas Peduli Kota (KPK), LSM Gerakan Generasi Muda Kalsel (GGMK) dan Gerindo yang dimotori Syamsul Daulah.
Kepada pers yang mewawancarainya, Yayan mengatakan, tujuan kedatangan pihaknya ke Mapolda Kalsel adalah untuk melaporkan dugaan tindak pidana murni penggelapan bahkan menjurus korupsi karena kegiatan itu bersandar pada SK Walikota Banjarmasin.
"Kita akan menyampaikan data-data kepada polisi, karena pungutan angkutan batubara ini tidak jelas ke mana dananya. Selain itu, karena ini menyangkut pula kegiatan yang bersandar pada SK pejabat publik dan negara, maka boleh jadi kasus ini ada indikasi korupsinya," ujarnya.
Disinggung di mana letak indikasi korupsi, Yayan menambahkan, pihaknya curiga karena terkait rencana Pemko Banjarmasin menutup stockpile batubara di kawasan Pelambuan-Pasir Mas, Banjarmasin Barat, terkesan ada kendala berupa lahan pengganti stockpile.
"Padahal, pada tahun 2002, Walikota Sofyan Arpan (almarhum) pernah mengeluarkan SK No 0225 Tahun 2002 tertanggal 11 Desember 2002 tentang Tim Persiapan Kawasan Stockpile Batubara, yang merupakan awal dibentuknya tim pemungutan angkutan batubara yang masuk Banjarmasin. Tujuannya, untuk menyiapkan lahan stockpile yang refresentatif sampai sarana pendukung berupa pelabuhan khusus," ujarnya.
Sejatinya, jika sumbangan tersebut dikelola dengan baik dan tidak disimpangkan, lahan pengganti stockpile sudah siap, sehingga begitu kawasan Pelambuan-Pasir Mas ditutup untuk stockpile sudah ada lahan penggantinya. "Nyatanya, sampai sekarang, tidak ada lahan pengganti itu. Lalu ke mana dananya," tukasnya.
Berdasar hitung-hitungan sejumlah LSM, pungutan tiap truk batubara yang berjumlah Rp3.000 kemudian berubah menjadi Rp4.000 di tahun kedua, sangat potensial. Pasalnya, dalam sehari, rata-rata ada 1.500 truk batubara yang lewat dan memberi sumbangan di pos pemungutan di Jl Lingkar Selatan, Basirih. "Jika ditotal, selama rentang dua tahun pelaksanaan pungutan sampai kemudian dihentikan pada 2003, kami perkirakan ada dana Rp40 miliar yang tak jelas ke mana larinya dana itu," ungkapnya.
Menurutnya, dari beberapa SK Walikota yang mengatur jumlah pungutan dan tim yang melaksanakan pungutan, terdapat sejumlah pejabat dari Pemko Banjarmasin yang diambil dari instansi terkait seperti Bappedalda, Distako Banjarmasin dan lain-lain termasuk dari Asosiasi Penambang Rakyat (Aspera) dan sejumlah LSM.
"Menurut informasi yang kami terima lagi, sebagian dana tersebut ditarik dan dikuasai oleh Ketua Umum Aspera, Endang Kesumayadi. Namun, kami berharap, Polda Kalsel mengusut semua orang yang terlibat dan terkait dalam tim pelaksana pengutan tersebut," tegasnya.adi/mb05
Aspera membantah
Sementara itu, melalui telepon, Sekretaris Aspera, Solikin mewakili Ketua Umum Aspera Endang Kesumayadi membantah dengan keras tudingan kalau Aspera turut bertanggung jawab soal tak jelasnya dana pengutan angkutan batubara tersebut.
"Tim pemungutan tak hanya Aspera, melainkan ada juga para pejabat dari Pemko Banjarmasin dan LSM. Adapun tim penerima diketuai pejabat Marzuki Dargam dan bendaharanya Basuki, ada juga anggota pengusaha batubara, pejabat dan dari Aspera, kebetulan saya dan Pak Endang," jelasnya.
Menurutnya, kalau dituding hanya Aspera yang bertanggung jawab maka hal itu keliru besar. "Begitu juga soal tudingan jumlah dana yang dipungut total hingga Rp40 miliar, sebab yang benar selama dua tahun sampai dihentikan oleh caretaker Walikota Banjarmasin, Iskandar dan Walikota Banjarmasin Midpai Yabani, hanya ada Rp4 miliar," paparnya.
Adapun peruntukan dana tersebut, lanjutnya, adalah untuk mengganti rugi lahan stockpile dari masyarakat, kemudian untuk biaya operasional tim serta kegiatan positif untuk mencari investor.
Solikin tak menyinggung masalah lahan pengganti stockpile. Hanya menjelaskan bahwa dana digunakan juga untuk membayar ganti rugi lahan stockpile.
Bahkan, tambahnya, kasus tersebut sebenarnya juga pernah ditelisik Kejari Banjarmasin pada tahun 2007 lalu. "Namun, dalam penelisikan itu, tak ada ditemukan penyimpangan, sehingga kami mempertanyakan di mana letak penyimpangan sebagaimana yang dimaksud sejumlah LSM yang melapor ke Polda Kalsel itu," katanya.Sementara itu, Dir Reskrim Polda Kalsel Kombes Pol Machfud Arifin mengatakan, dirinya belum membaca surat laporan sejumlah LSM tersebut, sehingga belum bisa berkomentar. adi/mb05