Sabtu, 6 September 2008
Martapura – Sesuai Perda Pembentukan PD Baramarta, perusahaan milik Pemkab Banjar ini harus membagi usahanya sebanyak 55 persen dari laba bersih. Namun dalam praktiknya, perusahaan ini hanya memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sesuai target.
Seperti di tahun anggaran 2008 ini. target yang dikenakan terhadap pemegang PKP2B ini hanyalah Rp7 miliar. Nilai yang sangat tidak relevan jika dibandingkan dengan fluktuasi harga batubara di pasar. Ini jika dikalkulasikan dengan target produksi batubara perusahaan ini yang 4 juta ton di tahun 2008 ini.
Tidak masalah, jika harga jual batubara ini berkisar 15 US$ sampai 20 U$ per ton. Sekarang ini harga batubara bahkan trendnya terus naik hingga pemerintah pusat sudah mematok royalti untuk jenis tabang batubara pertonnya senilai 90,74 U$ per ton atau sekitar Rp1,8 jutaan. Sebuah angka yang fantastis tentunya jika dikalkulasikan dengan produksi PD Baramarta yang memasang target sebanyak 4 juta ton batubara. Inikan setara dengan sekitar Rp7,2 triliun. Bandingkan dengan angka Rp7 miliar yang didapat Pemkab Banjar.
Melihat kejanggalan ini, Komisi II DPRD Banjar pun berinisiatif memanggil manajemen PD Baramarta. Hasilnya, pihak manajemen perusahaan daerah yang baru saja berganti tersebut, secara tidak langsung mengakui jika dengan pola bagi hasil laba bersih 55 persen jauh lebih menguntungkan.
“Tapi yang pasti, kami hanya melaksanakan dan menjalankan amanah dari owner yang dalam hal ini Pemkab Banjar. Mau sistem target kami siap, demikian juga dengan sistem bagi hasil laba bersih 55 persen masuk kas daerah kami juga sangat siap,” ujar Direktur PD Baramarta Yulizar di hadapan Komisi II kemarin lusa.
Yulizar juga memberikan berbagai masukan berkenaan dengan kemungkinan pilihan tersebut. Menurut dia, dengan sitem target, angka yang disetorkan sudah pasti besarnya. Seperti yang selama ini berjalan. Selain itu, pembayaran atas target yang ditentukan juga tidak harus menunggu akhir tahun setelah proses audit tahunan.
Berbeda dengan sistem bagi hasil atas laba bersih 55 persen masuk dalam kas daerah. Dengan pola tersebut, dijelaskan Yuli, pihaknya tidak mungkin bisa menyetor bagi hasil tersebut sebelum proses audit keuangan akhir tahun.
“Selain itu, besarnya juga berfluktuasi. Tergantung keuntungan yang diperoleh perusahaan. Konsekuensinya, jika keuntungnnya kecil otomatis angka yang masuk dalam kas daerah juga relatif kecil. Begitu juga sebaliknya,” jelasnya.
Terhadap pilihan-pilihan tersebut, Komisi II yang antara lain terdiri dari Tajuddin, Andin Sofyan, Abdul Karim meminta dalam waktu dekat manajemen perusahaan membuat asumsi-asumsi perhitungan.
“Selama ini kita tidak tahu berapa persentasi bagian dari P Baramarta dari mitra kerjanya. Tapi kami yakin, angkanya tidak mungkin kecil jika harga batubaranya juga hampr Rp2 juta per ton itu,” katanya. (yan)