Royalti Batu Bara
Jumat, 19 September 2008 | 07:52 WIB
JAKARTA, JUMAT - Hari ini merupakan batas terakhir bagi enam kontraktor batu bara yang menunggak sebagian dana hasil pertambangan batu bara, untuk menyetor dana jaminan ke Pemerintah.
Dua dari enam kontraktor batu bara, yang menunggak sebagian dana hasil pertambangan batu bara, telah menyetor dana jaminan sebesar Rp 260 miliar ke rekening Departemen Keuangan.
Empat kontraktor lainnya belum menyetorkan dana jaminanya. Departemen Keuangan (Depkeu) memberikan batas waktu penyetoran dana jaminan, Jumat (19/9). Total dana jaminan yang harus disetor enam kontraktor adalah Rp 600 miliar.
Dirjen Kekayaan Negara Depkeu Hadiyanto, Kamis (18/9) di Jakarta, menyebutkan, dua kontraktor yang telah menyetor ke rekening Depkeu di BNI Kramat Jakarta adalah PT Kideco Jaya Agung dan PT Adaro Indonesia, masing-masing Rp 110 miliar dan Rp 150 miliar.
Meski tidak turut menandatangani perjanjian tertulis, PT Kendilo Coal Indonesia menyatakan ikut dalam perjanjian tersebut. Perusahaan yang berbasis di Singapura ini berkomitmen menyetor 6 juta dollar AS.
Dana jaminan itu menjadi indikasi bahwa kontraktor batu bara tersebut beritikad baik mengikuti mekanisme penyelesaian utang piutang sesuai cara pemerintah. Caranya adalah dengan mengembalikan perhitungan dana hasil batu bara sesuai kontrak generasi pertama kontraktor batu bara yang ditandatangani tahun 1983.
Dengan dasar itu, enam kontraktor tidak hanya ditagih royalti Rp 3,8 triliun, tetapi juga wajib menyetor tunggakan Pajak Penjualan (PPn) Rp 3,2 triliun. Namun, di sisi lain, kontraktor mengajukan klaim pengembalian kelebihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Supriatna Suhala menyatakan, pengusaha tambang mengharapkan pemerintah segera mengeluarkan aturan tentang tata cara klaim tagihan (reimbursment) kepada negara. Itu perlu agar tagihan ke pemerintah bisa disampaikan lebih mudah.
”Sebelum ini, keenam kontraktor batu bara enggan menyetor dana jaminan karena Dirjen Pajak ingin dana itu langsung masuk kas negara. Padahal, kesepakatan dengan BPKP hanya ditempatkan di rekening sementara. Hal itu harus diperjelas,” ujarnya.
Sejalan belum dibayarnya tunggakan dana hasil batu bara, Depkeu beberapa waktu lalu telah melayangkan permohonan cegah tangkal ke Dirjen Imigrasi terhadap 14 pemimpin enam perusahaan bersangkutan.
Terkait pencekalan, Hadiyanto menegaskan, pihaknya akan meninjau ulang aturan pembebasan status pencekalan. ”Aturannya harus kami review dulu. Juga utangnya. Itu perlu karena kasus ini secara alami berbeda dengan tagihan pemerintah kepada debitur lain. Ini belum free and clear,” ujarnya.