Rabu, 17-09-2008 | 00:32:41
• Soal Perambahan Hutan Lindung
BANJARBARU, BPOST - Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kalsel belum melakukan tindakan terhadap perbuatan PD Baramarta dan PT NJI yang telah menambang batu bara di kawasan hutan lindung. Alasannya masih menunggu hasil penyelidikan.
"Setiap informasi perambahan hutan kita selidiki dulu. Bisa petugas dari provinsi atau dari kabupaten bersangkutan yang turun tangan," kata Kepala Dinas Kehutanan Kalsel Suhardi Atmorejo, Selasa (16/9).
Dari hasil penyelidikan, kata Suhardi data-data lapangan dikumpulkan, termasuk titik koordinat perusahaan yang bersangkutan melakukan aktivitas penambangan. Menurutnya, informasi yang telah dipublikasikan tidak bisa menjadi acuan, dengan alasan data yang disampaikan belum tentu akurat.
Karena itu diperlukan penyelidikan untuk memastikannya. "Kalau terbukti menambang di kawasan hutan tanpa memegang izin pinjam pakai kawasan hutan dari Departemen Kehutanan itu artinya penambang ilegal," ujarnya.
Khusus untuk Baramarta dan PT NJI, Suhardi mengaku belum menerima informasi perusahaan itu melakukan penjarahan. Namun dia mengakui pernah mengeluarkan surat teguran kepada Baramarta agar menghentikan sementara kegiatan penambangannya karena masa berlaku izin prinsip hampir habis.
Kepala Dinas Pertambangan Kalsel, Ali Muzanie menyatakan, masalah yang terjadi pada PD Baramarta dan PT NJI itu lebih kepada persoalan teknis kehutanan. Menurutnya, dari segi teknis tambang tidak ada masalah.
Hanya saja, izin di bidang pertambangan tidak serta merta membuat perusahaan itu dapat langsung menambang. "Karena pertambangan terbuka, maka harus menyelesaikan masalah lahan di atasnya. Kalau itu masuk kawasan hutan maka harus dipenuhi ketentuannya, seperti pinjam pakai kawasan hutan," tandasnya.(ais)
Tegaskan Peta Kawasan Hutan
DOSEN Fakultas Kehutanan Unlam H Udiansyah menyarankan, untuk meminimalisasi perambahan kawasan hutan oleh pertambangan, pemerintah semestinya menegaskan kawasan hutan.
Dengan cara ini pelaku mudah diseret ke meja hijau dengan tuduhan kejahatan lingkungan. Menurutnya, selama ini peta kawasan hutan belum seragam.
Padahal Undang Undang No 41/1999 tentang kehutanan mengatur tegas pelarangan segala aktivitas pertambangan terbuka di kawasan hutan lindung. "Karena masing-masing memiliki argumen yang berbeda tentang peta hutan lindung, akhirnya undang undang itu pun seperti tak ‘bergigi’,"katanya.
Perbedaan persepsi kawasan hutan itu pula, kata Udiansyah yang membuat aparat kebingungan menjerat pelaku perusak hutan. Dia mengatakan kalau pun pemerintah memberikan keleluasaan melakukan konversi hutan untuk kepentingan lain, sesuai dengan ketentuan Undang Undang, harus melalui izin pinjam pakai dari Menteri Kehutanan.
Sebagaimana pasal 38 ayat 5, izin baru bisa terbit setelah ada persetujuan DPR. Itu pun tetap mengacu pada batasan luasan tertentu juga pengkajian upaya pelestarian lingkungan.
Disinggung jika ada perusahaan yang justru berlindung pada Peraturan Pemerintah (PP) No 2/2008 yang mengatur hak sewa hutan, Udi tak sependapat. "PP itu secara hirarki di bawah Undang undang, jadi kekuatan hukumnya lebih tinggi dari undang undang," imbuhnya. (niz