Tuesday, January 15, 2008

“Kita Larang Ekspor Batu Bara”

Jumat, 11-01-2008 | 01:15:25

• Perusahaan Besar Harus Bangun Power Plan

BANJARMASIN, BPOST - Untuk mengatasi krisis listrik di daerah ini, Gubernur Kalsel H Rudy Ariffin menghendaki perusahaan atau penambang batu bara berskala besar untuk membangun power plan.

Saat ini, jelas Rudy, batu bara kita over suplai dan banyak diarahkan ke luar daerah, bahkn luar negeri. “Kalau mereka membangun power plan, perusahaan batu bara bisa membantu PLN. Dan PLN bisa menjual listrik dengan harga murah ke masyarakat,” kata Rudy saar coffe morning di Bulog Kalsel, Rabu (9/1).
Kalau penambang besar dan perusahaan batu bara tidak mau melakukan hal itu, tegasnya, Pemprov Kalsel akan mengeluarkan regulasi pelarangan ekpor batu bara.
“Kita akan bersikap tegas, dan mengeluarkan regulasi  pelarangan ekspor batu bara. Karena kondisi listrik kita dalam keadaan krisis,” papar dia.
Selama 2007, ungkap orang nomor satu di Banua ini, kita telah memproduksi batu bara sebanyak 73 juta ton, dan jumlah itu sepertiga dari jumlah nasional.
“Untuk tahun ini diprediksi jumlahnya 70 juta ton dan masih sepertiga dari jumlah nasional. Tapi dengan jumlah sebesar ini, tidak bermanfaat bagi masyarakat Kalsel,” kata dia.     
Dari jumlah itu, jelas Rudy, 45 juta ton merupakan produksi PT Adaro dan 23 juta ton dari Arutmin, sedang selebihnya dari kuasa pertambangan (KP).   
Saat ini, lanjut dia, Kalsel mengalami krisis energi pada kondisi luar biasa. “Sehingga listrik kita kadap baumuran (padam terus),” ucap Rudy.
Perlu Diatur
Sementara itu, Direktur Indonesia Development Monitoring (IDM), Dwi Mardianto mengatakan, pemerintah diminta tegas dalam membuat kebijakan terkait kebutuhan energi primer untuk sektor ketenagalistrikan seperti batu bara guna mendukung kepastian suplai energi kepada pembangkit listrik PLN.
“Pemerintah harus mengkaji opsi pemenuhan kebutuhan batu bara dan untuk mengantisipasi bertambahnya kebutuhan pemakaian batu bara kelistrikan dalam dua tahun ke depan, opsi yang harus disiapkan adalah mengubah royalti batu bara dari bentuk tunai ke bentuk barang,” tuturnya.
Ditambahkan dia, perubahan royalti dalam bentuk batubara ini dapat diggunakan oleh PLN dalam mendukung suplai untuk pembangkit listriknya.
Selain itu, Dwi menegaskan pemerintah juga perlu menyiapkan sarana dan infrastruktur pendukung pasokan batu bara. “Aturan yang melarang kapal berbendera asing mengangkut batu bara menjadi faktor yang mengancam pasokan ke depan, sebab pertumbuhan armada kapal di dalam negeri belum sanggup mengimbangi kenaikan pasokan,” jelasnya.
IDM dikatakan Dwi memberikan dukungannya kepada penyelenggaraan proyek pengadaan listrik 10 ribu MW. “Ketergantungan hidup kita terhadap listrik sudah sangat tinggi, bahkan listrik sudah jadi kebutuhan primer sementara sumber daya listrik masih sangat minim jika dibandingkan kebutuhan listrik saat ini,” ujarnya. tri/dtc