Rabu, 7 November 2007
Radar Banjarmasin
BANJARBARU ,- Ratusan truk batubara yang “kesiangan”, Selasa (6/11) kemarin, terpaksa harus parkir di pinggir jalan, di sepanjang jalur Lingkar Selatan, Basirih. Barisan truk ini harus menunggu waktu diperbolehkannya kembali berangkat pada pukul 20.00 Wita, malam harinya.
Antrean truk yang tak lazim ini, tidak lain merupakan buntut pemblokiran jalan oleh warga pada malam sebelumnya. Mereka marah lantaran telah terjadi insiden tabrak lari oleh truk batubara yang menewaskan warga setempat.
Sani, salah seorang sopir truk yang ditemui wartawan di jalur Lingkar Selatan Basirih, menceritakan, saat pemblokiran jalan berlangsung, panjangnya antrean truk yang terjadi hingga mencapai Landasan Ulin.
“Saya tidak tahu persis kejadian sebenarnya, namun yang jelas pada malam itu truk saya tertahan di depan makam pahlawan Bumi Kencana, Landasan Ulin,” ujarnya.
Di belakang truknya, menurut Sani, masih terdapat lagi ratusan antrean truk pengangkut batubara. “Mungkin hingga ke Jl Trikora Banjarbaru,” ujar Fandi dan Karmintu, rekan Sani yang kebetulan berada di sampingnya.
Pemblokiran baru berheti sekitar pukul 03.00 dinihari Selasa (6/11). Melunaknya sikap warga tersebut lantaran telah terjadi kesepakatan antara aparat dengan tokoh masyarakat setempat.
Menurut informasi, warga baru mau membuka blokade jalan apabila setiap truk batubara yang akan melintas bersedia membayar uang duka kepada keluarga korban sebesar Rp5 ribu per truk.
Karena antrean truk yang tertahan hingga pemblokiran jalan dibuka cukup panjang, membuat angkutan yang berada di urutan belakang kesiangan dan kembali tertahan di sekitar Handil Kandangan hingga Jembatan Basirih.
Berdasarkan pantauan di lapangan, antren truk batubara yang “kesiangan” itu terpaksa memarkir kendaraannya di pinggir jalan. Dengan susunan truk dua-dua memanjang sejauh hampir 3 kilometer. Parkir antrean truk yang memakan hampir separo badan jalan itu cukup membuat macet lalu lintas. Sebab sisa ruas jalan yang dapat digunakan pengguna jalur Lingkar Selatan arah Basirih maupun sebaliknya tinggal separonya lagi.
Sambil menunggu keberangkatan pada malam harinya, sebagian sopir ada yang memilih duduk-duduk di bawah pohon dan warung-warung kopi terdekat. Ada pula yang membenahi kendaraannya sambil memutar musik dangdut dan house music keras-keras untuk menghibur diri. “Yeah, mau bagaimana lagi, namanya juga musibah,” ungkap Sani pasrah. (ram)