Kamis, 30 Agustus 2007
BANJARBARU,- PT Galuh Cempaka (GC) hanya memproduksi sekitar 1.000 krat per tahun? Klaim tersebut diragukan banyak pihak. Salah satunya Direktur Bina Lingkungan Hidup Indonesia (BLHI) Kalsel Badrul Ain Sanusi Al Afif. Dia memprediksi, perusahan asing raksasa yang bergerak di bidang pertambangan intan menghasilkan lebih banyak dari itu, hanya saja agak ditutup-tutupi.
’’Kami sangat yakni jumlahnya lebih dari, dan Pemko sendiri tidak tahu dengan kondisi tersebut,’’ ungkap Badrul.
Dijelaskan Badrul, keraguan ini timbul karena tidak ada transparasi dari PT GC sendiri mengenai intan yang dihasilkan. Informasi dan data yang diberikan hanya bersifat umum, global, sama sekali tidak mendetail.
’’Apa salahnya jika transparan, kendati semua sudah diatur lewat royalti, namun dengan hasil yang obyektif, Pemkot dapat meraba dan mencari alternatif kontribusi yang didapatkan nanti,’’ ujarnya.
Selain itu, sambung Badrul, ketidak-yakinan pihaknya juga berdasar pada penggunaan fasilitas canggih yang digunakan dalam menambang, serta luasan tambang sendiri yang terbilang sangat luas.
’’Dengan faktor pendukung tersebut, kami sangat yakin produksi yang dihasilkan sangat banyak,’’ ujarnya.
Badrul menyarankan untuk dibuat tim guna melihat hasil PT GC sendiri, sehingga ada transparasi di dalamnya, di samping personel Pemkot, unsur masyarakat dan LSM juga dapat dilibatkan.
’’Yang jelas tim bergerak secara independen, tidak terpengaruh apapun, dan tugasnya memberi laporan yang obyektif, tapi ini hanya bisa dilakukan jika PT GC sendiri bersedia bekerja sama,’’ tandasnya.
Sekadar diketahui, berdasarkan kontrak karya yang sudah disepakati antara investor dan pemerintah pusat, PT Galuh Cempaka (PT GC) Banjarbaru, baru akan mengakhiri aktivitasnya menambang intan 18 tahun lagi.
Dengan kondisi tersebut, berarti sekitar 18 tahun lagi sumber daya alam berharga berupa intan di wilayah Cempaka akan ’’dikuras’’ perusahaan raksasa asing tersebut yang saat ini sedang mengeksploitasi lahan tambang Cempaka hingga 11 ribu hektare.
Saat ini eksploitasi dilakukan secara bertahap, mulai 2.900 hektare, kemudian 8 ribu hingga 11 ribu hektare, sampai kontrak karya yang diberikan pusat habis masa berlakunya.
Sementara itu, Presiden Direktur PT GC Harry Sudarsono, mengakui, setelah melakukan ekploitasi pada areal tambang, pihaknya harus kembali melakukan eksplorasi pada lahan-lahan yang belum digali, demikian seterusnya.
’’Investasi tersebut yang jelas harus diimbangi dengan produksi yang dihasilkan, sehingga perusahaan tidak rugi,’’ ujarnya.
Dijelaskan Harry, pihaknya dalam setahun jelas punya target produksi intan yang harus didapat, yakni sekitar seribu krat per tahunnya, kemudian pihaknya akan memberikan kewajiban royalti sesuai kontrak yang disepakati bersama.
’’Kami selalu memberikan kontribusi bagi negara, maupun daerah yang ketempatan eksploitasi tersebut,’’ ujarnya. (mul)