Thursday, 05 July 2007 01:59
Tidak bermaksud berlebihan, tetapi kebijakan tersebut mengandung risiko lain di luar persoalan lingkungan akibat semakin gegap gempitanya eksploitasi batu bara.
Oleh: Noorhalis Majid
Ketua KPU Kota Banjarmasin
Dalam hotline BPost, banyak gugatan terhadap kondisi jalan raya kita. Tidak sekadar rusak, berdebu, semraut, tetapi juga penuh risiko terutama pascakebijakan enam ton 24 jam yang memperparah kondisi fisik jalan hingga memperburuk jaminan kenyamanan dan keselamatan lalu lintas kita.
Saya awali prolog di atas untuk melihat kebijakan enam ton 24 jam bagi truk batu bara yang melintasi jalan raya atau jalan umum. Kebijakan itu membatasi kapasitas angkutan maksimal hanya enam ton setiap truk, tetapi membolehkan untuk melintas selama 24 jam.
Menarik untuk ditelaah adalah makna enam ton dan 24 jam itu. Maknanya, truk mengangkut muatan lebih ringan dari biasanya, karena sebelumnya mereka mengangkut rata-rata 10 ton atau mungkin lebih. Sekarang hanya enam ton, maka ketika lebih ringan mereka dapat melaju lebih kencang. Bisa dibayangkan akibatnya, saat 1.400 truk melaju lebih kencang dari biasanya? Dan, boleh melaju selama 24 jam di jalan raya, apa yang akan terjadi dengan pengguna jalan raya lainnya.
Tidak bermaksud berlebihan, tetapi kebijakan tersebut mengandung risiko lain di luar persoalan lingkungan akibat semakin gegap gempitanya eksploitasi batu bara. Siapkah aparat keamanan kita mengatur lalu lintas selama 24 jam, sehingga kecelakaan tidak terjadi? Seandainya kecelakaan terjadi, siapakah yang bertanggung jawab. Pengendara truk batu bara semata, ataukah juga otoritas yang mengeluarkan kebijakan 24 jam itu? Pertanyaan ini muncul karena harus dikritisi tidak saja soal peraturan lalu lintasnya, melainkan risiko lanjutan dari sebuah kebijakan publik yang dikeluarkan.
Risiko lanjutan dari sebuah kebijakan publik memang masih tidak terlalu sensitif diperhatikan. Jaminan keamanan dari sebuah kebijakan publik juga tidak terlalu dipikirkan lebih panjang.
Makna lain dari enam ton 24 jam: Melahirkan protes sangat keras agar sesegranya dibangun jalan alternaif bagi angkutan batu bara. Dua pilihan jalan yang sudah lama digulirkan: darat dan membuat kanal atau sungai. Pemerintah menjanjikan, dalam dua tahun jalan alternatif tersebut direalisasikan. Artinya, waktu tersebut bisa dianggap pendek dan bisa juga dianggap panjang, bergantung dari latar kepentingan yang menyertainya. Bahkan ada kawan yang memaknainya dari kaca mata politik. Menafsirkan fenomena ini dan menghubungkan dengan koalisi pilkada di tiga kabupaten di Kalsel tahun ini.
Sikap Publik
Kalau kebijakan lebih banyak merugikan publik, maka ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama, secara hukum dapat menuntutnya melalui pengadilan, sebagai tuntutan warga negara atas kebijakan yang dibuat pemerintah. Cara ini memang jarang dilakukan, tetapi sebagai pembelajaran hukum menarik dilakukan. Setidaknya mengingatkan, kebijakan harus memperhatikan keadilan bagi semua orang.
Kedua, melalui penggalangan dukungan masyarakat sipil. Bersama organisasi masyarakat sipil melakukan gugatan ke DPRD, dan diharapkan DPRD dapat menekan pemerintah untuk mengubah kebijakan yang dibuat. Semakin banyak organisasi masyarakat sipil yang bisa dihimpun, maka semakin kuat tekanan politik yang bisa dilakukan. Karena itu pengorganisasian, kerja koalisi dan sistem jaringan diperlukan dalam mekanisme ini.
Ketiga, melalui mekanisme politik. Datang ke parpol yang Anda dukung dalam pemilu lalu, sampaikan semua persoalan yang menjadi keluhan Anda dan pastikan parpol dapat memperjuangkannya. Kalau tidak bisa, maka nyatakan Anda tidak akan mendukungnya lagi pada pemilu akan datang.
Cara lain bisa melalui wacana publik: mengandalkan kekuatan media massa yang dapat memobilisi berbagai suara mulai dari akademisi, tokoh masyarakat, anggota DPRD, tokoh parpol, DPD, LSM, masyarakat korban dan lainnya yang terus menyuarakan persoalan ini tanpa henti.
Keempat cara itu dapat dilakukan bersamaan. Artinya, semua cara dilaksanakan sehingga kekuatan dalam menekan kebijakan yang dituntut semakin kuat. Cara seperti ini akan berhasil mencapai tujuan bila sistem hukum dan demokrasi yang kita jalankan memberikan kepastian dan keadilan bagi semua pihak tanpa kecuali. Semoga keadilan itu masih ada.
e-mail: noorhalism@indo.net.id
Copyright © 2003 Banjarmasin Post