Minggu, 3 Juni 2007
Blasting yang Menimpa Rumah Warga
Radar Banjarmasin- MARTAPURA– Belakangan ini kegiatan pertambangan batubara dengan sistem blasting (peledakan) sedang marak dibicarakan. Terutama oleh masyarakat yang tinggal di sekitar tambang, seperti di wilayah kecamatan Pengaron.
Sebagian besar masyarakat menuntut agar pelaksanaan peledakan atau lebih dikenal dengan istilah blasting dilakukan dengan seaman mungkin. Jangan sampai menimbulkan persoalan bagi masyarakat.
Tuntutan tersebut menyusul seringkali terjadinya dampak negatif dari aktivitas blasting. Seperti getaran akibat ledakan. Bahkan lebih parah lagi kejadian pada 24 Mei lalu, di mana rumah salah seorang warga jebol akibat kejatuhan bongkaran batu hasil dari kegiatan blasting PT KPP, sub kontraktor PT Tanjung Alam Jaya.
Manajer Komdev PT TAJ Hendri, sama sekali tidak membantah ada kejadian tersebut. Bahkan berkali-kali ayah dua orang gadis ini menyampaikan permintaan maafnya atas kejadian yang tidak dikehendaki tersebut.
”Semua proses blasting sudah dipersiapkan dengan sangat matang. Tetapi namanya apes itu tidak bisa diperkirakan, ya mau gimana lagi. Semuanya sudah terjadi. Tetapi perusahaan sangat komit (komitmen) untuk menyelesaikan persoalan tersebut,” ujarnya, kemarin malam.
Lebih jauh, Hendri menjelaskan, antara perusahaan dengan masyarakat Desa Batang Banyu sudah terikat dalam perjanjian kesepahaman. Di mana antara lain perusahaan memberikan sumbangan kepada desa. Sumbangan disalurkan untuk keperluan ibadah. Selain itu, juga disepakati kalau ada proses blasting maka masyarakatkan direlokasi ke tempat yang disepakati.
”Jadi waktu kejadian itu desa dalam keadaan kosong. Karena sebelum kegiatan blasting, warga sudah direlokasi. Terhadap rumah yang terkena jatuhan bongkahan batu kami sudah mulai memperbaikinya,” ungkap dia.
Hanya saja sayangnya, ujar Hendri lebih jauh, persoalan itu sempat ternoda karena memunculkan gejolak di masyarakat itu sendiri.
”Biasalah, namanya masyarakat itu ’kan orang banyak. Kalau satu dibantu karena memang kewajiban kami, yang lain menuntut. Kalau sudah begini ’kan agak repot. Tetapi alhamdullilah, semuanya sudah bisa teratasi,” ujarnya.
Di bagian lain, Hendri mengklarifikasi soal jarah aktivitas peledakan. Menurut dia jarak dari alat peledakan dengan pedesaan sejauh 390 meter. Sedangkan pusat peledakannya sendiri jaraknya sejauh 500 meter.
”Semua prossdur peledakan sudah sesuai dengan peraturan yang ada. Tetapi seperti yang saya bilang tadi, kejadiannya di luar perkiraan,” katanya.
Hendri mengklaim, sebagian besar pegawai KPP adalah warga desa setempat. Jadi sedikit aneh jika muncul ketidakpuasan warga terhadap perusahaan.
Seperti diberitakan sebelumnya, warga Desa Batang Banyu belakangan merasa tidak aman. Hal itu menyusul jebolnya rumah salah satu warga akibat jatuhnya bongkahan batu hasil peledakan tambang batubara oleh perusahaan KPP.
Kejadian Kamis lalu itu tidak menelan korban. Namun demikian, mengingat kejadian itu masih memungkinkan terulang lagi, warga pun minta bantuan kepada anggota dewan. Antara lain untuk menegur perusahaan pertambangan yang lokasi aktivitasnya tidak lebih berjarak 300 meter dari desa.
”Saya sehari sudah didatangi warga dan langsung meminta saya untuk datang ke desa. Terus terang saya kaget menyaksikan bekas kejadian tersebut. Bayangkan, rumah warga yang terkena itu bahannya kayu ulin. Itu dari atap terus menimpa kursi dan menjebol lantai ulin. Ini kan sangat luar biasa,” ungkap anggota Komisi III DPRD Banjar Gafuri Rahman. (yan)