Sabtu, 23 Juni 2007
MARTAPURA – Eksploitasi sumber daya alam tanpa kendali di dalam kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam harus dibayar mahal. Kini eksploitasi seperti penambangan dan penebangan liar di dalam kawasan berdampak pada meningkatkannya sedimentasi pada dasar Waduk Riam Kanan. Dan pada gilirannya pendangkalan mengancam waduk Riam Kanan.
“Sejak tahun 2002, sedimentasi yang terjadi di dasar waduk mencapai 25 cm setiap tahun. Kalau dikalkulasikan sedimentasi yang terjadi saat ini sejak tahun 2002 terjadi pendangkalan setinggi kurang lebih 1,5 meter. Ini tentu saja sangat tidak baik jika tidak dibuang,” ungkap Ir Kardoyo, Kepala PLTA Riam Kanan.
Dari pantauan PLTA, diketahui sedimentasi dengan bahan lumpur tersebut terbesar datang dari lima sungai besar yang ada di bagian hulu waduk. Antara lain Sungai Poliin, Sungai Kalaan, Sungai Belangian, Sungai Artain dan Sungai Rantau Balai.
Dari ke lima sungai besar tersebut penyumbang terbesar bawaan sedimen tersebut adalah Sungai Poliin, Sungai Belangian dan Sungai Rantau Balai. Nah, ternyata di ketiga sungai tersebut terdapat aktivitas pertambangan emas yang sangat marak.
“Selain pertambangan, daerah hutan di hulu-hulu sungai-sungai tersebut juga sudah sangat berkurang. Nah, kesimpulan kami sementara ini meningkatnya sedimentasi tersebut akibat menurunnya kualitas kelestarian lingkungan di daerah hulu,” ujarnya.
Lebih jauh Kardoyo mengaku sudah melaporkan permasalahan tersebut kepada pihak-pihak yang berkenan. Antara lain PLN Wilayah.
“Intinya dalam laporan saya, sedimentasi yang terjadi harus dibuang. Untuk melakukan pembuangan tentu saja tidak gampang dan memerlukan dana miliaran rupiah. Paling gampang dengan cara disedot,” ujarnya.
Saat ini menurut informasi Kardoyo, PLN Wliayah sedang menghitung-hitung anggaran yang diperlukan. Untuk kemudian perhitungan tersebut diajukan kepada pemerintah.
“Mudah-mudahan saja persoalan ini bisa diatasi segera. Karena jika tidak bukan hanya berdampak pada PLTA saja, tetapi juga pada keseimbangan kondisi air waduk itu sendiri,” katanya.
Kebetulan, pada saat musibah banjir tahun lalu jelasnya lebih lanjut, Bupati Banjar Khairul Saleh sempat menyaksikan aliran air yang penuh dengan partikel lumpur saat melimpas ke lubang pembuangan.
“Karena sedimen itu letaknya di dasar, dan pas kondisi air sangat besar maka tekanan aliran terkuat tentu saja di bagian bawah. Saat itu sedimen pun ikut terangkat dan terbuang,” katanya. (yan)