Friday, May 04, 2007

Reklamasi, Agroforestri Dan Ekosistem Sehat

Rabu, 25 April 2007 01:18

Pengelolaan lubang terbuka harus segera dilakukan dan diupayakan sesuai topografi awal dan/atau keadaan sekitarnya.

Oleh: Hamdan Fauzi
Dosen Fakultas Kehutanan Unlam

Potensi batu bara di Kalsel yang cukup besar, saat ini gencar dieksplorasi dan eksploitasi oleh berbagai perusahaan pertambangan pemegang Kuasa Pertambangan (KP), PKP2B, pengusaha lokal, koperasi bahkan penambang tanpa izin (Peti). Ini berimplikasi pada terjadinya degradasi lahan yang cenderung berpengaruh kepada keseimbangan ekosistem lokal dan regional Kalimantan.

Rendahnya kandungan unsur hara tanaman, kemasaman tanah dan bahan organik yang ada pada tanah merupakan ciri utama dari lahan kritis bekas penambangan batu bara. Kondisi ini ditambah pula dengan sifat tanah mineral asam berupa tanah podsolik yang mendominasi tanah di Kalimantan. Banyaknya kendala pertumbuhan baik secara fisik maupun kimia, mengakibatkan rendahnya jumlah biota hidup di atas tanah areal bekas penambangan batu bara. Di tanah bekas penambangan di mana tanah pucuk sudah tercampur Over Burden jarang ditanami vegetasi hingga beberapa tahun, sekalipun sekitar areal masih ada tegakan hutan alam sebagai sumber induk. Dari hasil observasi peneliti mikroorganisme diketahui, akar tanaman legume yang ditanam di tanah bekas penambangan hampir tidak ditemui adanya bakteri rhyzobium penyubur tanah.

Reklamasi berasal dari kata to reclaim yang bermakna to bring back to proper state. Sedangkan takrif umum reklamasi adalah the making of land fit for cultivation. Membuat lahan menjadi lebih baik untuk dibudidayakan, atau membuat sesuatu yang bagus menjadi lebih bagus yang mengutamakan asas kemanfaatan lahan.

Umumnya kegiatan reklamasi terbagi dua bagian yaitu rehabilitasi lahan sebelum penanaman dan revegetasi. Reklamasi hendaknya diawali dengan pengelolaan top soil yang bertujuan mengatur dan memisahkan lapisan top soil dengan lapisan tanah lain. Ini dilakukan, karena top soil merupakan media tumbuh bagi tanaman pada kegiatan revegetasi.

Rekayasa perbaikan kualitas tanah agar mampu ditumbuhi tanaman digunakan metode amandemen tanah, yaitu pemberian bahan tertentu yang mampu memperbaiki sifat fisik dan atau kimia tanah (Dailey, 2003; Whiting et al., 2003). Pemberian kapur bertujuan mengatasi faktor pembatas pH tanah dengan harapan terjadi peningkatan nilai pH tanah. Sementara itu, pemberian hidrogel membantu pertumbuhan tanaman pada tanah dengan kandungan air sangat rendah, berpotensi menurunkan erosi dan sedimentasi, mampu menyerap hara untuk kemudian dilepaskan secara bertahap, membantu perkembangan inokulan hayati seperti mikoriza dan bakteri penyemat nitrogen.

Pengelolaan lubang terbuka harus segera dilakukan dan diupayakan sesuai topografi awal dan/atau keadaan sekitarnya. Daerah yang diambil batu baranya dipersiapkan untuk ditutup kembali. Lokasi yang terbuka setelah penambangan ditutup dengan tanah penutup (over burden) dari lokasi penambangan yang baru.

Salah satu model pembangunan reklamasi yang dapat diterapkan adalah menggunakan teknologi agroforestri, yaitu mengombinasikan tanaman kehutanan dan pertanian (palawija). Pada tahap awal, setiap kawasan perlu dilakukan penanaman jenis tanaman penutup (cover crop) sebagai upaya memulihkan kesuburan tanah yang terdegradasi dan mencegah tanah dalam kondisi terbuka. Jika tidak, tanah di areal bekas tambang yang sudah marginal akan kehilangan bahan organik akibat terbakar sinar matahari atau pencucian.

Sebagai salah satu sistem penggunaan lahan alternatif, agroforestri memberikan tawaran cukup menjanjikan bagi pemulihan kembali (rehabilitasi) fungsi hutan dan lahan yang telah hilang setelah dialihgunakan. Harus diakui, tidak semua fungsi yang hilang itu dapat dipulihkan melalui penerapan teknologi agroforestri dan menghasilkan fungsi yang sama baik macam maupun kualitasnya. Agroforestri cocok terutama untuk kondisi di mana masukan (input) masih rendah dan lingkungan rawan. Dalam pengembangan agroforestri diperlukan suatu model yang direncanakan dengan baik. Harus memenuhi tiga kriteria pokok yaitu produktivitas, sustainabilitas dan adoptif.

Pengaruh agroforestri pada level bentang lahan yang sudah terbukti di berbagai tempat adalah kemampuannya untuk menciptakan, menjaga dan mempertahankan ekosistem sehat. Walaupun, ekosistem terdegradasi biasanya akan berupaya menyembuhkan dirinya sendiri melalui proses alami dari suksesi primer (Miles dan Walton, 1993). Suksesi alami pada ekosistem darat berlangsung lebih lambat, karena degradasi tidak jarang menyisakan substrat yang bersifat merusak bagi makhluk hidup. Sistem agroforestri berdampak positif terhadap ekosistem di antaranya: Memelihara sifat fisik dan kesuburan tanah; Mempertahankan fungsi hidrologi kawasan; Mempertahankan cadangan karbon; Mengurangi emisi gas rumah kaca; Mempertahankan keanekaragaman hayati. Fungsi ini dapat tercapai karena adanya komposisi dan susunan spesies tanaman dan pepohonan yang ada dalam satu bidang lahan.

Upaya revegetasi sebagai bagian dari reklamasi lahan bekas tambang mutlak dilakukan untuk memulihkan lahan dari kerusakan yang terjadi dan membangun keragaman hayati baru, yang akan menjadi tandon stok biodeversiti. Penutupan oleh vegetasi di lahan terbuka juga berkaitan erat dengan gatra estetika karena dapat menghilangkan kesan kumuh dan melahirkan keindahan yang enak dipandang, sejuk dan teduh. Oleh sebab itu, vegetasi yang diharapkan dapat mempercepat perbaikan lahan antara lain harus memiliki karakteristik, adaptif, katalitik, ekonomis dan ekologis.

e-mail: danie_bastari@yahoo.co.id