Selasa, 8 Mei 2007
Radar Banjarmasin
BANJARMASIN,- Penentuan dua lokasi pembangunan jalan alternatif khusus angkutan batubara oleh Gubernur Kalsel Rudy Ariffin, dituding berbau kepentingan bisnis. Ini karena, hasil survei yang dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kalsel justru tidak dipakai sebagai acuan dalam membuat jalan khusus bagi armada truk batubara itu.
Tudingan ini dilontarkan Ketua Komisi III DPRD Kalsel, Gusti Perdana Kesuma. Menurutnya, lokasi jalan alternatif seperti yang ditawarkan Pemprov Kalsel, Pemkab Tapin, termasuk hasil survei Bappeda, tidak jelas berapa besaran biasanya. “Bahkan, layak atau tidaknya pun tidak pernah dibeberkan. Apakah nanti berpola investasi atau tidak, juga tak jelas,” kata Dana–sapaan akrab Perdana, kepada wartawan koran ini, kemarin.
Dana mencium ada kepentingan bisnis yang sangat kental, di balik kebijakan Gubernur Rudy Ariffin mengusulkan ruas jalan di Kabupaten Tapin, yaitu mulai Km 102 menuju Sungai Nagara, Margasari (panjangnya sekira 28 Km). Kemudian, poros jalan dari Kabupaten Banjar tembus menuju Jembatan Rumpiang, Batola.
“Kami tak ingin kepentingan bisnis justru lebih besar, ketimbang memperhatikan kepentingan rakyat,” tuding kader Partai Golkar ini.
Padahal, menurut Dana, jalan alternatif yang sudah disurvei Bappeda, yaitu poros mulai Km 94 Pulau Pinang tembus Jalan Trikora Banjarbaru, dan menuju Lingkar Selatan, relatif lebih murah, sebab merupakan bekas jalan penguasa Hak Penguasaan Hutan (HPH) PT Hendratna. “Jadi, kami minta gubernur untuk membuka kepada publik, ada apa sebenarnya dalam kebijakan jalan alternatif itu,” cetusnya.
Sementara itu, Kepala Bapedalda Kalsel Rachmadi Kurdi mengakui bahwa perencanaan pembangunan jalan alternatif itu belum disertai dengan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). “Memang belum ada Amdal-nya. Saat ini, masih dalam tahap pembebasan,” katanya, belum lama ini.
Dia menegaskan, rekomendasi yang dikeluarkan Dewan Riset Daerah (DRD) Kalsel telah ditindaklanjuti gubernur untuk membangun jalan alternatif khusus batubara.
Rachmadi mengakui, tidak adanya jalan khusus batubara itu merupakan bukti bahwa pengusaha atau perusahaan batubara di Kalsel belum profesional. Terkecuali, PT Adaro dan PT Arutmin yang telah memiliki jalan khusus. Dia mencontohkan seperti PT Antang Gunung Meratus (AGM), hanya menjual batubara ke stockpile, selanjutnya dari stockpile di Kandangan (HSS), batubara diangkut ke Banjarmasin. “Di sini fungsi traider (pengumpul) yang mengangkut batubara ke Banjarmasin,” katanya.
Nah, dengan adanya jalan alternatif ini, Rachmadi sangat berharap persoalan angkutan batubara yang melintas di jalan umum bisa diatasi segera. Sebab, untuk melarang truk batubara, perlu koordinasi lintas instansi baik daerah maupun pusat. (dig)