Radar Banjarmasin
Berita Utama
Senin, 16 April 2007
BANJARMASIN ,- Desakan agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel melarang angkutan batubara melintas di jalan umum semakin keras disuarakan. Kali ini giliran mantan anggota Majelis Mahkamah WALHI Nasional Muhammad Budairi SH MH yang memprotes kebijakan tersebut.
Menurut Budairi, larangan angkutan batubara melintas di jalan umum sudah diatur dalam pasal 16 UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan. “Intinya pengusaha tambang harus membuat jalan sendiri untuk mobilitas angkutan batubara,” kata Budairi kepada koran ini, kemarin.
Karenanya, kandidat Doktor Hukum Konstitusi Universitas Kebangsaan Malaysia ini menyarankan Gubernur Kalsel H Rudy Ariffin segera mencabut SK Gubernur Nomor 119 Tahun 2000 (era Gubernur Sjachriel Darham), lalu membuat regulasi baru yang mengatur larangan angkutan emas hitam melintas di jalan negara. Bahkan, untuk mempertegasnya regulasinya, pria yang juga pernah menjabat Presedium WALHI Kalsel ini mengusulkan agar dibuat Peraturan Daerah (Perda). “Perda itu nantinya tidak cuma mengatur larangan angkutan batubara melintas di jalan umum, tapi juga menjadi koridor dalam ekploitasi sumber daya alam,” sarannya.
Untuk itu, lanjut Budairi landasan hukum perda tersebut adalah UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan, UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam. “Seluruh instansi terkait dilibatkan dalam pra penggodokan regulasi tersebut. Tujuannya adalah agar ketika regulasi tersebut diimplementasikan tidak ada lagi muncul ego sektoral. Saat ini saya melihat ego sektoral masih menonjol, sehingga antara instansi berwenang terkesan saling menyalahkan ketika muncul persoalan,” cetusnya.
Di sisi lain, agar sektor usaha batubara terus bergeliat, pemerintah dapat membuat jalan alternatif khusus angkutan batubara, atau bisa juga menghidupkan kembali rencana pembuangunan kanal. “Pembangunan jalan alternatif tersebut idealnya dibiayai oleh para pengusaha tambang. Namun, apabila kemampuan pendanaan para pengusaha terbatas, maka dapat dilakukan dengan pola sharing,” sarannya.
Selain itu, pemerintah bisa juga menggandeng investor atau pihak ketiga untuk membiayai pembangunan jalan tersebut. “Hanya saja, kalau sampai didanai investor, tentunya ada konpensasi yang diinginkan investor. Semisal investor memungut retribusi setiap angkutan batubara yang menggunakan jalan alternatif tersebut. Mungkin polanya seperti jalan tol,” jelasnya.
Lebih lanjut Budairi mengemukakan, sebetulnya usulan pembangunan jalan alternatif untuk angkutan batubara sudah sejak dulu disuarakan, tapi lantaran pemprov tidak serius akhirnya usulan itu tak pernah terealisasi. “Kuncinya adalah komitmen dan keseriusan pemprov untuk menagakkan aturan. Pertanyannya beranikah Gubernur Rudy Ariffin menerbitkan regulasi larangan angkutan batubara melintas di jalan umum?,” tandasnya penuh makna.(sga)