Radar Banjarmasin
Sabtu, 08 April 2007
Aturan Main Angkutannya Dipertegas
BANJARMASIN ,- Aktivitas truk batubara yang kini diberi dispensasi boleh melintas 24 jam di jalan umum, terus saja menuai pro dan kontra di tengah publik Kalsel. Meski berdalih masih ujicoba, toh persoalan itu ternyata terus terulang seakan menjadi masalah “abadi” di Kalsel. Makanya, Komisi III DPRD Kalsel mendesak agar Pemprov Kalsel segera menetapkan batasan agar truk batubara tidak boleh lagi lalulalang di jalan umum.
“Kita berharap agar jalan alternatif ini segera diwujudkan. Saat ini memang masih survei, berapa besaran biayanya. Jalan sepanjang 97 kilometer itu nanti akan menghubungkan Kabupaten Tapin hingga Banjarmasin atau Pelabuhan Trisakti,” ujar Ketua Komisi III DPRD Kalsel Gusti Perdana Kesuma kepada wartawan, usai memimpin rapat dengar pendapat dengan Dinas Pertambangan Kalsel, Dinas Perhubungan, Dinas Kimpraswil, Balitbangda, dan Bappeda Kalsel, kemarin.
Menurut Perdana, royalti yang diterima Pemprov Kalsel dari sektor batubara ini tidak sebanding dengan total pemeliharaan jalan. Yakni, royalti hanya Rp 54 miliar, sementara nilai kerusakan jalan yang harus diperbaiki bisa mencapai Rp 300-400 miliar. “Gubernur harus mempertegas masalah truk batubara ini. Dalam jangka setahun misalnya, tak boleh lagi melintas di jalan umum. Hal itu juga diiringi dengan pembangunan jalan alternatif poros Tapin ke Pelabuhan Trisakti,” katanya.
Sementara ini, beber Perdana, kapasitas untuk proses pengapalan batubara di Pelabuhan Sungai Puting, tidak bisa melayani besarnya pengangkutan “emas hitam” dari stockpile dan areal tambang tersebut. Sebab, tiap hari sebanyak 2.350 truk melintas di jalan umum, di antaranya sebanyak 1.500 truk berada di Tapin, 750 truk di Kabupaten Banjar, dan 100 truk di Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Menariknya, mengenai rencana pembangunan kanal di Kabupaten Banjar, diakui Perdana hingga kini tak jelas kabarnya. Kanal yang tengah dikaji oleh PD Baramarta itu sedikitnya membutuhkan dana Rp 1 triliun. “Malah, rencana itu sudah dirancang pada waktu Pak Rudy Arififn menjabat Bupati Banjar (kini Gubernur Kalsel),” bebernya. “Selain itu, kita meminta agar kesepakatan tonase truk batubara hanya 6 ton ketika melintas di Jembatan Martapura I dan Martapura II, harus dipertegas,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kalsel Abdul Hapaz kembali berdalih bahwa pemberian dispensasi 24 jam itu masih dalam tahap ujicoba. Menurutnya, setiap truk batubara diharuskan stop di Jalan Trikora, baru jam 18.00 masuk ke kota. “Jalan Trikora itu mampu menampung 2.500 truk,” katanya. Sayangnya, Hapaz mengaku belum menemukan adanya pelanggaran aturan main itu. Dia berdalih, tim kecil yang dipimpin Dirlantas Polda Kalsel Kombespol Condro Kirono masih bergerak dan memantau ujicoba tersebut.
Menariknya, Kepala Dinas Pertambangan Kalsel Heryo Dharma mengaku, kebanyakan izin Kuasa Pertambangan (KP) batubara tidak diterbitkan pihaknya. Diakuinya, hingga kini, ada 75 izin KP masih dalam telaah teknis, yakni pada tahap I ada 10 izin, dan tahap II diverifikasi 18 izin. “Ada aturan dari Menteri Kehutanan bahwa yang memberi rekomendasi izin KP itu adalah gubernur, bukan bupati. Memang kita akui, hampir 60 persen izin KP itu berada di kawasan hutan,” cetusnya.
Menurut Heryo, selama ini memang sedikitnya diterbitkan 250 KP yang sudah melakukan eksplorasi, ekploitasi, dan penelitian umum. “Dari 250 KP itu, hampir separuh berada di Kabupaten Tanah Bumbu,” bebernya. “Yang pasti, kita tak akan terbitkan izin KP, jika berada di kawasan hutan lindung,” tandasnya. (dig)