Selasa, 3 April 2007
Radar Banjarmasin
BANJARMASIN ,- Pengetatan arus transportasi khusus untuk angkutan batubara yang melintas di jalan umum (nasional dan provinsi), terutama melintas di Jembatan Martapura I dan Martapura II, mulai dipertegas. Tak main-main, jajaran Direktorat Lalu Lintas Polda Kalsel pun mengancam akan menindak tegas, jika para sopir melanggar aturan kesepakatan tonase batubara yang diangkut.
Penegasan ini dilontarkan Kapolda Kalsel Brigjen Halba Rubis Nugroho yang meminta jajarannya terutama di jajaran Poltabes Banjarmasin, Polresta Banjarbaru, Polres Banjar, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, dan Tapin, ketika memimpin Rapat Koordinasi Terpadu mencari solusi terhadap kerusakan jalan dan Jembatan Martapura I dan Martapura I di ruang Rupatama Polda Kalsel, kemarin.
Sikap tegas diambil Kapolda, mengingat imbauan demi imbauan ternyata tak digubris oleh para pengusaha dan sopir truk batubara. Bahkan, jenderal bintang satu ini juga memerintahkan jajaran polisi lalulintas untuk konsen dengan perintahnya.
Senada Kapolda, Dirlantas Polda Kalsel Kombes Pol Condro Kirono menegaskan, para sopir yang ugal-ugalan dan melanggar aturan tonase 6 ton akan dikenakan UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalulintas. “Kita akan tindak tegas, jika ternyata melebihi tonase. Kita tilang,” tandas Condro kepada wartawan usai mengikuti rapat tersebut, kemarin. Soal jam operasional yang diperbolehkan bagi armada batubara melintas di jalan umum, Condro mengaku masih menunggu perkembangan selanjutnya.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Gubernur Kalsel Rudy Ariffin. Menurutnya, pengetatan lalulintas truk batubara ini terkait dengan masalah ketidakmampuan Jembatan Martapura I dan II menahan beban berat yang melintas di jembatan itu. “Selain itu, kita juga mempercepat pembangunan Jembatan Pakauman (Kabupaten Banjar), sebagai jalan alternatif,” ujar gubernur.
Ditambahkan mantan Bupati Banjar ini, pengetatan ini hanya pengaturan, bukan penghentian armada truk batubara melintas di jalan umum. Sebab, beber dia, jika harus menutup jalan untuk aktivitas pengiriman barang tambang itu, maka akan menggangu perekonomian. “Tentunya akan stagnan (terhenti perekomonian), makanya kita atur masalah ini,” ujarnya.
Menurutnya, masalah armada batubara melintas di jalan umum ini memang masalah klasik. Rudy tak menepis jika para pendahulunya, terutama di era Gubernur Hasan Aman, sempat melarang menggunakan jalan umum, namun kemudian “kran” itu dibuka oleh Gubernur Sjachriel Darham. Hal ini terkait pengiriman batubara masih menggunakan Pelabuhan Trisakti yang berada di Banjarmasin, sementara pasokan “emas hitam” itu berasal dari Kabupaten Banjar, Tapin, HSS, dan HST.
Diungkapkannya, masalah armada batubara bisa diatasi, jika ada jalur khusus seperti yang ada di Pelabuhan Sungai Puting dan Kabupaten Banjar. “Ada tiga saja jalur jalan seperti Sei Puting, masalah ini akan beres,” kata Rudy menjamin.
Dia juga yakin, jika masalah ini terencana selama 2 tahun ke depan, maka jalan nasional dan provinsi akan bebas dari armada batubara yang kerap menimbulkan masalah itu. “Seperti di Tapin, sebanyak 80 persen batubaranya sudah dikirim melalui Sungai Puting,” tunjuknya.
Gubernur juga berharap, armada batubara bisa mematuhi kesepakatan tersebut. Karena itu, aparat gabungan akan melakukan patroli rutin, serta menjaga di pos-pos terpadu. Soal waktu pengetatan ini, Rudy mengaku belum bisa menentukannya. “Nanti, masalah pemberlakuannya akan dibuat secepatnya,” katanya.
Dia memastikan, nanti ada skenario yang akan disusun selama 24 jam sejak kesepakatan itu diambil, maka aturan baku segera dikeluarkan dalam bentuk surat keputusan gubernur. “Kita maklumi, kelas jalan kita ini hanya kelas IIIa, sehingga kemampuan maksimal bebannya hanya 8 ton. Sementara, royalti yang kita peroleh hanya 1/3 dari dana pemeliharaan jalan yang ada, membuat daerah kerepotan,” ungkapnya.
Dalam rapat koordinasi yang berlangsung hampir 4 jam, dari pukul 09.00 dan berakhir pukul 13.00 itu, semua yang hadir, antara lain Walikota Banjarmasin Yudhi Wahyuni, Bupati Tapin Idis Nurdin Halidi, serta jajaran petinggi daerah lainnya, menghasilkan sebuah kesepakatan. Intinya, pengisian muatan truk batubara di stockfile hanya 6 ton. Kemudian, armada batubara dilarang untuk berhenti di sepanjang Jalan Achmad Yani, kecuali di kantong parkir yang ditentukan, serta ketika melintas di Jembatan Martapura I dan Martapura II secara bergiliran. Untuk mengawasi kesepakatan ini, di setiap stockfile dan di sekitar Jembatan Martapura akan dibangun pos terpadu yang diisi gabungan aparat kepolisian dan dinas perhubungan.
Untuk rencana jangka panjang, untuk truk batubara akan dibuat jalur khusus, serta pembuatan rel kereta api yang bisa menjamah seluruh Kalsel dan Kalteng. Termasuk, optimalisasi Pelabuhan Sei Puting, untuk menggantikan posisi Pelabuhan Trisakti yang hanya sebagai pelabuhan angkutan barang dan penumpang. (dig)
Aturan Bagi Truk Batubara
- Muatan hanya dibolehkan 5 ton
- Tidak boleh berhenti di sepanjang Jalan Achmad Yani
- Bergantian ketika melintas di Jembatan Martapura I dan II