Senin, 12 Maret 2007
Radar Banjarmasin
Martapura,- Entah ada apa dengan aparat yang berwenang mengatur arus lalulintas armada batubara. Yang jelas, di tahun 2007 ini armada yang tidak jarang menimbulkan gejolak sosial ini sudah diperbolehkan masuk kota sekitar pukul 13.00 Wita. Ini berarti kesepakatan bersama antara pengusaha – kepolisian dan pemerintahan dilanggar.
Dalam kesepakatan beberapa tahun lalu itu menurut Pemerhati Masalah Sosial Masyarakat Kalsel Anang Syahrani, sangat jelas. Antara lain armada batubara baru boleh masuk kota pada pukul 18.00 Wita.
“Saya tidak tahu mengapa kesepakatan tersebut dilanggar. Apakah karena ada kebijakan baru atau lantaran kreativitas aparat lalu lintas Polres Banjar saja yang memperbolehkan armada itu masuk kota,” ujarnya.
Kalau memang tidak ada perubahan, tambahnya, semestinya aparat kepolisian utamanya di satuan lalu lintas bukan malah mengatur antrean armada batubara yang telah memasuki Jl A Yani sejak pagi hari.
“Iya ‘kan, kalau memag ada larangan masuk jalan negara sebelum waktunya, ya harus ditindak. Bukan malah diatur antreannya. Sementara pengguna jalan bukan hanya armada itu saja, tapi masih banyak lagi lainnya,” ujarnya.
Masih terkait itu, Anang mensinyalir perubahan-perubahan jam masuk kota yang terjadi selaras dengan pergantian unsur pimpinan Polres Banjar. Dimana menurut dia, setiap kali ada perubahan pimpinan arus lalu lintas armada pengangkut emas hitam tersebut juga berubah.
“Kalau ini benar kesepakata yang pernah dibuat secara bersama itu tidak ada artinya. Yang kembali menjadi korban ‘kan masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, diperbolehkanya armada emas hitam tersebut masuk kota buka hanya menimbulkan masalah kepadatan transportasi. Paling memprihatinkan justru ramai-ramainya armada itu masuk Kota Martapura berbarengan dengan jam pulang murid-murid sekolah.
Ironisnya lagi, di Kota Martapura saja terdapat tidak kurang 4 sekolahan yang letaknya di pinggir jalan. Banyaknya armada batubara yang melintasi sudah tentu saja bisa mengancam keselamatan para murid yang ingin pulang.
“Soal musibah, siapa sih yang mau. Tetapi kalau semuanya diatur untuk tidak bertabrakan waktu bukankah itu yang seharusnya terjadi. Tetapi kalau seperti ini, siapa yang akan bertanggung jawab,” ujarnya. (yan)