Sabtu, 27 Januari 2007
Radar Banjarmasin, BANJARMASIN - Setelah lebih kurang sepekan melakukan penelitian, tim investigasi dari Departemen Enerji dan Sumber Daya Minerel (ESDM) dan Dinas Pertambangan (Distam) Kalsel menyimpulkan, blasting (peledakan) yang telah menewaskan 2 orang pekerja tambang di PT Adaro tidak memenuhi standar operasional.
Fakta tersebut diungkapkan Plh Kepala Dinas Pertambangan Kalsel Heryo Zani Dharma kepada koran ini, baru-baru tadi. "Hasil investigasi menyimpulkan blasting yang dilakukan salah prosedur, sehingga mengakibatkan korban jiwa," ungkap Heryo.
Kesalahan fatal yang telah dilakukan para pekerja, beber Heryo, karena salah menempatkan shelter (tempat perlindungan). "Mereka menempatkan shelter pada posisi yang salah, sehingga keamanan pekerja pun tidak terjamin dan terjaga," ujarnya.
Sehubungan dengan itu, tandas Heryo, sanksi tegas akan diberikan oleh Menteri Pertambangan dan ESDM atas kesalahan prosedur yang dilakukan. "Karena kegiatan tambang PT Adaro mengantongi izin PKP2B, maka yang memberikan sanksi langsung Menteri Pertambangan dan ESDM. Karena itu, saya tidak tahu, sanksi apa yang akan diberikan, sepenuhnya tergantung kebijakan menteri. Hanya saja, berkaca dengan hasil investigasi, maka kesalahan ada pada Bagian Teknik Tambang. Jadi, kemungkinan sanksi paling berat adalah Kepala Teknik Tambang diganti," tandasnya.
Di sisi lain, Heryo mengemukakan bahwa kegiatan pertambangan di PT Adaro yang sebelumnya sempat dihentikan, sudah seminggu lalu diizinkan beroperasi kembali. Selain investigasi sudah rampung, jelasnya, pemberian izin tersebut mengingat sejumlah industri di Pulau Jawa adalah penerima batubara dari PT Adaro. "Pasokan batubara sejumlah industri besar di Pulau Jawa berasal dari PT Adaro. Nah, begitu aktivitas pertambangan dihentikan selama seminggu, mengakibatkan stok batubara di stockpile PT Adaro untuk pasokan industri tadi menipis. Kondisi ini sempat membuat pengusaha industri khawatir, namun semuanya sudah teratasi setelah kegiatan pertambangan diizinkan kembali," ujarnya panjang lebar.
Lebih lanjut ia memaparkan, selain memasok batubara untuk industri besar, PT Adaro juga penyuplai emas hitam untuk operasional pembangkit listrik di Pulau Jawa, contohnya, Pembangkit Listrik Suryalaya. "Hampir 50 persen pasokan batubara untuk Suryalaya berasal dari PT Adaro. Karenanya kalau penghentian sementara aktivitas pertambangan terlalu lama, dapat menganggu listrik di Pulau Jawa," pungkasnya.(sga)