Senin, 15 Januari 2007 Radar Banjarmasin
BANJARMASIN,- Para pekerja tambang yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas eksploitasi emas hitam kini diliputi kegelisahan. Hidup mereka kini tak karuan rasa, sejak keluarnya kebijakan izin pinjam pakai kawasan hutan dari Departemen Kehutanan bagi pemilik Kuasa Pertambangan (KP).
Kebijakan yang ditindaklanjuti dengan terbitnya surat edaran Gubernur sejak dua bulan lalu itu otomatis membuat para pekerja tambang tak bisa bekerja lagi. Ini dikarenakan lambannya proses pembuatan izin pinjam pakai kawasan hutan di Departemen Kehutanan.
Menurut Ketua Perhimpunan Pemilik Kuasa Pertambangan (P2KP) Tanah Bumbu H Jahrian, sudah banyak para pemilik KP yang gigit jari lantaran berlarutnya proses pembuatan izin pinjam pakai kawasan hutan.
“Sudah beberapa pemilik KP mengurus izin tersebut Dephut di Jakarta sejak November lalu. Tapi sampai sekarang proses permohonannya tak selesai juga. Sementara para pengusaha tak berani bekerja karena takut dikatakan melanggar aturan, meskipun sebenarnya sudah mengantongi izin lengkap dari Dinas Pertambangan,” ujar H Jahrian yang mewakili para pemilik KP.
Karena itu, ujarnya, pihaknya akan mengubah strategi dengan mengurus izin tersebut secara kolektif. Solusinya adalah dengan membentuk P2KP dengan harapan akan mendapat respon positif dari Menteri Kehutanan.
Rencananya dalam minggu ini sejumlah pengurus P2KP yang mewakili sekitar 75 pemilik KP di Satui akan menghadap ke Menhut MS Kaban untuk meminta kepastian tentang proses perizinan tersebut.
Diharapkan, dalam pertemuan itu akan ada titik temu mengenai langkah apa yang harus dilakukan untuk memenuhi ketentuan yang dimaksud, sehingga izin pinjam pakai kawasan hutan bisa segera turun.
“Kami juga berharap Menhut bisa memberikan dispensasi agar kami bisa bekerja kembali sambil menunggu proses perizinan keluar. Sebab, ribuan pekerja yang hidupnya tergantung dari aktivitas pertambangan kini terancam PHK,” kata H Jahrian yang juga berharap masalah ini mendapat perhatian serius dari Gubernur Rudy Ariffin dan Bupati Tanbu Zairullah Azhar, karena juga berdampak terhadap perekonomian daerah.
Dirut PT Kamikawa Gawi Sabumi H Rusliansyah mengungkapkan, saat ini ada sekitar 7.500 hingga 11.500 pekerja yang hidupnya tergantung dari aktivitas tambang. Seandainya masalah ini tak segera terselesaikan besar kemungkinan akan terjadi PHK besar-besaran. Celakanya, apabila hal ini terjadi para karyawan tersebut mengancam akan melakukan demonstrasi besar-besaran.
Tak hanya ribuan pekerja yang terancam PHK, namun usaha para pemilik KP juga terancam bangkrut karena mereka harus membayar cicilan alat berat yang telah digunakan. Sementara sejak berhentinya operasi penambangan membuat para pengusaha tak mendapat pemasukan lagi.
“Karena itu kami sangat berharap agar masalah ini bisa mendapat perhatian yang serius dari pemerintah daerah, sebab ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Kami minta pemerintah pusat bisa memberi kesempatan kepada kami untuk berkiprah di bumi sendiri secara legal, bukan hanya menjadi penonton sementara hasil bumi kami dikeruk oleh orang luar,” harap H Jahrian. (tof)