Minggu, 26 November 2006
Samarinda, Kompas - Ratusan warga Samarinda yang pernah menambang batu bara secara tradisional meminta agar diberi kesempatan menambang lagi. Mereka berharap diberi hak pertambangan di lahan-lahan yang belum dibebaskan perusahaan tambang besar.
"Kami mempertanyakan sikap Pemerintah Kota Samarinda yang menutup pertambangan rakyat, tetapi memberi izin untuk perusahaan besar tambang batu bara," kata Sambas Rasyid, koordinator sekitar 400 penambang, di sela diskusi tentang penutupan tambang rakyat di Kampus Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur, Sabtu (25/11).
Menurut dia, pertambangan rakyat di kota berpenduduk 600.000 orang itu berlangsung pada tahun 2000 sampai pertengahan 2004. Penutupan dilakukan dengan alasan rakyat menambang batu bara secara ilegal.
Saat penutupan itu, kata Sambas, ada 16.000 penambang rakyat yang masing-masing menambang di lahan seluas satu sampai dua hektar. Lahan itu dimiliki oleh warga yang belum dibebaskan perusahaan tambang besar.
Angkat perekonomian rakyat
Sambas menambahkan, perusahaan tambang tidak bisa beraktivitas di sekitar permukiman penduduk. "Lahan itulah yang diusahakan oleh penambang rakyat," katanya menjelaskan.
Bentuk kerja sama—penambang rakyat dengan perusahaan tambang batu bara—yang dilangsungkan adalah pemberian kompensasi sebesar Rp 1.000 dari setiap karung berisi batu bara yang dihasilkan.
Dengan cara itu, perekonomian warga ikut terangkat karena melibatkan hampir seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, kata Sambas, dampak pertambangan rakyat terhadap lingkungan tidak separah yang dilakukan perusahaan tambang besar. Alat yang digunakan adalah pacul dan linggis, sedangkan tebal lapisan batu bara yang diambil maksimal dua meter.
"Berbeda dengan perusahaan besar yang bisa menambang sampai dalam," kata Sambas lagi.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Samarinda Angkasa Jaya mengatakan, seharusnya rakyat diberi kesempatan untuk ikut dalam penambangan. "Saya akan mengupayakan agar penambangan dibuka lagi," kata Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Saat ini terdapat 33 perusahaan batu bara di ibu kota Kalimantan Timur. (BRO)