Monday, December 25, 2006

Nasib Pendulang Intan Cempaka

Sabtu, 23 Desember 2006 01:42
Menggapai Harapan Menggadaikan Nyawa

"Kada kawa ai, sudah musibah. Gasan apa jua ditangisakan bahimat, (Ini sudah musibah. Buat apa terlalu ditangisi lagi). Ini sudah menjadi risiko pendulang. " Kalimat itu meluncur dari mulut Istianah (20).

Tiada kegetiran sekali pun tampak pada gurat wajah maupun getar suaranya. Padahal, wanita belia ini baru saja berubah status menjadi janda. Suaminya, Didi (25), baru saja meninggal dengan tragis.

Jasad suaminya ditemukan tertimbun diantara reruntuhan tanah pendulangan yang longsor hebat Rabu (20/12) petang. Yanah--panggilan wanita itu--, hanya bisa pasrah dan merelakan suami yang baru saja menikahinya tiga bulan terakhir, mengalami takdir, meregang nyawa saat mencari nafkah di pendulangan Cempaka, mencari intan.

Bagi Yanah dan sebagian besar warga sekitar selama hidup dan bergelut di areal pendulangan, mendengar keluarga atau tetangganya pulang tinggal nama adalah biasa saja. Ya, peristiwa mengenaskan yang sudah membuat puluhan nyawa melayang di lubang itu memang sudah sering terjadi.

Menurut warga setempat, setidaknya ada 40 nyawa selama tujuh tahun terakhir. Tak heran jika sedih berkepanjangan tak ditampakkan sebagian warga. Ikhlas dan sadar inilah risiko pekerjaan mendapatkan intan yang sudah menjadi slogan mereka.

Bagi para pendulang, menggadaikan nyawa demi menggapai harapan meningkatkan pendapatan dari kilauan keratan intan yang didulang, sudah janji. Tidak ada yang kapok mengejar harapan itu.

"Handak kaya apa lagi, kalau kada mandulang, (Mau bagaimana lagi, kalau tidak mendulang), dimana kami dapat uang," timpal Mardiana. Ibu berumur 40 tahun ini pun baru saja kehilangan Juman (40), bapak dari dua anaknya yang terkubur bersama dua anggota kelompok pendulangnya, Didi dan Agus.

Menemukan intan berkarat besar di masa lalu seolah terus menjadi mimpi tiap pendulang. Nasib tragis tewasnya puluhan orang di lubang pendulangan tak menyurutkan niat mereka mengadu peruntungan di sana. Kendati pendapatannya tak menentu, sementara nyawa lah taruhannya.

Gazali Maseri anggota DPRD Banjarbaru mengatakan, mengubah pola pikir masyarakat bahwa mendulang merupakan mata pencaharian utamanya, sudah seharusnya ditanggapi pemerintah dengan mencarikan solusi membuka lapangan pekerjaan lain.

Sementara Dinas Pertambangan dan Lingkungan Hidup (Distam LH) Banjarbaru mengaku telah melakukan penyuluhan soal kerusakan lingkungan. "Kami mengajari pendulang agar aman saat mendulang. Kami juga pernah membuat Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sekitar 200 hektar. Tapi warga belum menyetujui,"katanya.

Tapi, dengan alasan efisiensi waktu, lagi-lagi masalah pendapatan mengejar pendulang kurang memperhatikan keselamatannya niz

Copyright © 2003 Banjarmasin Post