Radar Banjarmasin - Jumat, 3 November 2006
Kejaksaan Sarankan Polda
BANJARMASIN - Bupati Tanah Laut (Tala) Adriansyah agaknya bisa bernafas lega. Ini setelah, kasus dugaan korupsi yang menjeratnya dianggap pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel belum layak untuk dilanjutkan lagi. Makanya, pihak kejaksaan yang akan menjadi penuntut umum (PU) menyarankan agar kasus penerbitan surat keterangan asal barang (SKAB) batubara yang diduga fiktif itu segera dihentikan penyidikannya.
"Kami memang hanya bisa menyarankan agar kasus ini dihentikan. Ya, Polda Kalsel harus berani mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3)," ujar Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kalsel Ahmad Djainuri saat ditemui wartawan koran ini, kemarin.
Sebagai bukti bahwa kasus Bupati Aad ini tak layak, kabarnya terhitung sebanyak 3 kali berkas perkaranya harus bolak-balik dari Kejati ke Polda Kalsel. "Ya, sudah 3 kali bolak-balik berkasnya. Bahkan dalam surat P-19 (berkas perkara belum sempurna), kami telah menyarankan hal tersebut. Bahkan, hal itu sudah disampaikan sebelum Ramadan lalu," terang Djainuri.
Apa pertimbangan pihak kejaksaan sehingga menolak berkas perkara Bupati Aad ini? Menurut Djainuri, berdasarkan fakta persidangan dari anak buah Bupati Tala, yakni Kasi Perizinan Distamben Tala Ahmad Basuki di PN Pelaihari, justru terungkap bahwa kasus itu murni perdata atau kasus pajak terutang. "Kasus ini tidak dikorupsikan. Sebab, memang tidak ada unsur kerugian negara di dalamnya. Kami melihat hanya kasus pajak yang terutang," tegas Djainuri.
Diakuinya, dalam hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalsel, sempat dihitung adanya kebocoran royalti batubara yang sejatinya disetorkan PT Cenko ke kas daerah sebesar Rp431 juta. Kebocoran ini dihitung dari 4 SKAB yang digunakan perusahaan batubara itu, justru hanya dibayar 7 persen dari tarif seharusnya sebesar 13,5 persen, diukur berdasarkan kadar kalori batubara. "Kasus blanko kosong ini juga sudah ditelusuri. Bagi kejaksaan, kita harus bisa membuktikan adanya kerugian negara. Namun dalam kasus ini, justru tidak bisa dibuktikan," terangnya.
Bahkan, beber Djainuri, Basuki dalam kasus serupa hanya dikenakan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sehingga pasal serupa juga sejatinya dikenakan kepada Kadistamben Tala Syamsulrizal Sadjeli dan Bupati Tala Adriansyah. "Jadi, tidak bisa dikenakan Pasal 2 atau 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 itu," tegasnya.
Djainuri yang sebentar lagi akan dimutasi menjadi Asisten Pembinaan Kejati Sumsel ini menambahkan, pihaknya hanya meminta tim penyidik Polda Kalsel untuk memenuhi prosedur baku penyidikan. "Kalau tidak terbukti, ya dihentikan penyidikan. Kami memang hanya bisa menyarankan, keputusan terakhir berada di tangan Polda," cetusnya.
Sayangnya, ketika dikonfirmasi, Wakil Direktur Reskrim Polda Kalsel AKBP Wahab Saroni enggan memberi keterangan. Dia berdalih tidak berkompeten untuk memberi tanggapan, terkait dengan beberapa perkara yang ditangani pihaknya. Dia menyilakan untuk mengkonfirmasi ke pejabat tinggi Polda Kalsel.
Sekadar diketahui, dalam pengusutan kasus Bupati Tala ini, tim penyidik Polda Kalsel sebetulnya sudah beberapa kali memeriksa Adriansyah. Bahkan, para pejabat Pemkab Tala seperti mantan Sekda Tala Yusuf Helmi, Kadistamben Tala Syamsulrizal Sadjeli, dan pengusaha batubara diperiksa guna membuktikan adanya kerugian negara. Kasus ini terbongkar, setelah tim penyidik Polda Kalsel menangkap pengguna blanko SKAB batubara kosong, sehingga kasus tersebut dikembangkan dan terungkap adanya blanko kosong yang sudah ditandatangani Bupati Tala Adriansyah. (dig)