Saturday, October 07, 2006

Penambang Wajib Olah Limbah

Sabtu, 07 Oktober 2006 00:55:33

Pelaihari, BPost- Tercemarnya Sungai Tabonio oleh limbah penambangan bijih besi mendapat perhatian serius dari direksi Perusahaan Daerah Baratala Tuntung Pandang.

"Secepatnya masalah ini akan kami tindaklanjuti ke para penambang. Mereka akan kami minta untuk membangun kolam-kolam pengendapan," ucap Plt Dirut PD Baratala Agung Prasetia H BE, Jumat (6/10).

Kemarin, Agung langsung memerintahkan divisi operasional untuk mempersiapkan agenda lapangan di Desa Sungai Bakar Kecamatan Pelaihari dan sekitarnya. Tujuan utamanya yaitu melakukan sosialisasi kepada para penambang bijih besi setempat untuk memperbaiki tata cara penambangan, terutama dalam menangani limbah.

Seperti telah diwartakan, sesuai hasil pemeriksaan lab, Sungai Tabonio yang menjadi bahan baku PDAM Pelaihari tercemar oleh Fe (besi). Kadarnya mencapai 25,356 miligram per liter dari standar baku mutu (batas ambang) 5 mg.

Pencemaran tersebut oleh Bagian Lingkungan Hidup Setda Tala dinyatakan merupakan dampak negatif penambangan bijih besi yang ada di kawasan Sungai Bakar. Mereka merekomendasikan agar dilakukan pengendapan limbah tambang ke dalam beberapa unit kolam (setling pond) sebelum dialirkan ke perairan umum.

Desa Sungai Bakar merupakan salah satu kantong pertambangan bijih besi di Tala. Saat ini ada 3-5 penambang yang aktif di situ. Beberapa anak sungai setempat terhubung ke Sungai Tabonio. Dalam aktivitasnya, para penambang itu mengantongi surat perintah kerja (SPK) dari Baratala.

Agung mengakui, setiap kegiatan pertambangan pasti akan menimbulkan dampak atau sedikit banyak mempengaruhi tatanan ekosistem. Dampak paling nyata adalah limbah tambang.

"Itu tidak bisa dihindari. Di sisi lain, pemanfaatan sumber daya tambang juga perlu untuk pembangunan daerah. Karena itu, yang harus dilakukan adalah meminimalisir dampak yang ditimbulkan," tukas Agung.

Diakuinya, penanganan limbah oleh para penambang bijih besi selama ini kurang maksimal. Hal ini antara lain disebabkan keterbatasan skala usaha, karena luasan SPK di bawah 500 hektare.

Meski begitu, tandas Agung, bukan berarti masalah limbah diabaikan.

Guna memaksimalkan pengelolaan limbah, pihaknya akan mempertegas kewajiban tersebut kepada para penambang dengan mengaitkan terhadap pelayanan administrasi tandas Drs M Riduansyah, kepala Divisi Operasional Baratala. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post