Sabtu, 09 September 2006
Jakarta, kompas - Pemerintah Jepang mendanai pembangunan pabrik peningkatan kadar kalori batu bara kalori rendah senilai 68 juta dollar AS. Pabrik yang berlokasi di Asam-asam, Kalimantan Selatan, itu merupakan pabrik semikomersial pertama di dunia. Pabrik skala komersial berikutnya diharapkan dibangun swasta.
Nota kesepahaman kerja sama pembangunan pabrik upgraded brown coal (UBC) tersebut ditandatangani di Jakarta, Jumat (8/9). Sekitar 60 persen dana untuk proyek tersebut disediakan oleh pihak Jepang melalui Japan Coal Energy Center, sedangkan sisanya ditanggung bersama oleh sejumlah pihak swasta yang terkait, yaitu Kobe Steel Ltd, Arutmin Indonesia, dan Sojitz Corporation.
Arutmin Indonesia sebagai pemasok batu bara kalori rendah untuk pabrik itu menyediakan dana 10 juta dollar AS. Kobe Steel Ltd akan menjadi offtaker (pemakai) batu bara setelah ditingkatkan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengatakan, teknologi peningkatan batu bara kalori rendah penting dikembangkan karena sekitar 60 persen cadangan batu bara Indonesia atau sekitar 36 miliar ton berkalori rendah.
"Produksi batu bara Indonesia saat ini sekitar 170 juta ton per tahun. Apabila hanya bertumpu pada batu bara kalori tinggi, produksi bisa bertahan untuk masa 150 tahun. Kalau ditambah batu bara kalori rendah, bisa diperpanjang untuk 200 tahun-300 tahun," tutur Purnomo.
Teknologi peningkatan batu bara kalori rendah dilakukan dengan mengurangi kadar airnya. Batu bara kalori rendah (kurang dari 5.000 kilokalori per kilogram) dicampur dengan kerosin kemudian dipanaskan sampai suhu 150 derajat Celsius dan tekanan udara tertentu.
Hasilnya adalah batu bara dengan kalori tinggi (lebih dari 6.000 kilokalori per kilogram).
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Nenny Sri Utami mengatakan, pabrik batu bara yang didirikan di Asam-asam memiliki kapasitas produksi 1.000 ton per hari dengan hasil produksi 600 ton-700 ton per hari.
Pabrik tersebut merupakan kelanjutan dari proyek percontohan yang sudah dilakukan sebelumnya di Palimanan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
"Kami mengharapkan pihak swasta bisa melanjutkan membangun pabrik UBC untuk skala komersial, yaitu di atas 5.000 ton per hari," ujar Nenny.
Lebih menguntungkan
Direktur Eksekutif Japan Coal Energy Center Katsuyoshi Ando mengatakan, Indonesia adalah pemasok batu bara yang penting untuk Jepang, sebagai produsen batu bara kedua terbesar di dunia setelah Australia.
Setiap tahun Jepang mengimpor 30 juta ton batu bara dari Indonesia.
Saat ini kebutuhan batu bara di Asia mencapai 3 miliar ton per tahun atau dua pertiga dari seluruh pasar dunia.
Ando menilai bahwa dengan pasar batu bara Asia terus meningkat, pemanfaatan batu bara kalori rendah (lignit dan subbituminus) perlu dikembangkan.
Wakil Presiden Direktur PT Arutmin Indonesia Kaz Tanaka menilai investasi peningkatan kalori batu bara tersebut menguntungkan.
Harga batu bara kalori rendah saat ini sekitar 25 dollar AS per ton, sedangkan biaya upgrade sekitar 10 dollar AS-12 dollar AS per ton. Batu bara hasil proses itu apabila diekspor harganya mencapai 50 dollar AS per ton.
"Ini adalah pabrik UBC semikomersial pertama di dunia. Rencananya, sekitar 80 persen dari produksi pabrik ini akan diekspor ke Jepang," ujar Kaz.
Tahun ini Arutmin menargetkan produksi batu bara sebesar 18 juta ton dari empat lapangan mereka di Kalimantan Selatan. (DOT)