Monday, August 07, 2006

Penambangan Lenyapkan Dua Desa

Senin, 07 Agustus 2006 01:35:22

Paringin, BPost - Penambangan sumber daya mineral seperti batu bara di Kabupaten Balangan berdampak terhadap tatanan kehidupan sosial masyarakat. Bahkan, sejak adanya aktivitas tambang di kabupaten pemekaran itu, dua desa ikut lenyap yaitu Lamida Atas di Kecamatan Paringin dan Wonorejo di Kecamatan Juai.

Penambangan batu bara di tempat itu telah membuat desa itu tergusur seiring perluasan areal tambang PT Adaro Indonesia 2003 lalu. Perusahaan PMA itu melakukan pembebasan lahan dan memaksa warga pindah ke desa lain setelah diganti rugi.

Beberapa infrastruktur milik pemerintah seperti sekolah dan balai desa hingga tempat ibadah juga ikut tergusur. Tak terkecuali objek wisata gunung Tutupan dan Gunung Jejer Walu yang berbatasan dengan Tabalong.

"Kegiatan pertambangan juga banyak menutup DAS, sehingga membuat genangan air. Bahkan pertanian dan perkebunan warga selalu dikalahkan jika ada lahan yang mengandung tambang mineral," demikian diungkapkan sejumlah peserta seminar pengembangan tambang mineral di Balangan Kamis (3/8), di gedung SKB Paringin.

Seminar yang digelar Bappeda Balangan dengan peserta seluruh kepala dinas/badan/kantor, camat serta tokoh masyarakat ini menghadirkan Hadin Muhjad dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Unlam, serta Kardin Gumai dari Dinas Pertambangan Kalsel dan Fakruraji dari Kantor Pertambangan Balangan.

Potensi sumber daya mineral di Kabupaten Balangan cukup besar. Selain batubara (di Kecamatan Halong, Juai, Paringin, Batumandi dan Awayan), Balangan mempunyai cadangan biji besi yang tersebar di Kecamatan Awayan (Gunung Tanalang dan Gunung Batuberani) Pitap serta tambang emas primer dan emas sekunder di Kecamatan Halong. Balangan juga memiliki tambang batu gamping di dua kecamatan tersebut.

Fakhruraji mengatakan, otonomi daerah di sektor pertambangan umum selama ini belum sesuai yang diharapkan pemerintah daerah dan masyarakat. Selain kecilnya royalti, perjanjian karya pengusahaan pertambangan baru bara (PKP2B) yang dikeluarkan pemerintah pusat sering tak mengetahui permasalahan yang dihadapi masyarakat, seperti lenyapnya desa dan beberapa objek wisata.

"Orang di pusat tak pernah merasakan debu batubara sedangkan masyarakat di daerah tambang hanya bisa menerima apa adanya,tanpa tahu apa isi perjanjian itu," kata Ruspandi. han