Radar Banjarmasin; Rabu, 16 Agustus 2006
BANJARMASIN - Setelah ditagih beberapa kali, PT Arutmin Indonesia akhirnya melunasi tunggakan royaltinya. Perusahaan tambang batubara raksasa di Kalsel ini melunasi sisa tunggakan dana bagi hasil produksi batubara (DBPB) sebesar USD 13 juta atau setara Rp13 miliar ke Pemprov Kalsel.
Ikhwal dibayarnya tunggakan itu diungkapkan Kepala Dinas Pendapatan Kalsel, H Napsiani Samandi. "Kemarin, tunggakan sebesar USD 13 juta itu sudah dilunasi. Memang kita akui ada keterlambatan pencatatan masalah royalti dari pemerintah pusat," ujar Naspiansi kepada wartawan koran ini, kemarin.
Menurut Napsiani, tunggakan PT Arutmin itu merupakan akumulasi dari perhitungan royalti tahun 2005 dan tahun 2004. Termasuk denda yang dikenakan atas keterlambatan pembayaran royalti tersebut.
Menariknya, untuk menagih perusahaan raksasa yang memiliki areal tambang terbesar di Kalsel ini, Dinas Pendapatan Kalsel sendiri sempat berkoordinasi dengan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Sebab, sebelumnya total tunggakan royalti perusahaan itu mencapai USD 30 juta.
"Jika royalti itu diterima Kalsel, sepenuhnya mencapai Rp49 miliar," ungkap Naspiansi.
Apa yang menyebabkan PT Arutmin 'enggan' membayar kewajibannya? Dari data yang dimiliki koran ini dari perhitungan yang diakumulasi Dinas Pendapatan, disebutkan bahwa persoalan pertambangan tanpa izin (PETI) pada tahun 2002-2003 membuat perusahaan yang konon dikuasai Bakrie Grup ini menahan royaltinya sebesar USD 16 juta. Rupanya, tunggakan ini terus berlanjut pada tahun 2004 mencapai USD 29 juta, hingga dibayar pada tahun 2005 sebesar USD 23 juta, sehingga tersisa USD 5 juta.
Ternyata, tunggakan itu berlanjut lagi pada tahun 2005 hingga besarannya mencapai USD 16 juta.
Menariknya, tak hanya PT Arutmin yang "bermasalah", tercatat PT Bahari Cakrawala Sabuku sempat menunggak royalti hingga tahun 2005 mencapai USD 4,5 juta. Kemudian, PT Antang Gunung Meratus sempat 'ngutang' USD 714 ribu. Hal serupa juga dilakoni PT Sumber Kurnia Buana sempat menunggak royalti sebesar USD 3,7 juta, PD Baramarta sebesar USD 5,9 juta, PT Tanjung Alam Jaya USD 583 ribu, dan PT Baramulti Sukses Sarana USD 321 ribu. "Namun hingga tahun 2006, seluruh perusahan sudah membayar tunggakan royaltinya. Memang sebelumnya terjadi keterlambatan pencatatan di Departemen Keuangan," imbuh Napsiani. (dig)