Rabu, 10 Januari 2007 02:55:42
Tanjung, BPost
Tragedi ledakan di tambang PT Adaro, hingga Selasa (9/1) masih diselidiki petugas dari Inspektorat Pertambangan Pusat, Dinas Pertambangan Kalsel serta kepolisian. Namun pihak Adaro mengakui musibah peledakan di lahan batu bara (blasting) itu murni karena kesalahan prosedur.
Terkait eksistensi PT Adaro di wilayah Kalsel sendiri, sampai saat ini masih sarat gugatan. Hingga kemarin warga tiga desa, yakni Desa Haur Batu, Lasung Batu dan Sungai Ketapi, Kecamatan Paringin, Kabupaten Balangan terus memblokir portal masuk ke areal tambang milik PT Adaro.
Dalam aksi sejak Rabu lalu itu, warga menuntut menuntut agar PT Adaro lebih perhatian kepada masyarakat sekitar wilayah tambang.
Mereka menilai PT Adaro tidak memperhatikan masyarakat yang sebenarnya berkepentingan dengan kehadiran perusahaan tersebut. Selama ini mereka pun merasakan dampak kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang, yang ironisnya mereka tidak pernah mengecap hasilnya.
"Mulai buka tahun 1991 sampai sekarang kami tidak pernah dilibatkan, malah orang dari luar. Padahal akibat aktivitas pertambangan kami yang lebih dulu merasakan dampak negatifnya, seperti sumur mengering dan lingkungan rusak," kata Ahmad Mubarak, warga Haur Batu.
Putu Sastrawan, General Manajer Operasional PT Adaro dikonfirmasi BPost, menampik tidak adanya kontribusi Adaro terhadap masyarakat. Begitu pula soal reklamasi yang dinilai terabaikan.
Ia mengakui, royalti kepada daerah memang tidak diberikan secara langsung tapi melalui pemerintah pusat. Namun pihaknya juga punya program bantuan langsung melalui community development program (CPM) untuk beberapa kabupaten yang menjadi lokasi operasional maupun lintasan angkutan.
"Tahun 2006 kita sediakan Rp13 miliar untuk CPM di Kabupaten Balangan, HSU, Tabalong, Barito Timur, Barito Selatan dan Barito Kuala. Tahun 2007 ini alokasinya menjadi Rp20 miliar dan sudah disetujui," katanya.
Berdasar Feeling
Putu Sastrawan menjelaskan, saat ini tim masih mengumpulkan data di lapangan. Namun ada kesimpulan sementara, ledakan itu terjadi karena prosedur yang ‘tidak jelas’.
"Standard procedur operations (SPO) akan dievaluasi, di antaranya jarak shelter (tempat berlindung pekerja) ditentukan 300 meter di belakang bidang bebas dan hanya boleh digunakan oleh seorang juru ledak yang punya izin melakukan peledakan," katanya.
Menurut pengakuan Jainudin, korban selamat, tidak pernah ada aturan yang menegaskan jarak aman shelter --atau selama ini disebut bunker, dengan para pekerja. Penempatan shelter hanya berdasarkan feeling.
Udin menuturkan, selama tiga tahun bertugas sebagai pembantu juru ledak, tidak pernah ada panduan baku untuk penempatan shelter dan berapa orang yang ada di dalamnya. Selama ini shelter hanya diletakkan dalam radius tertentu yang dikira-kira aman.
Disinggung dampak penghentian operasional di lahan garapan PT Pama selaku kontraktor terbesar PT Adaro, Putu mengakui pihaknya menuai kerugian. Hal itu berpengaruh terhadap ketersediaan stok batu bara yang siap kirim yang kini cukup untuk memenuhi kebutuhan selama 8 hari saja.
Mengenai ikhwal kecelakaan, Putu pun menjelaskan kronologis kejadian yang menewaskan Syahrian (PT Pama) dan Fitriyadi (PT Batu Timur), serta korban luka, Junaidin (PT Batu Timur) terjadi di desa Lasung Batu Kecamatan Paringin, Balangan sekitar pukul 13.10 Wita, Minggu (7/1).
Peledakan dilakukan dengan jumlah lubang 44 titik dengan diameter 200 milimeter, kedalaman 8 meter, sub kliring 0,5 meter, spasi 8 meter, burden 7 meter, steaming 4,5 meter dengan isi peledakan anfo 100 kilogram per lubang dan charge buster 400 gram.
Arah peledakan sebenarnya ditujukan ke timur, sehingga shelter diletakkan di sisi selatan. Namun terjadi penyimpangan. Akibatnya sebagian material terlempar ke shelter yang ditempati tiga orang.nda
Copyright © 2003 Banjarmasin Post