Senin, 08 Januari 2007 01:58:20
Tanjung, BPost
Musibah pertambangan batu bara kembali terjadi di Kalsel, Minggu (7/1). Dua pekerja tambang tewas dan satu pekerja lainnya luka-luka akibat aktivitas blasting (peledakan di areal tambang) yang diduga menyalahi prosedur.
Dua pekerja, Syahrian dan Fitriyadi warga Paringin, Kalsel, tewas setelah tertimpa hamburan tanah dan batu-batuan saat melakukan blasting di lahan tambang milik PT Adaro. Sedangkan seorang pekarja lainnya, Udin, mengalami luka-luka pada bagian punggung.
Ketiga korban bekerja di PT Batu Timur yang merupakan labour supply PT Pama, subkontraktor PT Adaro. Lokasi kecelakaan sendiri terjadi di lahan tambang Wara Tepian, Kecamatan Tanta, Kabupaten Tabalong, atau sekitar 30 kilometer dari kota Tanjung.
Udin, korban luka belum dapat dikonfirmasi mengenai ikhwal kecelakaan yang menimpa dia dan rekan-rekannya karena masih trauma. Namun sejumlah rekan sekerja dan istri para korban mengungkapkan, kejadian itu sangat tragis.
Berdasarkan informasi yang dihimpun BPost, kecelakaan terjadi sekitar pukul 13.00 Wita, bermula dari keteledoran bagian lapangan saat memasang bahan peledak. Mereka menanam bahan peledak hanya berjarak sekitar 50 meter dari bunker, tempat para pekerja biasa berlindung. Padahal sesuai aturan baku, jarak bunker dengan bahan peledak minimal 100 meter.
Akibatnya, bom yang meledak itu ikut mempeorakporandakan bunker. Tiga pekerja yang berlindung di dalamnya terlempar keluar sampai sejauh 5 meter dan terbanting di tanah.
Kuatnya ledakan juga mengakibatkan bongkahan tanah dan batu ukuran besar berhamburan dan akhirnya menimpa para pekerja yang sudah terkapar di tanah dengan posisi tertelungkup itu.
Akibatnya, Syahrian dan Fitriyadi tewas karena bongkahan tanah dan batu-batu sebesar kepala orang dewasa menimpa bagian tengkuk dan kepala. Luka di bagian kepala cukup parah, bahkan otak sampai keluar. Sedangkan Udin selamat karena bongkahan batu hanya menimpa bagian punggungnya.
Udin hingga petang kemarin masih tergolek di Ruang UGD RS Pertamina, Jalan Gas Kompleks Pertamina Murung Pudak. Sedangkan dua korban tewas langsung dibersihkan dan dipulangkan ke rumah duka masing-masing. Sebelumnya rekan-rekannya dari PT Adaro, Pama dan Batu Timur menshalatkan di mushala rumah sakit.
Pantauan BPost di rumah sakit kemarin tampak hiruk-pikuk oleh kedatangan puluhan pekerja tambang yang mengantar para korban sekitar pukul 14.300 Wita. Kedatangan mereka sempat menarik perhatian pembesuk dan pasien di rumah sakit setempat.
Apalagi, dua korban tewas sempat dibawa menyusuri lorong rumah sakit saat menuju kamar mayat. Korban hanya ditutup kain putih, sehingga noda darah yang masih segar sangat kentara.
Menurut pengamatan luar, para korban tewas mengalami trauma parah pada bagian kepala, sedangkan bagian tubuh lainnya relatif utuh. Direktur RS Pertamina, Yuli, menyatakan, penyebab kematian dua pekerja itu karena trauma parah di kepala yang pecah.
Istri Fitriyadi, Nurhidayati terlihat syok melihat kondisi jenazah suaminya. Ia histeris, dan menangis meraung-raung meratapi kematian suaminya yang juga merupakan tulang punggung keluarga.
Ia datang bersama dua anaknya yang masih balita dan mertuanya, Masiah. Sedangkan Evi, istri Udin--korban selamat, tak henti-hentinya mengucap syukur karena suaminya masih beruntung. Namun akibat kecelakaan tersebut, ia mengharapkan perusahaan agar lebih memperhatikan keselamatan kerja para karyawan maupun pekerjanya.
Musibah ledakan di areal tambang wilayah Kalsel, bukan kali pertama terjadi. Pada tahun 2005 lalu, dua orang tewas terkubur dalam terowongan tambang milik PT Arutmin Indonesia di Batulicin, Tanah Bumbu.
Ledakan yang dikeluhkan warga juga terjadi di areal PT Arutmin Kota Baru. Dimana karena blasting terlalu dekat dengan permukiman, akibatnya sejumlah rumah warga retak-retak.
Secara umum, kasus ledakan di lahan pertambangan juga banyak terjadi di luar negeri dengan jumlah korban mencapai ratusan tewas. Namun dari rentetan peristiwa serupa, China disebut-sebut sebagai negara yang paling sering terjadi kecelakaan di areal tambang.
Pada 9 desember 2005 lalu, ledakan terjadi di lokasi pertambangan batu bara Liuguantun,-- 164 Km dari Beijing, menewaskan 74 orang dan 30 lainnya hilang. Insiden tersebut terjadi 10 hari setelah ledakan gas di tambang batu bara Dongfeng--dekat kota Qitaihe, Provinsi Heilongjiang, yang menewaskan 171 orang. Kecelakaan ini satu dari kecelakaan tambang terburuk di dunia dalam beberapa tahun terakhir.
Sementara pada 24 November 2006 lalu, ledakan juga terjadi di tambang batu bara tertua negara Polandia--tambang Halemba, dan menewaskan seluruh pekerja yang berjumlah 23 orang.
Diduga Human Error
Humas PT Adaro, Ismail dikonfirmasi mengaku terjadinya kecelakaan yang menewaskan dua pekerjanya itu. Namun mengenai ikhwal kecelakaan ia enggan berkomentar banyak dengan alasan masih dilakukan investigasi.
Ismail menambahkan, pihaknya telah memiliki standard operations procedur (SOP) atau standar keamanan pekerja yang harus dipatuhi. Karena itu bila sampai terjadi kecelakaan, ia menduga akibat human error.
"Sebenarnya sudah ada SOP yang lengkap, semuanya diatur. Jadi kalau sampai kecelakaan itu apakah human error atau tidak, kita akan cari tahu lewat investigasi supaya tidak terjadi lagi," imbuhnya.
Ditambahkannya, para keluarga korban akan mendapatkan santunan sesuai ketentuan dalam kontrak kerja, yang di dalamnya termuat asuransi kecelakaan.
Sementara itu, untuk menyelidiki peristiwa kecelakaan itu Dinas Pertambangan Kalimantan Selatan menurunkan tim investigasi yang terdiri dari empat orang, dua di antaranya berasal dari Departemen Pertambangan.
Pjs Kepala Dinas Pertambangan Kalsel Heryo Jani Dharma, mengatakan, pihaknya langsung menghubungi Jakarta untuk meminta tim ahli blasting menyelidiki penyebab kecelakaan tersebut.
Dikatakannya, prosedur blasting tidaklah mudah dan diperlukan persyaratan yang ketat, mulai dari juru ledak yang harus memiliki lisensi resmi, izin peledakan, izin membeli peledak, hingga izin menyimpan.
Diakuinya, PT Adaro sebagai sebuah perusahaan pertambangan besar telah memiliki semua izin tersebut. Hanya saja itu semua bukan merupakan jaminan mutlak.
Kepala Teknik Pembangunan Nasional (ATPN) Banjarbaru, Haring Saloh, mengatakan, banyak prosedur yang harus dilaksanakan oleh seorang juru ledak sebelum melakukan tugasnya. Semuanya telah diatur melalui sebuah prosedur baku dan wajib dilaksanakan.
"Seorang juru ledak seharusnya sudah mengetahui segala sesuatu yang menjadi tanggungjawabnya, mulai dari mempersiapkan peledakan, memperkirakan arah ledakan, serta mengisolasi dan memberikan peringatan waktu peledakan," katanya.
Meski demikian, Haring mengatakan, kecelakaan bisa saja terjadi, baik karena kesalahan dalam penerapan prosedur maupun karena terjadi gangguan teknis terhadap piranti yang digunakan.nda/ck6
Copyright © 2003 Banjarmasin Post