Friday, October 13, 2006

Jangan Kemaruk Menguras Bumi

Sabtu, 30 September 2006 01:22

SURAT Edaran (SE) Nomor 1614 Tahun 2005 tentang ketentuan agar kepala daerah tidak membuat izin KP, sudah tidak berlaku lagi. Sebagai gantinya, pemerintah pusat mengizinkan kepada daerah untuk menerbitkan kuasa pertambangan (KP).

Bagi Kalsel yang kaya batu bara dan bijih besi, dicabutnya SE Nomor 1614/2005 tersebut tentu bukan kabar yang sangat menggembirakan. Karena, pemerintah pusat sendiri sudah memberikan izin kepada corporate besar (multinasional korporasi) dengan konsesi lahan yang sangat luas untuk menggarap batu bara dan bijih besi tersebut. Jadi kasarnya, yang ada sekarang tinggal sisanya.

Batu bara, misalnya, hampir seluruh wilayah di Kalsel memiliki kualitas batubara yang baik. Sebut saja Kabupaten Banjar, Tanah Laut, Kotabaru, Tanah Bumbu, HST, HSU, HSS, Tapin, dan Tabalong. Berdasarkan data dari Indonesian Coal Mining Association pada 2001, stok cadangan batu bara Kalsel yang terukur (pasti) adalah 2,428 miliar ton dan yang terindikasi sekitar 4,101 miliar ton. Denagn demikian, paling tidak sampai saat ini terdapat cadangan batu bara yang sudah ditemukan sebesar 6,529 miliar ton.

Nah, sebagian besar batu bara itu sudah dikuras oleh perusahaan besar yang mendapat izin dari pemerintah pusat. Menurut Indonesia Mineral and Coal Statistics, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2005, produksi batu bara di Kalsel yang tercatat resmi pada 2003 adalah 46.116.289,80 ton dan meningkat pada 2004 menjadi 54.540.977,16 ton. Sebagian besar produksi batu bara tersebut dihasilkan oleh perusahaan besar dengan modal asing (PMA), seperti PT Arutmin dan PT Adaro Indonesia.

Kembali ke masalah SE Nomor 1614 Tahun 2005, kendati tidak begitu menggembirakan, pencabutan SE tersebut harus disambut dengan optimis karena Pemprov Kalsel masih diberikan kekuasaan dalam menerbitkan KP.

Namun keoptimisan itu harus disertai dengan sikap bijak dalam menggunakan kekuasaan tersebut. Utamanya bisa bersikap bijak terhadap alam. Jangan sampai hanya termotivasi mendapatkan royaltas sebanyaknya, lantas mengabaikan kelestarian lingkungan.

Sangat diharapkan, kepala daerah tidak bersikap kemaruk

dalam mengeruk perut bumi Kalsel dan jangan pula terlalu ringan memberikan izin pertambangan kepada pengusaha.

Dalam memberikan izin, pemerintah daerah harus berpegang teguh pada ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam UU tentang Pertambangan dan UU tentang Lingkungan Hidup. Dalam melakukan pertambangan, mereka juga harus mempertimbangkan kelestarian lingkungan, seperti memenuhi ketentuan Amdal.

Selain itu, pengusaha tambang harus mampu membangun jalan sendiri sehingga tidak menggunakan jalan negara yang dapat mengganggu lalu lintas jalan.

Sejujurnya, selama ini (saat masih diberlakukannya SE Nomor 1614 Tahun 2005) pemerintah pusat terlalu kemaruk dalam mengejar royaltas dan kurang memperhatikan dampak negatif dari aktivitas penggalian batu bara.

Contoh yang paling nyata adalah terjadinya penghancuran, pengrusakan dan pencemaran lingkungan hidup tak terkendali. Gunung dibabat habis hingga rata dengan tanah. Kemudian, bumi dikoyak-koyak sehingga terdapat bolong di sana-sini. Ini mengakibatkan terjadinya kubangan air dengan kandungan asam yang sangat tinggi.

Parahnya, akibat aktivitas pertambangan batu bara yang tidak memenuhi kaedah lingkungan menjadikan banyak kawasan daerah tangkapan air rusak dan menyebabkan rawan bencana termasuk banjir. Tercatat, pada 2006 ini beberapa daerah penghasil batu baru yakni Kabupaten Banjar, Tanah Laut, Tanah Bumbu dilanda banjir.

Kita harapkan, dengan kepala daerah mempunyai kuasa atas penerbitan KP, kerusakan alam tidak bertambah parah. Kepala daerah jangan meniru kemaruknya pemerintah pusat.

Copyright © 2003 Banjarmasin Post