Wednesday, April 04, 2007

Batu Bata Mengubah Kebun Menjadi Kolam

Minggu, 18 Maret 2007 02:01

B. Post/ Opini/

Usaha kerajinan batu bata warga Desa Pasar Panas, Kecamatan Murung Pudak, Kabupaten Tabalong kini sudah dikenal luas masyarakat. Trend masyarakat mengubah pola bangunan dari kayu menjadi tembok membuat usaha ini kian menjamur.

Tak heran, Murung Pudak kini dikenal sebagai sentra industri pembuatan batu bata di Kalsel. Namun di balik itu, tanpa disadari, bencana mengancam masyarakat. Areal perkebunan dulu dipenuhi tanaman kayu yang tumbuh subur, kini berubah menjadi kolam-kolam dan lahan tidak produktif.

Usaha batu bata yang telah ditekuni sejak tahun 1980 ini, lambat laun telah menggerus areal perkebunan di daerah ini. Kini, Murung Pudak mulai gundul. Pohon-pohon yang awalnya menjadi paru-paru penghasil udara segar, kini berubah menjadi hamparan tanah tandus penuh lobang bekas galian.

Pohon buah-buahan dan karet yang dulu menghijaukan wilayah setempat mulai menghilang. Ancaman banjir dan tanah longsor pun tinggal menunggu waktu. Irham, seorang perajin bata mengaku terpaksa membuat batu bata karena tidak ada usaha lain. Usaha ini menjadi satu-satunya sandaran hidup keluarganya.

"Kalau kebun saya sudah menghasilkan, saya akan berhenti membuat bata. Tapi sekarang, hanya usaha ini andalan keluarga kami," katanya di bengkel kerjanya di RT 5 Desa Pasar Panas, Murung Pudak, Jumat (16/3).

Selain lebih gampang, lanjut Irham, memasarkan batu bata pun tidak sulit karena tren pembangunan rumah sekarang model tembok. Bahkan, karena desanya sudah dikenal sebagai sentra batu bata, para pembeli kini datang sendiri ke tempat usahanya. Kini, satu biji batu bata dijual Rp30 atau Rp300 ribu per 1000 biji.

Dengan usahanya itu, Irham harus merelakan pekarangan depan rumahnya menjadi tidak produktif. Dia terus mengeruk pekarangannya.

Kini, tercipta lobang sedalam dua meter dengan luas hampir 10 meter persegi di pekarangan itu.

Ijum, perajin lainnya mengakui, usaha membuat bata bisa membantu menambah penghasilan suami yang pas-pasan sebagai penyadap karet.

"Sebenarnya keuntungan dari usaha ini tidak banyak. Paling Rp50 ribu saat hari panas, kalau hujan bisa kurang. Sebab harganya murah, padahal kita perlu beli kayu untuk membakarnya," paparnya. nda